Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday, 1 May 2011

Jembatan Neraka Lebih TipisDari Rambut Lebih TajamDari Pedang

Salah satu peristiwa dahsyat yang
bakal dialami oleh setiap orang yang
telah mengucapkan ikrar syahadat
Tauhid ialah keharusan menyeberangi
suatu jembatan yang dibentangkan di
atas kedua punggung neraka jahannam. Ia tidak saja dialami oleh ummat Islam
dari kalangan ummat Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam, melainkan semua orang beriman dari ummat
para Nabi sebelumnya juga wajib
mengalaminya. Peristiwa ini akan
dialami oleh setiap orang beriman,
baik mereka yang imannya sejati
maupun yang berbuat banyak maksiat termasuk kaum munafik.
Menurut sebagian ahli tafsir peristiwa
menyeberangi jembatan di atas
neraka telah diisyaratkan Allah di
dalam Al-Qur’anul Karim. ”Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi
neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu
adalah suatu kemestian yang sudah
ditetapkan. Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang
bertakwa dan membiarkan orang- orang yang zalim di dalam neraka
dalam keadaan berlutut.” (QS Maryam ayat 71) Maksud dari kata ”mendatangi” ialah melintas di atas Neraka Jahannam
dengan menyeberangi jembatan
tersebut. Semua orang beriman – bagaimanapun kualitas imannya-
pasti mengalaminya. Hanya saja Allah
jamin keselamatan bagi mereka yang
imannya sejati (orang-orang
bertaqwa). Dan adapun mereka yang
imannya bermasalah (orang-orang zalim/kaum munafik) akan jatuh
tergelincir ke dalam Neraka Jahannam
saat melintasinya. Dalam sebuah hadits bahkan secara
lebih detail Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan keadaan
jembatan dimaksud. Jembatan itu
lebih tipis dari sehelai rambut dan
lebih tajam dari sebilah pedang. Laa
haula wa laa quwwata illa billah…! Betapa sulitnya bagi kita untuk
berjalan menyeberang di atasnya.
Tetapi Allah Maha Perkasa sekaligus
Maha Bijaksana. Allah akan berikan
bekal bagi orang-orang yang
imannya sejati untuk sanggup melintas di atas jembatan tersebut.
Beginilah gambaran Rasulullah
shollallahu ’alaih wa sallam mengenai jembatan tersebut dengan kejiadian-
kejadian yang menyertainya: “Dan Neraka Jahannam itu memiliki jembatan yang lebih tipis dari rambut
dan lebih tajam dari pedang. Di
atasnya ada besi-besi yang berpengait
dan duri-duri yang mengambil siapa
saja yang dikehendaki Allah. Dan
manusia di atas jembatan itu ada yang (melintas) laksana kedipan mata, ada
yang laksana kilat dan ada yang
laksana angin, ada yang laksana kuda
yang berlari kencang dan ada yang
laksana onta berjalan. Dan para
malaikat berkata: ”Ya Allah, selamatkanlah. Selamatkanlah.” Maka ada yang selamat, ada yang tercabik-
cabik lalu diselamatkan dan juga ada
yang digulung dalam neraka di atas
wajahnya.” (HR Ahmad 23649) Jadi, menurut hadits di atas ada
mereka yang bakal menyeberanginya
dengan selamat dan ada yang
menyeberanginya dengan selamat
namun harus mengalami luka-luka
dikarenakan terkena sabetan duri- duri yang mencabik-cabik tubuhnya.
Lalu ada pula mereka yang gagal
menyeberanginya hingga ujung.
Mereka terpeleset, tergelincir sehingga
terjatuh dan terjerembab dengan
wajahnya ke dalam neraka yang menyala-nyala di bawah jembatan.
Na’udzubillahi min dzaalika…! Lalu bagaimana seseorang dapat
menyeberanginya dengan selamat?
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa pada saat
peristiwa menegangkan itu sedang
berlangsung para Nabi dan para
malaikat sibuk mendoakan
keselamatan bagi orang-orang
beriman. Mereka berdoa: ”Rabbi sallim. Rabbi sallim. (Ya Rabbi, selamatkanlah.
Ya Rabbi, selamatkanlah).” Selanjutnya Allah akan memberikan
cahaya bagi setiap orang. Baik mereka
yang beriman sejati, mereka yang
banyak berbuat dosa, maupun yang
munafik sama-sama memperolehnya.
Namun ketika sedang melintasi jembatan tersebut orang-orang yang
imannya emas akan terus ditemani
dan diterangi oleh cahaya tersebut
hingga selamat sampai ke ujung
penyeberangan. Sedangkan orang-orang munafik
hanya sampai setengah perjalanan
melintas jembatan tersebut tiba-tiba
Allah mencabut cahaya yang tadinya
menerangi mereka sehingga mereka
berada dalam kegelapan lalu terjatuhlah mereka dari atas jembatan
shirath ke dalam api menyala-nyala
Neraka Jahannam. Na’udzubillahi min dzaalika…! “Allah akan memanggil umat manusia di akhirat nanti dengan nama-nama
mereka ada tirai penghalang dari-Nya.
Adapun di atas jembatan Allah
memberikan cahaya kepada setiap
orang beriman dan orang munafiq.
Bila mereka telah berada ditengah jembatan, Allah-pun segera merampas
cahaya orang-orang munafiq. Mereka
menyeru kepada orang-orang
beriman: ”Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari
cahaya kamu.” (QS Al-Hadid ayat 13) Dan berdoalah orang-orang beriman:
”Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami. ”(QS At- Tahrim ayat Ketika itulah setiap orang tidak akan ingat orang lain.” (HR Thabrani 11079) Saudaraku, sungguh pemandangan
yang sangat mendebarkan. Pantaslah
bila Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa saat peristiwa
menyeberangi jembatan di atas
Neraka Jahannam sedang
berlangsung setiap orang tidak akan
ingat kepada orang lainnya. Sebab
semua orang sibuk memikirkan keselamatannya masing-masing. Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari
kemunafikan, dan ‘amal perbuatan kami dari riya dan lisan kami dari
dusta serta pandangan mata kami dari
khianat. Sesungguhnya Engkau Maha
Tahu khianat pandangan mata dan
apa yang disembunyikan hati. Wallahu a’lam bish shawwab =====

CALON CALON PENGHUNI SURGA

Siapakah calon-calon penghuni Surga? Allah menginformasikan nya kepada kita. Sebagian di antara mereka digambarkan dalam ayat ayat berikut ini. QS. Al Ahqaf (46) :15
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa, dan umumya sampai empat puluh tahun ia berdoa : Ya, Tuhanku tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhoi, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” QS. Al Ahqaf (46) : 16
"Mereka itulah orang-orang yang diterima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan, dan Kami ampuni kesalahan- kesalahan mereka, bersama penghuni penghuni Surga, sebagai janji yang benar yang telah Kami janjikan kepada mereka" Mengikuti ayat tersebut, kita memperoleh kesimpulan tentang siapakah orang yang bakal masuk Surga.
1. Orang yang berbuat baik kepada ibu bapaknya
2. Orang yang pandai bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diterimanya.
3. Orang yang beramal saleh dengan mengharap ridho Allah.
4. Orang yang bertaubat atas segala kesalahan yang pernah dia lakukan.
5. Orang yang berserah diri hanya kepada Allah saja. ldealnya, kita bisa mengerjakan kelima hal tersebut dalam kehidupan kita. Maka Insya Allah kita akan menjadi salah satu dari penduduk Surga. Itulah janji Allah. Orang yang demikian, kata Allah, akan diterima amalannya dan dimaafkan segala kesalahannya. Bagaimanakah penjelasannya? Marilah kita bahas lebih jauh. 1. Berbuat Baik kepada Ibu Bapak. Kenapa orang yang berbuat baik kepada ibu bapaknya menjadi calon penghuni Surga? Sebab, orang tua adalah wakil Allah di muka Bumi, berkaitan dengan penciptaan manusia. Kalau tidak ada orang tua kita, maka kita pun tidak akan pernah ada di muka Bumi ini. Karena itu, kita bisa merasakan betapa besar dan sentralnya peranan orang tua dalam kehidupan kita. lbu kitalah yang bersusah payah mengandung, memelihara dan mendidik sampai kita dewasa. Dan bapak kita berusaha mati-matian untuk menafkahi keluarga. Mempertahankan hidup kita sampai dewasa. Sampai bisa dilepas untuk bisa hidup mandiri. Maka, kata Allah di dalam ayat tersebut, anak yang bisa membalas budi kepada orang tuanya dan mendoakan mereka termasuk perhatian kepada anak cucunya akan memperoleh penghargaan yang tinggi dari Allah. Orang yang seperti ini, telah 'membantu' Allah untuk menciptakan generasi-generasi yang berkualitas di muka Bumi bagi masa depannya. Maka, ia berhak memperoleh kebahagiaan Surga. 2. Orang Yang Pandai Bersyukur. Orang yang pandai bersyukur menunjukkan bahwa ia adalah orang yang bijak. Sedangkan orang yang bijak menunjukkan bahwa dia orang yang memiliki pemahaman yang mendalam. Dan, orang yang memiliki pemahaman yang mendalam menunjukkan bahwa ia telah makan asam garam kehidupan. Dalam konteks agama, ia bukan hanya orang yang bisa berteori di dalam beragama, melainkan telah menjalani agama ini dengan sepenuh hatinya. la telah 'bertemu' Allah dalam setiap aktivitas kehidupannya. Bagaimana seseorang bisa bersyukur, kalau ia tidak pernah 'bertemu Allah'. Kepada siapakah ia bersyukur jika ia tidak paham bahwa Allah lah Tuhan semesta alam. Bahwa Allah lah yang telah memberinya kenikmatan itu. Baik berupa kesehatan, harta, kedudukan, ilmu pengetahuan, dan berbagai macam kenikmatan lainnya. Orang yang bisa bersyukur adalah orang yang telah melewati masa-masa kritis dalam keimanannya, dalam ketakwaannya. la telah ditempa kehidupan yang memberikan kesimpulan bahwa hidup ini temyata milik Allah. Bukan miliknya. Karena itu, ia mensyukuri segala nikmat yang diperolehnya, sebab ia tahu persis bahwa semua itu semata-mata pemberianNya ... ! Maka, orang yang demikian ini sangat pantas tinggal di Surga. 3. Beramal Saleh, Mengharap Ridha Allah. Kenapa pulakah orang yang beramal saleh pantas masuk Surga? Orang yang beramal saleh adalah orang-orang yang sepanjang hidupnya ingin bermanfaat sebesar-besarnya. Baik buat dirinya sendiri, buat keluarganya, buat sahabat-sahabatnya, buat masyarakatnya, buat bangsa dan akhirnya buat syiar agamanya. Orang yang bisa beramal saleh adalah orang yang paham tentang misi kehidupan dan misi beragamanya. ia telah menemukan pemahaman yang menyeluruh (holistik) atas kehidupannya. Dan, setelah paham semua itu, ia lantas melakukan amalan yang bermanfaat sepanjang hidupnya. Di mana pun dia berada. Maka, orang yang demikian adalah orang-orang yang telah melewati tahapan iman dan takwa. Sebab Iman adalah Keyakinan. Dan Takwa adalah kemampuan mengendalikan diri saat melakukan amalan. Kedua duanya telah dijalankannya secara praktis saat ia melakukan amalan yang saleh. Maka, pantaslah seorang yang banyak amalan salehnya akan memasuki Surga. Karena sebenarnya, itu adalah gambaran praktis dari seorang yang telah tinggi keimanan dan takwanya. Apalagi amalan salehnya itu bukan karena pamer atau pamrih, melainkan karena ingin mencari ridha Allah. 4. Orang yang Bertaubat. Siapakah orang yang tidak pernah berbuat salah? Siapa pulakah manusia yang tidak pernah berdosa? Tidak ada, kecuali hamba hambaNya yang dijaga agar tetap makshum oleh Allah, sebagaimana Rasulullah saw. Karena itu, Allah telah menetapkan Dirinya sebagai Dzat Yang Maha Pengampun dan Penerima Taubat. Jika Allah menghukum manusia karena kesalahannya, maka manusia seluruh muka Bumi ini tidak ada yang tersisa satu pun dari azabNya. Tetapi Allah Maha Pengampun dan Maha Pemaaf. Maka, sebenarnya, orang-orang yang bisa masuk Surga itu lebih dikarenakan sifat Pengampun dan PemaafNya saja. Jika tidak, maka sungguh tidak ada yang pantas masuk ke dalam Surga Allah itu, disebabkan oleh begitu banyak dosa yang telah diperbuatnya. Karena itu, Allah mengatakan di dalam ayat tersebut bahwa orang-orang yang pantas masuk Surga itu adalah orang- orang yang selalu bertaubat kepadaNya. Bertaubat adalah memohon ampunan dan belas kasih permaafan dari Allah atas segala dosa dan kesalahan yang telah di perbuatnya. Dan dia berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada Allah untuk tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Kalau kita sepenuh hati memohon ampunanNya dan bertaubat, Insya Allah Dia akan memaafkan dosa-dosa kita, sebesar apa pun dosa yang telah kita lakukan. Tidak ada dosa di alam semesta ini yang besamya melebihi besamya Kasih Sayang Allah. Demikian pula, tidak ada dosa di dunia ini yang besarnya mengalahkan sifat Pengampun dan Pemaafnya Allah. Maka, datanglah kepadaNya dengan berendah diri dan penuh penyesalan, Insya Allah Dia akan mengampuni dosa-dosa yang pernah kita lakukan, seluruhnya. Dan Ia akan memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambaNya di dalam Surga. 5. Berserah Diri Hanya kepada Allah Saja. Puncak dari seluruh perjalanan keagamaan kita ini sebenarnya adalah berserah diri kepada Allah. Seluruh tahapan- tahapan kualitas yang pernah kita jalani dalam beragama, muaranya adalah berserah diri kepada Allah saja. Hal ini dikemukan Allah di dalam berbagai ayatNya. QS. An Nisaa : 125
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya di antara kalian, selain orang orang yang berserah diri hanya kepada Allah, dan dia selalu berbuat kebajikan…” Berserah diri adalah tingkatan tertinggi di dalam beragama Islam. Sehingga secara retorika, Allah bertanya kepada kita : siapakah yang lebih baik agamanya di antara manusia, kecuali orang-orang yang berserah diri kepada Allah? Jawaban atas pertanyaan itu telah diberikan sendiri olehNya, bahwa yang terbaik adalah berserah diri Di ayatNya yang lain, secara tegas Allah menempatkan 'berserah diri' itu di atas keimanan dan ketakwaan. QS. Ali Imran (3) : 102
"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri (Islam)." Keimanan adalah langkah awal, dimana seseorang 'dianjurkan' untuk memperoleh keyakinan bahwa apa yang akan dia jalani di dalam beragama ini adalah benar dan bermanfaat. Setelah ia peroleh keyakinan itu, maka ia mesti menjalankan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Sebab beragama ini memang bukan sekadar pengetahuan dan keyakinan saja, melainkan untuk dijalani. Diamalkan. Itulah Takwa : sebuah upaya terus-menerus untuk tetap istidomah di dalam menjalani agama. Ini tidak mudah. Karena itu Allah mengatakan di ayat tersebut bertakwalah kalian dengan 'sebenar benarnya'. Dengan upaya yang sangat keras dan sungguh-sungguh. Dan puncaknya, adalah berserah diri kepada Allah semata. Orang yang sudah makan asam garam kehidupan dalam proses peribadatan yang sangat panjang. Ketika seseorang sudah mencapai tingkatan 'berserah diri kepada Allah', maka bisa dikatakan dia sudah menemukan hakikat kehidupan. Bahwa segala yang ada ini tenyata bukan miliknya. Harta yang dia punyai pun sebenarnya bukan miliknya. Karena ternyata, dia tidak pernah bisa menolak kehadiran maupun lenyapnya harta itu ketika sudah waktunya. Demikian pula istri atau suami, dan keluarga yang dicintainya. Semuanya juga bukan miliknya. Karena suatu ketika, mereka satu per satu akan meninggalkannya. Kekuasaan, juga tidak pernah ada yang kekal abadi. Kekuasaan yang dia peroleh hari ini, suatu ketika harus dilepasnya pula. Dia dibatasi oleh umur dan kondisi di sekelilingnya. Bahkan dirinya dan hidupnya. Ternyata, juga bukan miliknya. Dia tidak pernah bisa menghindari sakit, lelah, sedih, gembira dan berbagai masalah yang menghampiri kehidupannya. Bahkan akhirnya, dia tidak pernah bisa melawan proses ketuaan. Suatu ketika dia harus merelakan kehidupannya, meninggalkan dunia yang fana, untuk kembali kepada Sang Pemilik Kehidupan. Maka, ujung dari seluruh perjalanan kehidupannya itu, ia menyimpulkan untuk berserah, diri kepada Allah saja. la mengakui, bahwa dirinya bukan apa-apa. Allah lah yang memiliki dan berkuasa atas segala-galanya di alam semesta. la letakkan seluruh rasa possessive nya, rasa kepemilikannya terhadap dunia. Dia menata hatinya untuk kembali kepada Allah. Berserah diri sepenuh-penuhnya, sebagaimana yang selalu ia ikrarkan dalam setiap shalatnya : "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku kuserahkan hanya untuk Allah semata . . . " Kalau sudah demikian adanya, maka sesungguhnya ia telah memperoleh Surga dunia. Dan setelah hari kiamat nanti, Allah akan memasukkan orang itu ke dalam Surga yang sesungguhnya. Bukan hanya 'wilayah Surga' yang penuh dengan taman- taman indah, mata air mata air yang jernih, buah-buahan yang sedap rasanya, serta berbagai kenikmatan kebendaan. Karena sejak di dunia ia telah terlanjur memperoleh kesimpulan bahwa semua kenikmatan benda itu adalah 'semu belaka'! 'Kenikmatan Yang Sejati' telah dia peroleh lewat dzikir-dzikirnya yang panjang kepada Allah. Telah dia rasakan saat-saat shalat malam dalam keheningan semesta. Dan telah dia 'genggam' dalam seluruh tarikan nafas maupun denyut jantungnya yang selalu membisikkan kalimat-kalimat tauhid : Allah ... Allah ... Allah ..