1.
PENGERTIAN
ZINA Dalam
al-
Mu’jamul Wasith
hal
403
disebutkan,
“Zina ialah seseorang bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan syar’i.” 2. HUKUM ZINA Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar. Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa’: 32) Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling besar?” Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114 No. 6811, Muslim I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V: 17 No. 3232). Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70). Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi Nabi saw, Beliau saw bersabda: “Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047). Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.” Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan: Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul Bari XII: 114 no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63). 3. KLASIFIKASI ORANG BERZINA Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami). Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati. Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”. Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah. (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II: 441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no: 4407). Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada
seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II: 442 no: 1456). 4. HUKUMAN BUDAK YANG BERZINA Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang ditegaskan firman Allah swt: “Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kimpoi, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita- wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25) Dari Abdullah bin Ayyasy al- Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena berzina, lima puluh kali, lima puluh kali
cambukan.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2345, Muwaththa‘ Malik hal 594 no: 1058 dan Baihaqi VIII: 242) 5. ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK BOLEH DIDERA Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236). 6. HUKUMAN BIKR (PERAWAN ATAU PERJAKA) YANG BERZINA Allah swt berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki- laki yang berzina, maka deralah tiap- tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang- orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2). Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kimpoi didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2347 dan Fathul Bari XII: 156 no: 6831) Dari Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka; gadis (berzina) dengan
jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550). 7. DENGAN APA HUKUM HAD SAH DILAKSANAKAN?
Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352). Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al- Ghamidiyah yang keduanya mengaku telah berzina: Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali engkau hanya mencium(nya) atau meraba (nya) dengan tanganmu atau sekedar melihat(nya)?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3724, Fathul Bari XII: 135 no:
6824 dan ‘Aunul Ma’bud XII: 109 no: 4404) Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!” Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku, sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya, “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya saya telah hamil karena berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah) hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang sahabat dari kawan Anshar
yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu ia data kepda Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan al- Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.” Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III: 1321 no: 1695). Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal: Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya
lemparan batu yang menimpa dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas bertemu dengan Abdullah bin Unais. Para sahabatnya tidak mampu (menahannya). Kemudian Abdullah bin Unais mencabut tulang betis unta, lalu dilemparkan kepadanya hingga ia meninggal dunia. Kemudian Abdullah bin Unais datang menemui Nabi saw lalu melaporkan kasus tersebut kepadanya, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak biarkan ia, barangkali ia bertaubat lalu Allah menerima taubatnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no. 3716, ‘Aunul Ma’bud XII: 99 no: 4396) 8. HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA DENGAN SI FULANAH Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut
harus dijatuhi hukuman. Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman. Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya. Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan benar- benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan Beliau juga menyuruh Unais al- Aslam agar menemui isteri orang pertama itu; jika ia mengaku telah berzina dengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia mengaku, lalu dirajam oleh Beliau. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 136 no: 6827-6828, Muslim III: 1324 no: 1697-1698, ‘Aunul Ma’bud XII: 128 no: 4421, Tirmidzi II: 443 no: 145, Ibnu Majah II: 852 no: 2549 dan Nasa’i VIII: 240). 9. HUKUM HAD HARUS DILAKSANAKAN BILA SAKSINYA KUAT Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 4) Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua- duanya harus dijatuhi hukuman. Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut: Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu Bakrah dengan al- Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata, "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk." Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah) berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya lagi.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VIII: 29 dan Baihaqi VIII: 334). 10. HUKUM ORANG BERZINA DENGAN MAHRAMNYA Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah. Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda), Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2351, Shahih Ibnu Majah no: 2111, 'Aunul Ma'bud XII: 147 no: 4433, Nasa’i VI: 110, namun dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." Tirmidzi II: 407 no: 1373 dan Ibnu Majah II: 869 no: 2607). 11. HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI
BINATANG Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.” (Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1176, Tirmidzi III: 1479, 'Aunul Ma'bud XII: 157 no: 4440, Ibnu Majah II: 856 no: 2564) 12. HUKUMAN ORANG YANG MELAKUKAN LIWATH, HOMOSEKSUAL Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya sudah pernah menikah taupun belum. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2075, Tirmidzi III: 8 no: 1481, ‘Aunul Ma’bud XII: 153 no: 4438, Ibnu Majah II: 856 no: 2561). Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm 820 - 834
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Monday, 27 June 2011
Bermimpi Melihat Nabi
Akhir-akhir ini tersebar sebuah wasiat dari orang yang disebut Syaikh Ahmad, khadam Masjid Nabawi. Disebutkan di dalamnya bahwa dia melihat Nabi dalam mimpinya, lalu Nabi mewasiatkan beberapa perkara kepadanya, di antaranya adalah agar menyebarkan wasiat itu dan tidak menyembunyikannya. Kami lihat sebagian orang terkait hatinya dengan wasiat tersebut. Mereka sangat takut menyia-nyiakannya agar tidak terkena sanksi berat bagi yang tidak menyebarkannya.Kami lihat sebagian orang terkait hatinya dengan wasiat tersebut. Mereka sangat takut menyia-nyiakannya agar tidak terkena sanksi berat bagi yang tidak menyebarkannya. Bagaimana hukum syari tentang hal ini? Jawab: Kita tidak mengingkari bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dapat dilihat di dalam mimpi 1) Akan tetapi, di dalam wasiat itu terkandung beberapa masalah yang menujukkan kebohongannya, dan semakin menegaskan bahwa ia termasuk tipu daya syaithan. Hanya orang yang lemah lagi gelap hati saja yang mau membenarkannya. Adapun ahli tauhid dan ahli ilmu, cahaya ilmu yang mereka miliki telah membakar tulisan yang batil lagi rusak tersebut. Di antara kebohongan itu adalah: Di dalam sebagian cetakan wasiat itu disebutkan bahwa ketika Syaikh Ahmad bersiap-siap hendak tidur setelah membaca al-Qur`an pada hari Jumat, tiba-tiba ia melihat pemilik cahaya (yaitu Nabi) muncul dan berkata, Ya Syaikh Ahmad! Aku malu kepada Tuhanku dan para malaikat disebabkan dosa-dosa umatku. Ini menunjukkan bahwa ia melihat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga sebelum tidur.Ulama sepakat bahwa itu adalah dusta sebab Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan dibangkitkan dari kubur beliau melainkan pada saat manusia akan dihadapkan kepada Allah, Rabb Semesta Alam. Beliaulah yang pertama sekali dibangkitkan dari kuburnya.Kemudian mengapa beliau harus malu kepada Tuhannya dan para malaikat jika beliau sudah menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia? Bukankah Allah telah berfirman, Maka berilah peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan, kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Ghasyiyah: 21-22) Sesungguhnya kewajiban engkau hanyalah menyampaikan. (al-Ghafir : 51) Di dalam wasiat dusta itu disebutkan bahwa dari Jumat ke Jumat sebanyak 160.000orang umat Islam mati di atas agama selain Islam. Ini adalah berita gaib,hanya Allah saja yang mengetahuinya, sedangkan wahyu telah terputus dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat. Bukankah akan dikatakan kepada beliau nanti ketika berada di tepi telaga di padang mahsyar, Engkau tidak mengetahui apa yang telah mereka (orang-orang yang terlempar dari telaga –pent) ada- adakan sepeninggalmu. Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu. Nabi berkata seperti perkataan hamba Allah yang shalih, yaitu Isa. Dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (Al Maidah 117) Di dalam wasiat itu disebutkan bahwa akan diampuni dosa-dosa penulis dan penyebarnya, berikut dosa kedua orang tuanya, dan akan dibangunkan baginya rumah di surga. Akan dilunaskan seluruh hutang- hutangnya serta akan dicukupkan dari kemiskinan. Kemudian sebaliknya
sanksi bagi yang tidak menulis dan tidak menyebarkannya. Cobalah perhatikan wasiat dengan kebohongan seperti itu sudah dianggap lebih penting dan lebih utama daripada Al Qur`an. Seorang yang menulis Al Qur`an saja tidak mendapat pahala seperti itu dan bagi yang tidak menulis Al Qur`an juga tidak diancam sanksi seperti itu. Kenyataan telah membuktikan kebatilannya. Dan kami telah menganggapnya dusta semenjak kami mendengarnya beberapa tahun yang lalu. Dan alhamdulillah tidak terjadi apapun atas kami bahkan sebaliknya orang yang mempercayainya semakin bertambah utang-utangnya dan semakin miskin hidupnya. Saya khawatir demikian pula nasibnya nanti di akhirat. Janji pahala yang muluk-muluk serta ancaman yang berlebih-lebihan seperti itu adalah salah satu bukti kebohongan atas nama Allah dan Rasul-Nya. Barang hina yang jelas kebatilannya itu tidak akan laku bagi kaum muslimin jika mereka paham tentang agama mereka. Seseorang dapat mempercayainya akibat berpaling dari ilmu agama yang wajib dituntutnya, sehingga hidupnya bagaikan tertawan oleh khayalan dan kebodohan orang gila dan mimpi orang jahil. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya petunjuk oleh Allah tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun. (An- Nur: 40). Tujuan wasiat-wasiat seperti itu adalah memalingkan umat dari agama mereka, sehingga hati mereka terkait kepadanya. Orang-orang yang lengah menyangka diri mereka akan menjadi penghuni surga dengan mengurus dan menyebarkannya, walaupun mereka meninggalkan shalat lima waktu dan mengerjakan perbuatan mungkar. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan sesuatu kecuali dusta. (Al-Kahfi : 5) Telah datang peringatan-peringatan terhadap wasiat dusta itu dari beberapa ulama, dipelopori oleh Imam Ahlus Sunnah Wal Jamaah pada abad ini, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, semoga Allah merahmati beliau. Dan telah saya rangkum peringatan dari mereka tersebut di dalam kumpulan fatwa ini. Mereka juga menghimbau kaum muslimin agar berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah. Menurut keyakinan kami, seseorang yang bergeser dari agamanya disebabkan wasiat batil tersebut, maka ia akan menjadi pengikut dajjal atau sejenisnya jika Allah tidak mencurahkan rahmat-Nya kepadanya. Sebab, Allah akan menunjukkan perkara-perkara aneh serta fitnah melalui tangan dajjal. Hanya orang –orang yang diberi hidayah Allah sajalah yang mampu menghadapinya. Kepada Allah sajalah tempat mengadukan keterasingan pengikut kebenaran dan banyaknya pengikut kebatilan. Mahabenar Allah dengan firman-Nya. Sesungguhnya kami menolong rasul- rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat) (Al-Mukmin 51) 2) Catatan kaki: 1. Imam Bukhari menulis di dalam kitab shahih beliau sebuah bab dengan judul: Seseorang Melihat Nabi di dalam Mimpi. Beliau mencantumkan sebuah hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi: Barangsiapa yang bermimpi melihatku di dalam mimpinya, maka sungguh ia telah melihat aku (seperti waktu terjaga) sebab syaithan tidak bisa menyerupaiku. (HR Bukhari). Ibnu Sirrin berkata, Yaitu apabila ia itu telah melihat bentuk asli beliau. pent.] 2. Kisah wasiat palsu itu hampir sama dengan kisah surat perjanjian palsu, yaitu sebuah kisah yang terjadi pada bulan Syawal tahun 701 H. Pada waktu itu diadakan sebuah majelis yang dihadiri oleh orang-orang Yahudi Khaibar. Majelis tersebut memutuskan bahwa mereka diwajibkan membayar jizyah (upeti) seperti pendahulu mereka. Tiba-tiba mereka mengeluarkan sebuah surat perjanjian dari Rasulullah,menurut pengakuan mereka. Isinya menyebutkan bahwa Nabi menghapus jizyah atas orang-orang Yahudi. Ketika diteliti oleh para ahli fiqih ternyata surat itu palsu. Ibnu Katsir mengatakan :Aku sudah melihat
langsung surat itu, di dalamnya terdapat persaksian dari Saad bin Muadz pada hari Khaibar, padahal ia telah wafat beberapa tahun sebelumnya. Silahkan lihat kisahnya didalam kitab Bidayah wa Nihayah
sanksi bagi yang tidak menulis dan tidak menyebarkannya. Cobalah perhatikan wasiat dengan kebohongan seperti itu sudah dianggap lebih penting dan lebih utama daripada Al Qur`an. Seorang yang menulis Al Qur`an saja tidak mendapat pahala seperti itu dan bagi yang tidak menulis Al Qur`an juga tidak diancam sanksi seperti itu. Kenyataan telah membuktikan kebatilannya. Dan kami telah menganggapnya dusta semenjak kami mendengarnya beberapa tahun yang lalu. Dan alhamdulillah tidak terjadi apapun atas kami bahkan sebaliknya orang yang mempercayainya semakin bertambah utang-utangnya dan semakin miskin hidupnya. Saya khawatir demikian pula nasibnya nanti di akhirat. Janji pahala yang muluk-muluk serta ancaman yang berlebih-lebihan seperti itu adalah salah satu bukti kebohongan atas nama Allah dan Rasul-Nya. Barang hina yang jelas kebatilannya itu tidak akan laku bagi kaum muslimin jika mereka paham tentang agama mereka. Seseorang dapat mempercayainya akibat berpaling dari ilmu agama yang wajib dituntutnya, sehingga hidupnya bagaikan tertawan oleh khayalan dan kebodohan orang gila dan mimpi orang jahil. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya petunjuk oleh Allah tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun. (An- Nur: 40). Tujuan wasiat-wasiat seperti itu adalah memalingkan umat dari agama mereka, sehingga hati mereka terkait kepadanya. Orang-orang yang lengah menyangka diri mereka akan menjadi penghuni surga dengan mengurus dan menyebarkannya, walaupun mereka meninggalkan shalat lima waktu dan mengerjakan perbuatan mungkar. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan sesuatu kecuali dusta. (Al-Kahfi : 5) Telah datang peringatan-peringatan terhadap wasiat dusta itu dari beberapa ulama, dipelopori oleh Imam Ahlus Sunnah Wal Jamaah pada abad ini, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, semoga Allah merahmati beliau. Dan telah saya rangkum peringatan dari mereka tersebut di dalam kumpulan fatwa ini. Mereka juga menghimbau kaum muslimin agar berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah. Menurut keyakinan kami, seseorang yang bergeser dari agamanya disebabkan wasiat batil tersebut, maka ia akan menjadi pengikut dajjal atau sejenisnya jika Allah tidak mencurahkan rahmat-Nya kepadanya. Sebab, Allah akan menunjukkan perkara-perkara aneh serta fitnah melalui tangan dajjal. Hanya orang –orang yang diberi hidayah Allah sajalah yang mampu menghadapinya. Kepada Allah sajalah tempat mengadukan keterasingan pengikut kebenaran dan banyaknya pengikut kebatilan. Mahabenar Allah dengan firman-Nya. Sesungguhnya kami menolong rasul- rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat) (Al-Mukmin 51) 2) Catatan kaki: 1. Imam Bukhari menulis di dalam kitab shahih beliau sebuah bab dengan judul: Seseorang Melihat Nabi di dalam Mimpi. Beliau mencantumkan sebuah hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi: Barangsiapa yang bermimpi melihatku di dalam mimpinya, maka sungguh ia telah melihat aku (seperti waktu terjaga) sebab syaithan tidak bisa menyerupaiku. (HR Bukhari). Ibnu Sirrin berkata, Yaitu apabila ia itu telah melihat bentuk asli beliau. pent.] 2. Kisah wasiat palsu itu hampir sama dengan kisah surat perjanjian palsu, yaitu sebuah kisah yang terjadi pada bulan Syawal tahun 701 H. Pada waktu itu diadakan sebuah majelis yang dihadiri oleh orang-orang Yahudi Khaibar. Majelis tersebut memutuskan bahwa mereka diwajibkan membayar jizyah (upeti) seperti pendahulu mereka. Tiba-tiba mereka mengeluarkan sebuah surat perjanjian dari Rasulullah,menurut pengakuan mereka. Isinya menyebutkan bahwa Nabi menghapus jizyah atas orang-orang Yahudi. Ketika diteliti oleh para ahli fiqih ternyata surat itu palsu. Ibnu Katsir mengatakan :Aku sudah melihat
langsung surat itu, di dalamnya terdapat persaksian dari Saad bin Muadz pada hari Khaibar, padahal ia telah wafat beberapa tahun sebelumnya. Silahkan lihat kisahnya didalam kitab Bidayah wa Nihayah
Subscribe to:
Comments (Atom)