Nonton iklan bentar ya...!!!

Tuesday, 2 August 2011

Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di Hari Raya

Ketahuilah wahai saudaraku muslim - semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepadamu- sesungguhnya kebahagiaan yang ada
pada hari-hari raya kadang-kadang membuat manusia lupa atau sengaja melupakan perkara-perkara agama mereka dan hukum-hukum yang ada dalam Islam. Sehingga engkau melihat mereka banyak berbuat kemaksiatan dan kemungkaran-kemungkaran dalam keadaan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik- baiknya !! Semua inilah yang mendorongku untuk menambahkan pembahasan yang bermanfaat ini dalam tulisanku, agar menjadi peringatan bagi kaum muslimin dari perkara yang mereka lupakan dan mengingatkan mereka atas apa yang mereka telah lalai darinya. Di antara kemungkaran itu adalah : Pertama: Berhias dengan mencukur jenggot Perkara ini banyak dilakukan manusia. Padahal mencukur jenggot merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih yang berisi perintah untuk memanjangkan jenggot agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir yang kita diperintah untuk menyelisihi mereka. Selain berkaitan dengan hal itu, memanjangkan jenggot termasuk fithrah (bagi laki- laki) yang tidak boleh kita rubah. Dalil-
dalil tentang keharaman mencukur jenggot terdapat dalam kitab-kitab Imam Madzhab yang empat yang telah
dikenal [Lihat Fathul Bari 10/351, Al- Ikhtiyar Al-Ilmiyah 6, Al-Muhalla 2/220, Ghidza'ul Albab 1/376 dan selainnya] Kedua : Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya Ini merupakan bencana yang banyak menimpa kaum muslimin, tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dirahmati Allah. Perbuatan ini haram berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya): “Seseorang ditusukkan jarum besi pada kepalanya adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" [Hadits Shahih, Lihat takhrijnya secara panjang lebar dalam Juz'u Ittiba' as-Sunnah No. 15 oleh Adl-Dliya Al-Maqdisi -dengan tahqiqku. Diriwayatkan ar Rauyaani dalam musnadnya 227/2 dari Ma’qil bin Yasaar dan sanadnya jayyid lihat Silsilah Ahadits ash Shohihah karya Al Albani no 226] Keharaman perbuatan ini diterangkan juga dalam kitab-kitab empat Imam Madzhab yang terkenal [Lihat Syarhu An Nawawi ala Muslim 13/10, Hasyiyah Ibnu Abidin 5/235, Aridlah Al-Ahwadzi 7/95 dan Adlwau Bayan 6/603] Ketiga : Tasyabbuh (meniru) orang- orang kafir dan orang-orang barat dalam berpakaian dan mendengarkan alat-lat musik serta perbuatan mungkar lainnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya): “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka" [Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad 2/50 dan 92 dari Ibnu Umar dan isnadnya Hasan. Diriwayatkan oleh Ath- Thahawi dalam Musykil Al Atsar 1/88 dari Hassan bin Athiyah, Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan 1/129 dari Anas, meskipun ada pembicaraan padanya, tetapi dengan jalan-jalan tadi, hadits ini derajatnya Shahih, insya Allah] Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya): “Benar- benar akan ada pada umatku beberapa kaum yang mereka menghalalkan zina, sutera (bagi laki-laki ,-pent), khamr dan alat- alat musik. Dan benar-benar akan turun beberapa kaum menuju kaki gunung untuk melepaskan gembalaan mereka sambil beristirahat, kemudian mereka didatangi seorang fasik untuk suatu keperluan. Kemudian mereka berkata: "Kembalilah kepada kami besok!" Lalu Allah membinasakan dan menimpakan gunung itu pada mereka dan sebagian mereka dirubah oleh Allah menjadi kera- kera dan babi-babi hingga hari kiamat" [Hadits Riwayat Bukhari 5590 secara muallaq dan bersambung
menurut Abu Daud 4039, Al-Baihaqi 10/221 dan selainnya. berkata Al- Hafidzh dalam Hadyu As-Sari 59 : Al- Hasan bin Sufyan menyambungnya dalam Musnadnya, dan Al-Isma'ili, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Abu Nua'im dari empat jalan, dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan selain mereka] Keempat : Masuk dan becengkerama dengan wanita- wanita yang bukan mahram. Hal ini dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabda beliau (yang artinya): “Hati-hatilah kalian jangan sampai masuk untuk menemui para wanita". Maka berkata salah seorang pria Anshar: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang al-Hamwu?" Beliau berkata: "Al-Hamwu adalah maut" [Hadits Riwayat Bukhari 5232, Muslim 2172 dari 'Uqbah bin Amir]. Al- Allamah Az-Zamakhsyari berkata dalam menerangkan al-Hamwu: "Al- Hamwu bentuk jamaknya adalah Ahmaa' adalah kerabat dekat suami seperti ayah [dikecualikan dari larangan di atas berdasarkan nash Al- Qur'anul Karim, lihat Al-Mughni 6/570], saudara laki-laki, pamannya dan selain mereka. Dan sabda beliau: "Al-Hamwu adalah maut" maknanya ia dikelilingi oleh kejelekan dan kerusakan yang telah mencapai puncaknya sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakannya dengan maut, karena hal itu merupakan sumber segala bencana dan kebinasaan. Yang demikian karena Al-Hamwu lebih berbahaya daripada orang lain yang tidak dikenal. Sebab kerabat dekat yang bukan mahram terkadang tidak ada kekhawatiran atasnya atau merasa aman terhadap mereka, lain halnya dengan orang yang bukan kerabat" [Al-Faiq fi Gharibil Hadits 9 1/318, Lihat An-Nihayah 1/448, Gharibul Hadits 3/351 dan Syarhus Sunnah 9/26,27] Kelima: Wanita-wanita yang ber- tabarruj (memamerkan kecantikan) kemudian keluar ke pasar-pasar atau tempat lainnya. Ini merupakan perbuatan yang diharamkan dalam syari'at Allah. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): “Hendaklah mereka (wanita- wanita) tinggal di rumah-rumah mereka dan jangan ber-tabarruj ala jahiliyah dulu dan hendaklah mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat" [Al-Ahzab : 33] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Dua golongan manusia termasuk penduduk neraka yang belum pernah aku melihatnya: .... dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak- lenggok, menyimpang (dari taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan keharusan mereka untuk menjaga kemaluan; lihat An-Nihayah" 4/382), kepala-kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta (Berkata Al-Qadli 'Iyadh dalam Masyariqul Anwar 1/79: al-Bukht adalah unta yang gemuk yang memiliki dua punuk. Maknanya - wallahu a'lam- wanita-wanita itu menggelung rambut mereka hingga kelihatan besar dan tidak menundukkan pandangan mata mereka). Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan
bau surga. Padahal bau suurga dapat tercium dari perjalanan sekian dan sekian" [Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam "Shahihnya" 2128, 2856 dan 52, Ahmad 2/223 dan 236 dari Abu Hurairah] Keenam : Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya, membagi- bagikan manisan dan makanan di pekuburan, duduk di atas kuburan, bercampur baur antara pria dan wanita, bergurau dan meratapi orang-orang yang telah meninggal, dan kemungkaran-kemungkaran lainnya. Lihat perincian yang lain tentang bid'ah yang dilakukan di kuburan dalam kitab Ahkamul Janaiz 258-267 oleh Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah. Ketujuh : Boros dalam membelanjakan harta yang tidak ada manfaatnya dan tidak ada kebaikan padanya. Allah berfirman (yang artinya): “Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" [QS. Al-An'am : 141]. “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat boros itu adalah saudaranya syaitan" [QS. Al-Isra : 26-27] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Tidak akan berpindah kedua kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang ... dan hartanya dari mana ia perolah dan ke mana ia infakkan" [Hadits Riwayat Tirmidzi 2416, Al-Khatib dalam Tarikh-nya 12/440 dari Ibnu Mas'ud, padanya ada kelemahan. Akan tetapi ada pendukungnya dari Abi Barzah di sisi Ad-Darimi 1/131, Abu Nua’im dalam al Hulyah 10/232, Ibnu Ad Daibsyi dalam Dzail Tarikh Baghdad 2/163. Dan dari Mu'adz di sisi Al-Khatib 11/441. Maka hadits ini Hasan.] Kedelapan : Kebanyakan manusia meninggalkan shalat berjama'ah di masjid tanpa alasan syar'i atau mengerjakan shalat Id tetapi tidk shalat lima waktu. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu bencana yang amat besar. Kesembilan : Berdatangannya sebagian besar orang-orang awam ke kuburan setelah fajar hari raya, mereka meninggalkan shalat Id, dirancukan dengan bid'ah mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya. Lihat Al-Madkhal 1/286 oleh Ibnu Hajj, Al-Ibda hal.135 oleh Ali Mahfudh dan Sunnanul Iedain hal.39 oleh Al- Syauqani. Kesepuluh : Tidak adanya kasih sayang terhadap fakir miskin. Sehingga anak-anak orang kaya memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan bebagai jenis makanan yang mereka pamerkan di hadapan orang-orang fakir dan anak- anak mereka tanpa perasaan kasihan atau keinginan untuk membantu dan merasa bertanggung jawab. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya" [Hadits Riwayat Bukhari 13 dan Muslim 45, An-Nasa'i 8/115 dan Al-Baghawi 3474 meriwayatkan dengan tambahan; "dari kebaikan" dan isnadnya Shahih] Kesebelas: Bid'ah-bid'ah yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang dianggap syaikh dengan pengakuan bertaqqarub kepada Allah Ta'ala, padahal tidak ada asalnya sama sekali dalam agama Allah. Bid'ah itu banyak sekali dilakukan muslimin (Lihat beberapa di antaranya dalam kitab A'yadul Islam 58 pasal Bida'ul Iedain). Aku hanya menyebutkan satu saja di antaranya, yaitu kebanyakan para khatib dan pemberi nasehat menyerukan untuk menghidupkan malam hari Id (dengan ibadah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya sebatas itu yang mereka perbuat, bahkan mereka menyandarkan hadits palsu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
yaitu hadits yang berbunyi (yang artinya): “Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fithri dan Idul Adha maka hatinya tidak akan mati pada hari yang semua hati akan mati" [Hadits ini palsu (maudlu'), diterangkan oleh ustazd kami Al-Albani dalam Silsilah Al- Ahadits Adl-Dlaifah 520-521] Maka tidak boleh menyandarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ucapan tersebut. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Judul asli: Ahkaamu Al' Iidaini Fii Al- Sunnah Al-Muthahharah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al- Halabi Al-Atsari dan Syaikh Salim Al Hilali, yang terjemahannya dalam edisi Indonesia ada dua buku yaitu Hari Raya Bersama Rasulullah, Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein; dan Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya, terbitan Maktabah Salafy Press, penerjemah ustadz Hannan Husein

Hal-hal yang dibolehkan ketika berpuasa

Seorang hamba yang taat serta paham Al-Qur'an dan Sunnah tidak akan ragu
bahwa Allah menginginkan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya dan tidak menginginkan kesulitan. Allah dan Rasul-Nya telah membolehkan beberapa hal bagi orang yang puasa, dan tidak menganggapnya suatu kesalahan jika mengamalkannya. Inilah perbuatan- pebuatan tersebut beserta dalil- dalilnya. 1. Memasuki waktu subuh dalam keadaan junub Diantara perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah masuk fajar dalam keadaan junub karena jima' dengan isterinya (sebelum fajar), beliau mandi setelah fajar kemudian shalat. Dari Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'anhuma: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima' dengan isterinya, kemudian ia mandi dan berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109] 2. Bersiwak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali wudlu" [Hadits Riwayat Bukhari 2/311, Muslim 252 semisalnya]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhususkan bersiwak untuk orang yang puasa ataupun yang lainnya, hal ini sebagai dalil bahwa bersiwak itu diperuntukkan bagi orang yang puasa dan selainnya ketika wudlu dan shalat. [Inilah pendapat Bukhari rahimahullah, demikian pula Ibnu Khuzaimah dan selain keduanya. Lihat Fathul Bari 4/158, Shahih Ibnu Khuzaimah 3/247, Syarhus Sunnah 6/298] Demikian pula hal ini umum di seluruh waktu, baik sebelum zawal (tergelincir matahari di tengah hari) ataupun setelahnya. Wallahu 'alam. 3. Berkumur dan Istinsyaq Karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung kemudian menghembuskannya) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang yang berpuasa berlebihan ketika ber-istinsyaq. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “.... Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa" [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/146, Abu Daud 2/308, Ahmad 4/32, Ibnu Abi Syaibah 3/101, Ibnu Majah 407, An-Nasaai no. 87 dari Laqith bin Shabrah, sanadnya SHAHIH] 4. Bercengkrama dan mencium isteri Aisyah Radhiyallahu 'anha pernah berkata (yang artinya): “Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mencium dalam keadaan berpuasa dan bercengkrama dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling bisa menahan diri" [Hadits Riwayat Bukhari 4/131, Muslim 1106]. "Kami (para Sahabat) pernah berada di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, datanglah seorang pemuda seraya berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa?" Beliau menjawab, "Tidak". Datang pula seorang yang sudah tua dan dia berkata: "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa ?". Beliau menjawab: "Ya". Kami saling pandang satu sama lain, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya orang tua itu (lebih bisa) menahan dirinya".[ Hadits Riwayat Ahmad 2/185,221 dari jalan Ibnu Lahi'ah dari Yazid bin Abu Hubaib dari Qaushar At-Tufibi darinya. Sanadnya dhaif (lemah) karena dhaif- nya Ibnu Lahi'ah, tetapi punya syahid (pendukung) dalam riwayat Thabrani dalam Al-Kabir 11040 dari jalan Habib bin Abi Tsabit dari Mujahid dari Ibnu Abbas, Habib seorang mudallis dan telah 'an-'anah, dengan syahid ini haditsnya menjadi hasan, lihat Faqih Al-Mutafaqih 192-193 karena padanya terdapat hadits dari jalan- jalan yang lain]. 5. Mengeluarkan darah dan suntikan yang tidak mengandung makanan Hal ini bukan termasuk pembatal puasa, lihat pada pembahasan halaman sebelumnya. Lihat Risalatani Mujizatani fiz Zakati washiyami hal.23 oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah. 6. Berbekam Dahulu berbekam merupakan salah satu pembatal puasa, namun kemudian dihapus dan telah ada hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berbekam ketika puasa. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam berbekam, padahal beliau sedang berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/155-Fath, Lihat Nasikhul Hadits wa Mansukhuhu 334-338 karya Ibnu Syahin] 7. Mencicipi makanan Hal ini dibatasi, yaitu selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: “Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa, selama tidak sampai ke tenggorokan" [Hadits Riwayat Bukhari secara mu'allaq 4/154 -Fath, dimaushulkan Ibnu Abi Syaibah 3/47, Baihaqi 4/261 dari dua jalannya, hadits ini Hasan. Lihat Taghliqut Ta'liq 3/151-152] 8. Bercelak, memakai tetes mata dan lainnya yang masuk ke mata Benda-benda ini tidak membatalkan puasa, baik rasanya yang dirasakan di tenggorokan atau tidak. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam risalahnya yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus Shiyam serta murid beliau yaitu Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma'ad, Imam Bukhari berkata dalam shahhihnya (4/153-Fath) hubungkan dengan Mukhtashar Shahih Bukhari 451 karya Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah, dan Taghliqut Ta'liq 3/151-152: "Anas bin Malik, Hasan Al- Bashri dan Ibrahim An-Nakha'i memandang, tidak mengapa bagi yang berpuasa". 9. Mengguyurkan Air ke Atas Kepala dan Mandi Bukhari menyatakan dalam kitab Shahihnya [lihat maraji’ di atas] Bab Mandinya orang yang puasa, Umar membasahi bajunya dengan air untuk mendinginkan badannya karena haus ketika puasa kemudian dia memakainya ketika dalam keadaan puasa. As-Sya'bi masuk kamar mandi dalam keadaan puasa. Al-Hasan berkata: "Tidak mengapa berkumur- kumur dan memakai air dingin dalam keadaan puasa". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan. [Hadits Riwayat Abu Daud 2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih]