Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday, 14 August 2011

Berilmu, Namun Enggan Beramal dan Beramal Baik Namun Masuk Neraka

Pelajaran penting bahwa kita bukan
hanya dituntut untuk berilmu tetapi
juga mengamalkan ilmu yang telah
kita miliki. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Baiknya seseorang bukanlah hanya
mengetahui (mengilmui) kebenaran
saja, tanpa adanya amalan mahabbah
(cinta), tanpa adanya rasa ingin
melakukan amalan dan enggan
beramal itu sendiri. Juga bukanlah bahagia jika seeorang mengilmui
tentang Allah, mengetahui hak-hak-
Nya, namun tidak ada rasa mahabbah
(cinta), enggan beribadah kepada
Allah dan enggan pula mentaati-Nya.
Bahkan ketahuilah bahwa seberat- beratnya adzab pada hari kiamat
adalah siksaan yang didapati seorang
‘alim namun sama sekali Allah tidak
memberi manfaat pada ilmunya
(artinya, ia tidak mengamalkan
ilmunya, pen). Sudah dimaklumi, iman adalah iqror,
tidak hanya sebatas pada tashdiq
(membenarkan semata, atau hanya
berilmu saja, pen). Iqror itu berarti ada
di dalamnya perkataan lisan (yaitu
tahsdiq) dan amalan hati (yaitu keyakinan) [artinya: harus juga ada
amalan, pen]." Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/568 & 638 *** Setelah kita mengilmui sesuatu
amalan--misalnya--, maka amalkanlah
karena ilmu tiada guna jika tanpa
amalan. Seseorang tidak dikatakan
baik jika hanya berilmu sedangkan
amalan tidak ada. Berilmulah setelah itu beramal. Amalan tanpa ilmu jadi
sia-sia, ilmu tidak membuahkan
amalan pun tidak menunjukkan
kebaikan.


Nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berikut memberikan kita
pelajaran agar tidak berlaku ujub. Sifat
ujub membuat amalan yang kita
lakukan seakan-akan sirna. Akibat itu, neraka pun yang bisa jadi ancaman.
Sehingga beramal baik pun selamanya
tidak berujung baik. Bisa jadi
ujungnya adalah seperti ini karena
rasa ujub dalam diri. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Sebagian ulama salaf, di antaranya
Sa’id bin Jubair berkata, ﺎَﻬِﺑ ُﻞُﺧْﺪَﻴَﻓ َﺔَﻨَﺴَﺤْﻟﺍ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ َﺪْﺒَﻌْﻟﺍ َّﻥﺇ ُﻞُﺧْﺪَﻴَﻓ َﺔَﺌِّﻴَّﺴﻟﺍ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ َﺪْﺒَﻌْﻟﺍ َّﻥِﺇَﻭ َﺭﺎَّﻨﻟﺍ ﺎَﻬِﺑ ُﺐَﺠْﻌُﻴَﻓ َﺔَﻨَﺴَﺤْﻟﺍ ُﻞَﻤْﻌَﻳ َﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ﺎَﻬِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻳَﻭ َﺭﺎَّﻨﻟﺍ ُﻪَﻠِﺧْﺪُﺗ ﻰَّﺘَﺣ ﺎَﻬِﺑ ُﺮِﺨَﺘْﻔَﻳَﻭ ُﻪُﺘَﺑْﻮَﺗَﻭ ﺎَﻬْﻨِﻣ ُﻪُﻓْﻮَﺧ ُﻝﺍَﺰَﻳ ﺎَﻠَﻓ َﺔَﺌِّﻴَّﺴﻟﺍ َﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ُﻪَﻠِﺧْﺪُﺗ ﻰَّﺘَﺣ ﺎَﻬْﻨِﻣ Sesungguhnya ada seorang hamba
yang beramal kebaikan malah ia
masuk neraka. Sebaliknya ada pula
yang beramal kejelekan malah ia
masuk surga. Yang beramal kebaikan
tersebut, ia merasa ujub (bangga dengan amalnya), lantas ia pun
berbangga diri, itulah yang
mengakibatkan ia masuk neraka. Ada
pula yang beramal kejelekan, namun
ia senantiasa takut (akan adzab Allah)
dan ia iringi dengan taubat, itulah yang membuatnya masuk surga. Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa', 10/294 Semoga jadi pelajaran berharga di pagi
ini. Semoga Allah melindungi kita dari
sifat ujub dalam beramal. Terhadap
dosa, moga-moga Allah menerima
taubat kita dengan kita isi hari-hari
yang ada dengan amalan sholih.

Derita bisa jadi nikmat..

Sebuah pelajaran berharga dari
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah. Semoga dapat
menghibur hati yang sedang luka atau
merasakan derita. Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan: Di antara sempurnanya nikmat Allah
pada para hamba-Nya yang beriman,
Dia menurunkan pada mereka
kesulitan dan derita. Disebabkan derita
ini mereka pun mentauhidkan-Nya
(hanya berharap kemudahan pada Allah, pen). Mereka pun banyak
berdo’a kepada-Nya dengan berbuat
ikhlas. Mereka pun tidak berharap
kecuali kepada-Nya. Di kala sulit
tersebut, hati mereka pun selalu
bergantung pada-Nya, tidak beralih pada selain-Nya. Akhirnya mereka
bertawakkal dan kembali pada-Nya
dan merasakan manisnya iman.
Mereka pun merasakan begitu
nikmatnya iman dan merasa
berharganya terlepas dari syirik (karena mereka tidak memohon pada
selain Allah). Inilah sebesar-besarnya
nikmat atas mereka. Nikmat ini terasa
lebih luar biasa dibandingkan dengan
nikmat hilangnya sakit, hilangnya rasa
takut, hilangnya kekeringan yang menimpa, atau karena datangnya
kemudahan atau hilangnya kesulitan
dalam kehidupan. Karena nikmat
badan dan nikmat dunia lainnya bisa
didapati orang kafir dan bisa pula
didapati oleh orang mukmin. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’,
10/333) *** Begitu sejuk mendengar kata indah
dari Ibnu Taimiyah ini. Akibat derita,
akibat musibah, akibat kesulitan, kita
pun merasa dekat dengan Allah dan
ingin kembali pada-Nya. Jadi tidak
selamanya derita adalah derita. Derita itu bisa jadi nikmat sebagaimana yang
beliau jelaskan. Derita bisa bertambah
derita jika seseorang malah mengeluh
dan jadikan makhluk sebagai tempat
mengeluh derita. Hanya kepada Allah
seharusnya kita berharap kemudahan dan lepas dari berbagai kesulitan. Nikmat ketika kita kembali kepada
Allah dan bertawakkal pada-Nya serta
banyak memohon pada-Nya, ini terasa
lebih nikmat dari hilangnya derita
dunia yang ada. Karena kembali pada
Allah dan tawakkal pada-Nya hanyalah nikmat yang dimiliki insan
yang beriman dan tidak didapati para
orang yang kafir. Sedangkan nikmat
hilangnya sakit dan derita lainnya, itu
bisa kita dapati pada orang kafir dan
orang beriman. Ingatlah baik-baik nasehat indah ini.
Semoga kita bisa terus bersabar dan
bersabar. Sabar itu tidak ada batasnya.
Karena Allah Ta’ala janjikan, ِﺮْﻴَﻐِﺑ ْﻢُﻫَﺮْﺟَﺃ َﻥﻭُﺮِﺑﺎَّﺼﻟﺍ ﻰَّﻓَﻮُﻳ ﺎَﻤَّﻧِﺇ ٍﺏﺎَﺴِﺣ “Sesungguhnya orang-orang yang
bersabar, ganjaran bagi mereka
adalah tanpa hisab (tak
terhingga).” (QS. Az Zumar: 10). Al
Auza’i mengatakan bahwa
ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan
bahwa pahala bagi orang yang
bersabar tidak bisa dihitung sama
sekali, akan tetapi ia akan diberi
tambahan dari itu. Maksudnya, pahala
mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi
orang yang bersabar adalah surga.[1] Semoga yang singkat ini bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.