Manakala tidak sah pernikahan
kecuali direstui oleh wali, maka sang
wali wajib minta izin kepada
perempuan yang hendak dikawinkan
sebelum dilangsungkan akad nikah.
Tidak boleh seorang wali memaksa perempuan untuk dinikahkan, bila ia
tidak ridha. Jika sang wali tetap
bersikap melangsungkan akad nikah
padahal ia tidak ridha, maka ia berhak
mengajukan pembatalan
pernikahannya. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi
saw. bersabda, “Seorang janda tidak
boleh dinikahkan sebelum dimintai
pendapatnya dan tidak boleh (pula)
seorang gadis dinikahkan hingga
dimintai persetujuannya.” Para sahabat pada bertanya, “Ya
Rasulullah, bagaimana bentuk
persetujuannya itu?” Jawab beliau,
”Yaitu dia diam (ketika dimintai
persetujuan).” (Muttafaqun ’alaih:
IX:191 no:2166 Muslim II:1036 no:1419, ’Aunul Ma’bud VI:115
no:2078, Tirmidzi II:236 no:1113,
Ibnu Majah I:601 no:1871 dan Nasa’i
VI:85). Dari Khansa’ binti Khiddam al-
Anshariyah radhiyallahu’anha bahwa
ayahnya pernah mengawinkanya
sedang ia dalam keadaan janda, maka
ia tidak mau. Kemudian ia datang
menemui Rasulullah saw., maka kemudian beliau membatalkan
pernikahannya.” (Shahih: Irwa-ul
Ghalil no: 0830, fathul Bari IX: 194 no:
5138,’Aunul Ma’bud VI: 127 no: 2087,
Ibnu Majah I: 602 1873 dan Nasa’i VI:
86). Dari Ibnu Abbas ra, bahwa ada
seorang gadis datang kepada Nabi
saw., lalu mengadu bahwa bapaknya
telah mengawinkan dirinya padahal ia
tidak mau, maka kemudian Nabi saw.
menyerahkan sepenuhnya kepadanya antara membatalkan
perkawinannya atau
meneruskannya.” (Shahih: Shahih
Ibnu Majah:1520, ’Aunul Ma’bud VI:
120 no:2082, dan Ibnu Majah I:603
no:1875). Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim
bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah,
terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 542--543
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Saturday, 27 August 2011
akad nikah...
Akad nikah memiliki dua rukun, yaitu
ijab, penyerahan dan qabul. Adapun
syarat sahnya pernikahan adalah: a. Persetujuan dari wali Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap
perempuan yang tidak dinikahkan
oleh walinya, maka nikahnya bathil,
maka nikahnya bathil, maka nikahnya
bathil; jika terlanjur kawin berhak mendapatkan maharnya, karena ia
sudah digauli, jika mereka berselisih
pendapat, maka hakimlah yang
berwenang menjadi wali perempuan
yang tidak memiliki wali.” (Shahih:
Shahih Ibnu Majah no:1524, Ibnu Majah I:605 no:1879 dan lafadz ini
baginya, ‘Aunul Ma’bud VI:98
no:2069, Tirmidzi II:280 no:1108, dan
lafadz Abu Daud dan Tirmidzi
berbunyi: FA IN DAKHALA BIHAA ‘jika
sang suami sudah menggaulonya,’ …. FA INISYTAJARUU ’jika mereka
bertentangan.’) b. Kehadiran para saksi Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Sama
sekali tidak nikah, kecuali direstui wali
dan (dihadiri) dua saksi yang
adil.” (Shahih: Shahih Jami’us Shaghir
no:7557, Baihaqi VII:125, Shahih Ibnu Hibbah hal.305 no:1247). Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim
bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah,
terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 541.
ijab, penyerahan dan qabul. Adapun
syarat sahnya pernikahan adalah: a. Persetujuan dari wali Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap
perempuan yang tidak dinikahkan
oleh walinya, maka nikahnya bathil,
maka nikahnya bathil, maka nikahnya
bathil; jika terlanjur kawin berhak mendapatkan maharnya, karena ia
sudah digauli, jika mereka berselisih
pendapat, maka hakimlah yang
berwenang menjadi wali perempuan
yang tidak memiliki wali.” (Shahih:
Shahih Ibnu Majah no:1524, Ibnu Majah I:605 no:1879 dan lafadz ini
baginya, ‘Aunul Ma’bud VI:98
no:2069, Tirmidzi II:280 no:1108, dan
lafadz Abu Daud dan Tirmidzi
berbunyi: FA IN DAKHALA BIHAA ‘jika
sang suami sudah menggaulonya,’ …. FA INISYTAJARUU ’jika mereka
bertentangan.’) b. Kehadiran para saksi Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Sama
sekali tidak nikah, kecuali direstui wali
dan (dihadiri) dua saksi yang
adil.” (Shahih: Shahih Jami’us Shaghir
no:7557, Baihaqi VII:125, Shahih Ibnu Hibbah hal.305 no:1247). Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim
bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah,
terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 541.
Subscribe to:
Posts (Atom)