Usrah (rumah tangga) merupakan
batu (pondasi) pertama dalam sebuah
bangunan mujtama’ (masyarakat); jika
setiap keluarga itu (usrah) baik maka
seluruh mujtama’ (masyarakat)
menjadi baik, jika ia rusak maka seluruh mujtama’ menjadi rusak. Oleh
karena itu, Islam memberi perhatian
yang besar terhadap persoalan usrah
dan telah menetapkan pedoman yang
diharapkan mampun menjamin
keselamatan dan kebahagiaan rumah tangga. Islam memandang rumah tangga usrah adalah bangunan yang berdiri tegak di atas sebuah perserikatan diantara suami dan isteri. Sebagai penanggung jawab pertama adalah suami. Allah berfirman, ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki- laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta benda mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An- Nisaa’:34). Islam telah menetapkan hak-hak bagi setiap orang dari dua orang yang berserikat (suami dan isteri). Dengan terlaksananya hak-hak tersebut, akan memberi jaminan bagi kestabilan bangunan rumah tangga. Dan Islam sangat menganjurkan kepada masing-masing dari kedua belah pihak agar menunaikan kewajibannya dan supaya menutup mata terhadap apa yang kadang- kadang terjadi dalam bentuk sikap memandang enteng terhadap kewajibannya. Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 581 -- 582.
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Saturday, 27 August 2011
Problematika Rumah Tangga
Hampir tidak didapati sebuah usrah
(umah tangga) ang terbebas dari
segala macam problem dan
perselisihan. Namun,setiap usrah
bervariatif persoalan dan problemnya
yang dihadapi. Islam sangat menganjurkan suami dan isteri untuk
mengatasi berbagai problem yang
mendera mereka berdua dan
memecahkan segala aral melintang
yang menghadapi bahtera mereka,
dan Islam juga membimbing masing- masing dari suami isteri agar
menempuh solusi terbaik,
sebagaimana ia juga menghasung
mereka berdua agar sesegera
mungkin menempuh solusi terbaik
bila muncul benih-benih perpecahan dan perbedaan persepsi. Allah SWT
befirman, ”Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan musyuznya makat
nasihatilah mereka, pisahkanlah
mereka di tempat-tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.”(A- Nisaa’:34). Dalam ayat yang lain, Allah
SWT berfirman, ”Dan jika seorang
wanita, khawatir sikap musyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya maka
tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu
lebih baik (bagi mereka).” (QS. an-
Nisaa’:128) Manhaj Islami tidak menunggu sampai nusyuz itu benar-benar menjadi realitas dan isteri mengibarkan bendera pembangkangan sehingga merontokkan wibawa qawana (kepemimpinan) dan memecah institusi rumah tangga menjadi dua kubu. Karena terapi dan upaya penyelesaian seringkali kurang bermanfaat bila kondisi persoalan sudah mencapai kondisi semacam ini. Karena itu gejala-gejala awal nusyuf harus segera diselesaikan sebelum permasalahannya menjadi lebih besar. Sebab ujung-ujungnya akan menimbulkan kerusakan pada orgranisasi yang sangat vital ini, sehingga tidak akan ada lagi ketenangan dan ketentraman di dalamnya, proses pendidikan dan pengkaderan generasi tidak bisa lagi berjalan dengan baik dalam suasana yang gawat ini. Selanjutnya akan terjadi keruntuhan dan kehancuran institusi ini secara keseluruhan. Anak- anaknya, berantakan. Pendidikan mereka terombang-ambing di tengah badai kehancuran yang dapat mengantarkan mereka ke berbagai macam penyakit rohani dan jasmani serta kelainan jiwa. Jika demikian halnya maka masalahnya sangat harus segera diambil langkah-langkah antisipatif dalam menyelesaikan gejala-gejala bakal terjadinya nusyuz. Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 607 -- 608
(umah tangga) ang terbebas dari
segala macam problem dan
perselisihan. Namun,setiap usrah
bervariatif persoalan dan problemnya
yang dihadapi. Islam sangat menganjurkan suami dan isteri untuk
mengatasi berbagai problem yang
mendera mereka berdua dan
memecahkan segala aral melintang
yang menghadapi bahtera mereka,
dan Islam juga membimbing masing- masing dari suami isteri agar
menempuh solusi terbaik,
sebagaimana ia juga menghasung
mereka berdua agar sesegera
mungkin menempuh solusi terbaik
bila muncul benih-benih perpecahan dan perbedaan persepsi. Allah SWT
befirman, ”Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan musyuznya makat
nasihatilah mereka, pisahkanlah
mereka di tempat-tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.”(A- Nisaa’:34). Dalam ayat yang lain, Allah
SWT berfirman, ”Dan jika seorang
wanita, khawatir sikap musyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya maka
tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu
lebih baik (bagi mereka).” (QS. an-
Nisaa’:128) Manhaj Islami tidak menunggu sampai nusyuz itu benar-benar menjadi realitas dan isteri mengibarkan bendera pembangkangan sehingga merontokkan wibawa qawana (kepemimpinan) dan memecah institusi rumah tangga menjadi dua kubu. Karena terapi dan upaya penyelesaian seringkali kurang bermanfaat bila kondisi persoalan sudah mencapai kondisi semacam ini. Karena itu gejala-gejala awal nusyuf harus segera diselesaikan sebelum permasalahannya menjadi lebih besar. Sebab ujung-ujungnya akan menimbulkan kerusakan pada orgranisasi yang sangat vital ini, sehingga tidak akan ada lagi ketenangan dan ketentraman di dalamnya, proses pendidikan dan pengkaderan generasi tidak bisa lagi berjalan dengan baik dalam suasana yang gawat ini. Selanjutnya akan terjadi keruntuhan dan kehancuran institusi ini secara keseluruhan. Anak- anaknya, berantakan. Pendidikan mereka terombang-ambing di tengah badai kehancuran yang dapat mengantarkan mereka ke berbagai macam penyakit rohani dan jasmani serta kelainan jiwa. Jika demikian halnya maka masalahnya sangat harus segera diambil langkah-langkah antisipatif dalam menyelesaikan gejala-gejala bakal terjadinya nusyuz. Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As- Sunnah), hlm. 607 -- 608
Subscribe to:
Posts (Atom)