Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday 1 May 2011

CALON CALON PENGHUNI SURGA

Siapakah calon-calon penghuni Surga? Allah menginformasikan nya kepada kita. Sebagian di antara mereka digambarkan dalam ayat ayat berikut ini. QS. Al Ahqaf (46) :15
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa, dan umumya sampai empat puluh tahun ia berdoa : Ya, Tuhanku tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhoi, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” QS. Al Ahqaf (46) : 16
"Mereka itulah orang-orang yang diterima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan, dan Kami ampuni kesalahan- kesalahan mereka, bersama penghuni penghuni Surga, sebagai janji yang benar yang telah Kami janjikan kepada mereka" Mengikuti ayat tersebut, kita memperoleh kesimpulan tentang siapakah orang yang bakal masuk Surga.
1. Orang yang berbuat baik kepada ibu bapaknya
2. Orang yang pandai bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diterimanya.
3. Orang yang beramal saleh dengan mengharap ridho Allah.
4. Orang yang bertaubat atas segala kesalahan yang pernah dia lakukan.
5. Orang yang berserah diri hanya kepada Allah saja. ldealnya, kita bisa mengerjakan kelima hal tersebut dalam kehidupan kita. Maka Insya Allah kita akan menjadi salah satu dari penduduk Surga. Itulah janji Allah. Orang yang demikian, kata Allah, akan diterima amalannya dan dimaafkan segala kesalahannya. Bagaimanakah penjelasannya? Marilah kita bahas lebih jauh. 1. Berbuat Baik kepada Ibu Bapak. Kenapa orang yang berbuat baik kepada ibu bapaknya menjadi calon penghuni Surga? Sebab, orang tua adalah wakil Allah di muka Bumi, berkaitan dengan penciptaan manusia. Kalau tidak ada orang tua kita, maka kita pun tidak akan pernah ada di muka Bumi ini. Karena itu, kita bisa merasakan betapa besar dan sentralnya peranan orang tua dalam kehidupan kita. lbu kitalah yang bersusah payah mengandung, memelihara dan mendidik sampai kita dewasa. Dan bapak kita berusaha mati-matian untuk menafkahi keluarga. Mempertahankan hidup kita sampai dewasa. Sampai bisa dilepas untuk bisa hidup mandiri. Maka, kata Allah di dalam ayat tersebut, anak yang bisa membalas budi kepada orang tuanya dan mendoakan mereka termasuk perhatian kepada anak cucunya akan memperoleh penghargaan yang tinggi dari Allah. Orang yang seperti ini, telah 'membantu' Allah untuk menciptakan generasi-generasi yang berkualitas di muka Bumi bagi masa depannya. Maka, ia berhak memperoleh kebahagiaan Surga. 2. Orang Yang Pandai Bersyukur. Orang yang pandai bersyukur menunjukkan bahwa ia adalah orang yang bijak. Sedangkan orang yang bijak menunjukkan bahwa dia orang yang memiliki pemahaman yang mendalam. Dan, orang yang memiliki pemahaman yang mendalam menunjukkan bahwa ia telah makan asam garam kehidupan. Dalam konteks agama, ia bukan hanya orang yang bisa berteori di dalam beragama, melainkan telah menjalani agama ini dengan sepenuh hatinya. la telah 'bertemu' Allah dalam setiap aktivitas kehidupannya. Bagaimana seseorang bisa bersyukur, kalau ia tidak pernah 'bertemu Allah'. Kepada siapakah ia bersyukur jika ia tidak paham bahwa Allah lah Tuhan semesta alam. Bahwa Allah lah yang telah memberinya kenikmatan itu. Baik berupa kesehatan, harta, kedudukan, ilmu pengetahuan, dan berbagai macam kenikmatan lainnya. Orang yang bisa bersyukur adalah orang yang telah melewati masa-masa kritis dalam keimanannya, dalam ketakwaannya. la telah ditempa kehidupan yang memberikan kesimpulan bahwa hidup ini temyata milik Allah. Bukan miliknya. Karena itu, ia mensyukuri segala nikmat yang diperolehnya, sebab ia tahu persis bahwa semua itu semata-mata pemberianNya ... ! Maka, orang yang demikian ini sangat pantas tinggal di Surga. 3. Beramal Saleh, Mengharap Ridha Allah. Kenapa pulakah orang yang beramal saleh pantas masuk Surga? Orang yang beramal saleh adalah orang-orang yang sepanjang hidupnya ingin bermanfaat sebesar-besarnya. Baik buat dirinya sendiri, buat keluarganya, buat sahabat-sahabatnya, buat masyarakatnya, buat bangsa dan akhirnya buat syiar agamanya. Orang yang bisa beramal saleh adalah orang yang paham tentang misi kehidupan dan misi beragamanya. ia telah menemukan pemahaman yang menyeluruh (holistik) atas kehidupannya. Dan, setelah paham semua itu, ia lantas melakukan amalan yang bermanfaat sepanjang hidupnya. Di mana pun dia berada. Maka, orang yang demikian adalah orang-orang yang telah melewati tahapan iman dan takwa. Sebab Iman adalah Keyakinan. Dan Takwa adalah kemampuan mengendalikan diri saat melakukan amalan. Kedua duanya telah dijalankannya secara praktis saat ia melakukan amalan yang saleh. Maka, pantaslah seorang yang banyak amalan salehnya akan memasuki Surga. Karena sebenarnya, itu adalah gambaran praktis dari seorang yang telah tinggi keimanan dan takwanya. Apalagi amalan salehnya itu bukan karena pamer atau pamrih, melainkan karena ingin mencari ridha Allah. 4. Orang yang Bertaubat. Siapakah orang yang tidak pernah berbuat salah? Siapa pulakah manusia yang tidak pernah berdosa? Tidak ada, kecuali hamba hambaNya yang dijaga agar tetap makshum oleh Allah, sebagaimana Rasulullah saw. Karena itu, Allah telah menetapkan Dirinya sebagai Dzat Yang Maha Pengampun dan Penerima Taubat. Jika Allah menghukum manusia karena kesalahannya, maka manusia seluruh muka Bumi ini tidak ada yang tersisa satu pun dari azabNya. Tetapi Allah Maha Pengampun dan Maha Pemaaf. Maka, sebenarnya, orang-orang yang bisa masuk Surga itu lebih dikarenakan sifat Pengampun dan PemaafNya saja. Jika tidak, maka sungguh tidak ada yang pantas masuk ke dalam Surga Allah itu, disebabkan oleh begitu banyak dosa yang telah diperbuatnya. Karena itu, Allah mengatakan di dalam ayat tersebut bahwa orang-orang yang pantas masuk Surga itu adalah orang- orang yang selalu bertaubat kepadaNya. Bertaubat adalah memohon ampunan dan belas kasih permaafan dari Allah atas segala dosa dan kesalahan yang telah di perbuatnya. Dan dia berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada Allah untuk tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Kalau kita sepenuh hati memohon ampunanNya dan bertaubat, Insya Allah Dia akan memaafkan dosa-dosa kita, sebesar apa pun dosa yang telah kita lakukan. Tidak ada dosa di alam semesta ini yang besamya melebihi besamya Kasih Sayang Allah. Demikian pula, tidak ada dosa di dunia ini yang besarnya mengalahkan sifat Pengampun dan Pemaafnya Allah. Maka, datanglah kepadaNya dengan berendah diri dan penuh penyesalan, Insya Allah Dia akan mengampuni dosa-dosa yang pernah kita lakukan, seluruhnya. Dan Ia akan memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambaNya di dalam Surga. 5. Berserah Diri Hanya kepada Allah Saja. Puncak dari seluruh perjalanan keagamaan kita ini sebenarnya adalah berserah diri kepada Allah. Seluruh tahapan- tahapan kualitas yang pernah kita jalani dalam beragama, muaranya adalah berserah diri kepada Allah saja. Hal ini dikemukan Allah di dalam berbagai ayatNya. QS. An Nisaa : 125
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya di antara kalian, selain orang orang yang berserah diri hanya kepada Allah, dan dia selalu berbuat kebajikan…” Berserah diri adalah tingkatan tertinggi di dalam beragama Islam. Sehingga secara retorika, Allah bertanya kepada kita : siapakah yang lebih baik agamanya di antara manusia, kecuali orang-orang yang berserah diri kepada Allah? Jawaban atas pertanyaan itu telah diberikan sendiri olehNya, bahwa yang terbaik adalah berserah diri Di ayatNya yang lain, secara tegas Allah menempatkan 'berserah diri' itu di atas keimanan dan ketakwaan. QS. Ali Imran (3) : 102
"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri (Islam)." Keimanan adalah langkah awal, dimana seseorang 'dianjurkan' untuk memperoleh keyakinan bahwa apa yang akan dia jalani di dalam beragama ini adalah benar dan bermanfaat. Setelah ia peroleh keyakinan itu, maka ia mesti menjalankan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Sebab beragama ini memang bukan sekadar pengetahuan dan keyakinan saja, melainkan untuk dijalani. Diamalkan. Itulah Takwa : sebuah upaya terus-menerus untuk tetap istidomah di dalam menjalani agama. Ini tidak mudah. Karena itu Allah mengatakan di ayat tersebut bertakwalah kalian dengan 'sebenar benarnya'. Dengan upaya yang sangat keras dan sungguh-sungguh. Dan puncaknya, adalah berserah diri kepada Allah semata. Orang yang sudah makan asam garam kehidupan dalam proses peribadatan yang sangat panjang. Ketika seseorang sudah mencapai tingkatan 'berserah diri kepada Allah', maka bisa dikatakan dia sudah menemukan hakikat kehidupan. Bahwa segala yang ada ini tenyata bukan miliknya. Harta yang dia punyai pun sebenarnya bukan miliknya. Karena ternyata, dia tidak pernah bisa menolak kehadiran maupun lenyapnya harta itu ketika sudah waktunya. Demikian pula istri atau suami, dan keluarga yang dicintainya. Semuanya juga bukan miliknya. Karena suatu ketika, mereka satu per satu akan meninggalkannya. Kekuasaan, juga tidak pernah ada yang kekal abadi. Kekuasaan yang dia peroleh hari ini, suatu ketika harus dilepasnya pula. Dia dibatasi oleh umur dan kondisi di sekelilingnya. Bahkan dirinya dan hidupnya. Ternyata, juga bukan miliknya. Dia tidak pernah bisa menghindari sakit, lelah, sedih, gembira dan berbagai masalah yang menghampiri kehidupannya. Bahkan akhirnya, dia tidak pernah bisa melawan proses ketuaan. Suatu ketika dia harus merelakan kehidupannya, meninggalkan dunia yang fana, untuk kembali kepada Sang Pemilik Kehidupan. Maka, ujung dari seluruh perjalanan kehidupannya itu, ia menyimpulkan untuk berserah, diri kepada Allah saja. la mengakui, bahwa dirinya bukan apa-apa. Allah lah yang memiliki dan berkuasa atas segala-galanya di alam semesta. la letakkan seluruh rasa possessive nya, rasa kepemilikannya terhadap dunia. Dia menata hatinya untuk kembali kepada Allah. Berserah diri sepenuh-penuhnya, sebagaimana yang selalu ia ikrarkan dalam setiap shalatnya : "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku kuserahkan hanya untuk Allah semata . . . " Kalau sudah demikian adanya, maka sesungguhnya ia telah memperoleh Surga dunia. Dan setelah hari kiamat nanti, Allah akan memasukkan orang itu ke dalam Surga yang sesungguhnya. Bukan hanya 'wilayah Surga' yang penuh dengan taman- taman indah, mata air mata air yang jernih, buah-buahan yang sedap rasanya, serta berbagai kenikmatan kebendaan. Karena sejak di dunia ia telah terlanjur memperoleh kesimpulan bahwa semua kenikmatan benda itu adalah 'semu belaka'! 'Kenikmatan Yang Sejati' telah dia peroleh lewat dzikir-dzikirnya yang panjang kepada Allah. Telah dia rasakan saat-saat shalat malam dalam keheningan semesta. Dan telah dia 'genggam' dalam seluruh tarikan nafas maupun denyut jantungnya yang selalu membisikkan kalimat-kalimat tauhid : Allah ... Allah ... Allah ..

Wanita Penghuni SurgaItu…

Dari Atha bin Abi Rabah, ia
berkata, Ibnu Abbas berkata
padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya” Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku
tersingkap (saat penyakitku
kambuh). Doakanlah untukku
agar Allah Menyembuhkannya. ’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu
surga, dan jika engkau mau, aku
akan mendoakanmu agar Allah
Menyembuhkanmu.’ Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku
terbuka, doakanlah agar auratku
tidak tersingkap.’ Maka Nabi pun
mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Betapa rindunya hati ini kepada
surga-Nya yang begitu indah.
Yang luasnya seluas langit dan
bumi. Betapa besarnya harapan
ini untuk menjadi salah satu
penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang
wanita yang berhasil meraih
kedudukan mulia tersebut.
Bahkan ia dipersaksikan sebagai
salah seorang penghuni surga di
kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan
jantungnya masih berdetak.
Kakinya pun masih menapak di
permukaan bumi. Sebagaimana perkataan Ibnu
Abbas kepada muridnya, Atha
bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita
penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya” Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst” Wahai saudariku, tidakkah
engkau iri dengan kedudukan
mulia yang berhasil diraih wanita
itu? Dan tidakkah engkau ingin
tahu, apakah gerangan amal
yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga? Apakah karena ia adalah wanita
yang cantik jelita dan berparas
elok? Ataukah karena ia wanita
yang berkulit putih bak batu
pualam? Tidak. Bahkan Ibnu Abbas
menyebutnya sebagai wanita
yang berkulit hitam. Wanita hitam itu, yang mungkin
tidak ada harganya dalam
pandangan masyarakat. Akan
tetapi ia memiliki kedudukan
mulia menurut pandangan Allah
dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah
tolak ukur kemuliaan seorang
wanita. Kecuali kecantikan fisik
yang digunakan dalam koridor
yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya
dan orang-orang yang halal
baginya. Kecantikan iman yang terpancar
dari hatinyalah yang
mengantarkan seorang wanita
ke kedudukan yang mulia.
Dengan ketaqwaannya,
keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan
shalihnya, seorang wanita yang
buruk rupa di mata manusia pun
akan menjelma menjadi secantik
bidadari surga. Bagaimanakah dengan wanita
zaman sekarang yang sibuk
memakai kosmetik ini-itu demi
mendapatkan kulit yang putih
tetapi enggan memutihkan
hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa
merusak kecantikkannya, tetapi
tak khawatir bila iman dan
hatinya yang bersih ternoda oleh
noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka
petunjuk -. Kecantikan fisik bukanlah
segalanya. Betapa banyak
kecantikan fisik yang justru
mengantarkan pemiliknya pada
kemudahan dalam bermaksiat.
Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu,
janganlah engkau merasa
rendah diri. Syukurilah sebagai
nikmat Allah yang sangat
berharga. Cantikkanlah imanmu.
Cantikkanlah hati dan akhlakmu. Wahai saudariku, wanita hitam
itu menderita penyakit ayan
sehingga ia datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar
berdoa kepada Allah untuk
kesembuhannya. Seorang
muslim boleh berusaha demi
kesembuhan dari penyakit yang
dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar
syariat. Salah satunya adalah
dengan doa. Baik doa yang
dipanjatkan sendiri, maupun
meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-
doanya yang dikabulkan oleh
Allah. Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan
auratku tersingkap (saat
penyakitku kambuh). Doakanlah
untukku agar Allah
Menyembuhkannya.” Saudariku, penyakit ayan
bukanlah penyakit yang ringan.
Terlebih penyakit itu diderita oleh
seorang wanita. Betapa besar
rasa malu yang sering
ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak
anggota masyarakat yang masih
menganggap penyakit ini
sebagai penyakit yang
menjijikkan. Tapi, lihatlah perkataannya.
Apakah engkau lihat satu kata
saja yang menunjukkan bahwa
ia benci terhadap takdir yang
menimpanya? Apakah ia
mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa
malunya ia karena menderita
penyakit ayan? Tidak, bukan itu
yang ia keluhkan. Justru ia
mengeluhkan auratnya yang
tersingkap saat penyakitnya kambuh. Subhanallah. Ia adalah seorang
wanita yang sangat khawatir bila
auratnya tersingkap. Ia tahu
betul akan kewajiban seorang
wanita menutup auratnya dan ia
berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit.
Inilah salah satu ciri wanita
shalihah, calon penghuni surga.
Yaitu mempunyai sifat malu dan
senantiasa berusaha menjaga
kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana
dengan wanita zaman sekarang
yang di saat sehat pun dengan
rela hati membuka auratnya??? Saudariku, dalam hadits di atas
terdapat pula dalil atas
keutamaan sabar. Dan kesabaran
merupakan salah satu sebab
seseorang masuk ke dalam
surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan
bagimu surga, dan jika engkau
mau, aku akan mendoakanmu
agar Allah Menyembuhkanmu. ” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.” Wanita itu lebih memilih bersabar
walaupun harus menderita
penyakit ayan agar bisa menjadi
penghuni surga. Salah satu ciri
wanita shalihah yang
ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan
dengan kesabaran yang baik. Saudariku, terkadang seorang
hamba tidak mampu mencapai
kedudukan kedudukan mulia di
sisi Allah dengan seluruh amalan
perbuatannya. Maka, Allah akan
terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan
suatu hal yang tidak disukainya.
Kemudian Allah Memberi
kesabaran kepadanya untuk
menghadapi cobaan tersebut.
Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang
hamba mencapai kedudukan
mulia yang sebelumnya ia tidak
dapat mencapainya dengan
amalannya. Sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia
dari Allah untuk seorang hamba
yang mana ia belum
mencapainya dengan
amalannya, maka Allah akan
memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau
anaknya, lalu Allah akan
menyabarkannya hingga
mencapai kedudukan mulia yang
datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat
dalam silsilah Al-Haadits Ash-
shahihah 2599) Maka, saat cobaan menimpa,
berusahalah untuk bersabar. Kita
berharap, dengan kesabaran kita
dalam menghadapi cobaan Allah
akan Mengampuni dosa-dosa
kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya. Lalu wanita itu melanjutkan
perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku
terbuka, doakanlah agar auratku
tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah
agar auratnya tidak tersingkap.
Wanita itu tetap menderita ayan
akan tetapi auratnya tidak
tersingkap. Wahai saudariku, seorang wanita
yang ingatannya sedang dalam
keadaan tidak sadar, kemudian
auratnya tak sengaja terbuka,
maka tak ada dosa baginya.
Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi,
lihatlah wanita tersebut. Bahkan
di saat sakitnya, ia ingin auratnya
tetap tertutup. Di saat ia sedang
tak sadar disebabkan
penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai
muslimah tetap terjaga.
Bagaimana dengan wanita
zaman sekarang yang secara
sadar justru membuka auratnya
dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya?
Maka, masihkah tersisa
kehormatannya sebagai seorang
muslimah? Saudariku, semoga kita bisa
belajar dan mengambil manfaat
dari wanita penghuni surga
tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.