Nonton iklan bentar ya...!!!

Friday 13 April 2012

wisata ke surga..

Hidup ini adalah wisata. Wisata itu dimulai jauh sebelum kita lahir keduani, yakni ketika Allah mulai merencanakan penciptaan kita saat kita masih berada di alam ruh. Wisata kehidupan manusia semakin nyata sejak ruh ditiupkan ke dalam diri kita saat kita masih berada dalam kandung ibu kita. Wisata kehidupan ini adalah sebuah ketentuan dan kehendak Allah. Mau tidak mau, kita tetap berwisata. Siap atau tidak siap, kita tetap berwisata kehidupan. Yakin atau tidak yakin, kita tetap menjalani wisata ini. Inilah kehendak Allah, Penguasa dan Pemilik alam semesta yang tidak dapat dihindari atau ditolak oleh siapapun; apapun agamanya, setinggi apapun pangkatnya, sebanyak apapun hartanya dan sedalam apapun ilmunya. Sesungguhnya dalam menjalankan wisata kehidupan ini, masnusia hanya terbagi dua. Pertama, yang sukses dalam menjalankan wisata dan menikmati lika liku yang dihadapi selama berwisata. Kedua, yang gagal menjalankannya dan tidak menikmati lika likunya. Apapun agama, kelompok, partai, profesi, kapanpun dan di manapun masnusia berada, manusia pada dasarnya hanya terbagi dua golongan. Yang suskes dan yang gagal dalam wisata kehidupan ini. Sesungguhnya Allah telah menentukan bahwa wisata kehidupan masnusia itu terbagi menjadi lima periode. Pertama, periode kematian pertama; yakni saat kita masih di alam ruh, masih dalam perencanaan Allah dan belum dicipatakan dan dihidupkan di atas bumi ini. Kedua, periode kehidupan pertama; yakni saat kita diberi Allah jatah hidup di dunia ini. Ketiga, peridoe kematian kedua, yakni saat kita distop Allah jatah hidup di dunia dan dimasukkan ke dalam alam barzakh (pemisah antara dunia dan akhirat). Keempat, periode kehidupan kedua, yakni saat kta dihidupkan dan dibangkitkan kembali oleh Allah dari kubur atau alam barzakh pada saat dunia dan alam ini Allah hacurkan (kiamat). Kelima, periode kembali kepada Allah, Tuhan Pencipta dan Pemilik alam alam semesta, Tuhan dunia dan akhirat. Inilah lima periode wisata kehidupan manusia, siapapun dia, apapun pangkatnya, di manapun dan kapanpun dia hidup di dunia ini sebagaimana yang Allah jelasakan : “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati (tidak ada), lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, dan kemudian Dia menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. [QS. al-Baqarah (2) : 28] Menarik untuk kita renungkan, bahwa dari lima periode wisata kehidupan yang kita lewati, hanya satu periode yang menentukan apakah kita sukses atau gagal dalam wisata kehidupan yang amat panjang dan abadi itu. Periode tersebut ialah periode saat kita menjalani kehidupan dunia ini. Adapun periode kematian pertama dan bahkan awal periode kehidupan pertama; dari dalam kandungan sampai remaja, kita sama sekali tidak diminta pertanggungjawaban apa-apa. Demikian pula periode kematian kedua, perode kehidupan kedua dan periode kembali kepada Allah, kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan hanya menerima hasil dari apa yang kita yakini, kita ucapkan dan apa yang kita perbuat saat menjalani periode kehidupan pertama. Jika baik dan sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka kita akan menerima balsan yang baik pula. Jika buruk atau tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, kita akan menerima balasan yang buruk pula, sebagaimana firman-Nya : "Maka siapa saja yang melakukan kebaikan kendati seberat inti atom, maka ia akan melihat (balasannya). Dan siapapun yang berbuat kejahatan kendati sebesar inti atom, maka ia pasti akan melihat (balasannya)." [QS. al-Zalzalah (99) : 7-8] Wisata kehidupan ini dapat diungungkap melalui fakta ilmiah, fakta sejarah, realitas kehidupan dan tentunya kebenaran berita yang disampaikan Allah; Tuhan Pencipta melalui kitab suci terakhir-Nya yang bernama Al-Qur’an Al-Karim serta Hadits Nabi terakhir, Muhammad Saw. Dengan empat bukti kebenaran tersebut kita akan sampai kepada kesimpulan dan kesepakatan bersama bahwa hidup manusia ternyata bukan hanya di dunia ini. Berawal sejak dari tiada (zero), pemilihan raw material (bahan baku) dari tanah, kemudian menjadi sperma dan ovum, kemudian sperma membuahi ovum, terus berubah menjadi zigot, lalu berkembang dalam rahim ibu sekitar sembilan bulan, kemudian lahirlah manusia ke dunia ini tanpa kekuatan, ilmu dan harta (telanjang) dengan jatah umur dan rezeki masing-masing yang sudah ditentukan Penciptanya. Kemudian mengalami kematian yang akan menghantarkannya ke Alam Barzakh (pemisah antara dunia dan Akhirat). Setelah sekian lama tinggal di Alam Barzakh, manusia akan dihidupkan kembali dan dibangkitkan, kemudian dikumpulkan di satu tempat pertemuan raksasa yang bernama Mahsyar untuk disidangkan dan dimintai pertanggung jawaban semasa hidup di dunia. Setelah itu akan ditentukan nasibnya apakah pantas mendapatkan imbalan Syurga atau Neraka. Di sanalah akhir perjalanan manusia yang benama Akhirat. Di Akhirat itu mereka akan tinggal kekal selama-lamanya. Inilah hakikat wisata (perjalan) manusia yang sebenarnya. Keberhasilan manusia dalam wisata kehidupan menuju Pencipta atau syurga tergantung sekali dengan keberhasilan mereka menjawab enam pertanyaan besar berikut dengan segala konsekuensinya : Siapa yang menciptakan manusia? Dari apa mereka diciptakan? Apa misi dan visi hidup mereka? Sistem nilai apa yang mereka gunakan dalam menjalankan kehidupan dunia ini? Kemana akhir perjalanan wisata kehidupan manusia? Lalu, apakah mereka memiliki pilihan dalam menentukan tempat memulai dan mengakhiri wisata? Atau terpaksa harus mengikuti kehendak dan ketentuan Tuhan Pencipta? Wisata kehisupan manusia adalah fakta dan kenyataan yang harus dilewati setiap insan tanpa kecuali. Apakah dia seorang Nabi dan Rasul, atau lahir sebagai generasi pertama manusia atau generasi pertengahan, atau di akhir zaman. Apakah dia penguasa atau rakyat jelata. Apakah dia konglomerat atau miskin nan papa. Apakah dia seorang super genius atau di bawah rata-rata. Apakah dia bergelar profesor doktor atau bertitel buta aksara. Apakah dia lahir dari keluarga bangsawan atau dari keluarga biasa. Apakah ia lahir dari orang tua yang shaleh atau yang preman. Apakah dia seorang ulama besar, pemimpim umat atau anggota jamaah biasa. Yang pasti dalam melewati periode-period wisata itu tidak ada perbedaan antara manusia karena disebabkan posisi, jabatan, keturunan, harta dan kebanggaan duniawi lainnya. Yang membedakan antara mereka adalah iman, amal shaleh dan taqwa kepada Allah, Tuhan Pencipta. Allah berfirman : "Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari lak-laki dan wanita, dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya manusia yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal." [QS. al-Hujurat (49) : 13] Wisata kehidupan (Rihlatul Khulud) adalah sebuah proses panjang menuju kebahagian abadi atau kesengsaraan yang berkekalan. Wisata kehidupan juga jalan menuju kesuksesan hakiki, sebuah kesuksesan di atas segala bentuk kesuksesan. Timbul pertanyaan, bagaimana cara meraih kemenagan besar itu? Atau dengan kata lain, bagaimana wisata kehidupan ini berakhir di syurga, bukan di neraka? Jawabannya tiada lain kecuali mengimani (meyakini) semua yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, memperbanyak amal shaleh dan berada dalam komunitas yang menegakkan tawashau bil haq wa tawa shau bish-shbar (saling menasehati dalam kebenaran dan dengan kesabaran). Atau dengan kata lain, melakukan amar ma’ruf dan nahi ‘anil mungkar dalam komunitas atau jamaah yang ada dan baru dikembangakan ke masyarakat. Hanya dengan demikian ada jaminan bahwa kita sekarang benar-benar sedang berwisata menuju syurga. Jika tidak demikian halnya, yakinilah kita sedang berwisata menuju neraka, wal ‘iyadzu billah… Sesungguhnya kebenaran wisata kehidupan ini tidak diragukan sedikitpun. Hal ini dapat kita analogikan seperti ini : Jika ada orang yang sangat kita percayai kejujuran, amanah, kecerdasan dan komunikasinya yang sangat baik menyampaikan sebuah berita tentang keberadaan sebuah gedung bernama Gedung Putih di Amerika, bagaimana sikap kita? Kita pasti percaya pada berita itu bukan? Alasannya sangat sederhana, karena yang membawa berita itu adalah orang yang sangat kita percayai. Kemudian, keesokannya kita melihat gambar Gedung Putih itu di sebuah media sambil dicantumkan keterangan di bawahnya sesuai dengan cerita yang diterima dari orang yang kita percayai tadi. Berita yang ada di media itu pasti menambah keyakinan dalam hati kita. Kemudian, dengan tanpa diduga sebelumnya, kita menerima undangan berwisata ke Amerika dan diajak melihat sendiri Gedung Putih itu. Apakah masih ada keraguan dalam hati kita tentang kebenaran berita yang disampaikan orang yang paling kita percayai itu? Jawabannya, pasti tidak ada lagi sedikitpun keraguan yang tersisa dalam hati kita tentang keberadaan Gedung Putih tersebut. Demikian juga halnya dengan wisata kehidupan manusia (Rihlatul Khulud). Yang menyampaikan berita itu kepada kita adalah seorang manusia yang amat sangat dipercaya kejujurannya, amanahnya, kecerdasan dan komunikasinya yang sangat baik. Ialah Muhammad Bin Abdullah. Sedangkan yang membuat berita itu adalah Tuhan Pencipta alam semesta dan juga Pencipta kita. Dia adalah Allah Ta’ala. Dengan Kebesaran dan Keagungan diri-Nya, Dia pula yang mengundang kita untuk melihat dan membaca berita itu dengan mata kepala kita sendiri yang sebelumnya kita tidak tahu apa-apa tentangnya, seperti yang dijelaskan-Nya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan-nya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (52) (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. (53)” [QS. as-Syura (42) : 52–53] Melalui berita-berita yang bersifat pasti kebenaran dan akurasinya, kita mengetahui bahwa ada lima (5) periode wisata kehidupan yang harus kita lewati. Dimulai dengan periode ketika kita belum jadi apa-apa, diteruskan dengan periode kehidupan kita di dunia, kemudian diteruskan dengan periode meninggalkan dunia (kematian) menuju Alam Barzakh, dilanjutkan dengan periode kehidupan kembali setelah dibangkitkan pada hari Kiamat nanti dan diakhiri dengan periode kembali kepada Tuhan Pencipta. Oleh sebab itu, marilah kita pastikan, khsusunya diri kita dan keluarga kita, apakah sedang berwisata menuju syurga atau sedang menuju neraka? Memang kepastian kita masuk syurga atau neraka tidak ada yang tahu dan tidak ada yang dapat memastikannya, karena hal tersebut murni hak dan kehendak Allah Ta’ala. Namun untuk memastikan jalan yang kita lewati apakah jalan ke syurga atau ke neraka, sebenarnya dapat kita ketahui dan rasakan dengan mudah. Caranya, gunakan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. sebagai acuannya. Dari sanalah kita akan mengetahu jalan mana sebenarnya yang kita sedang lewati. Atau dengan kata lain, apakah sebenarnya kita sedang berwisata menuju syurga atau neraka? Kalau ternyata jalan yang kita tempuh adalah jalan yang menghantarkan kita ke syurga, maka bersyukurlah kepada Allah dan mintalah kematian husnil khatimah serta masuk syurga. Namun jika sebaliknya, maka segeralah kembali ke jalan syurga, tinggalkan segera jalan ke neraka itu seraya bertaubat kepada Allah dengan taubatunnashuhah (taubat yang benar), tentunya dengan ilmu dan pengtahuan yang benar pula. Kalau tidak, berarti Anda memaksakan diri menuju neraka dan kehancuran. Kalau ini yang terjadi, tidak ada yang dapat Anda salahkan kecuali diri sendiri. Karena jalan hidup itu adalah pilihan sendiri. semoga Allah membantu dan menolong kita dalam perjalanan wisata kita ke syurga. Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses dalam wisata menuju syurga dan hindarkan kita dari jalan neraka. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin.

Nikmatnya Hidup Di Bawah Naungan Al-Qur'an

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah kenikmatan yang tidak bisa diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya. Kenikmatan hidup di bawah naungan Al-Qur’an itulah yang menyebabkan para Sahabat, Tabiin, Tabiittabiin dan generasi Islam sepanjang masa mampu menikmati hidup di dunia yang sementara ini dengan sangat produktif dan penuh amal shaleh. Bahkan, berbagai ujian dan cobaan yang menimpa mereka disebabkan hidup di bawah naungan Al-Qur’an dan memperjuangkannya mereka rasakan sebagai minhah (anugerah) yang dirasakan manisnya, bukan sebagai mihnah (kesulitan) yang menyebabkan mereka berpaling dan menjauh dari Al-Qur’an. Mereka benar-benar sebagai generasi Qur’ani yang hidup dan mati mereka bersama Al-Qur’an dan untuk Al-Qur’an. Terdapat perbedaan yang jauh antara generasi Qur’ani dengan generasi yang belum dibentuk karakternya, pemikirannya dan prilakunya oleh Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi terbaik sepanjang zaman. Generasi yang mampu mengintegrasikan antara ucapan, keyakinan dan perbuatan. Hidup dan matinya untuk Islam dan umat Islam. Setiap langkah hidupnya didasari Al-Qur’an. Apa yang diperintah Al-Qur’an mereka kerjakan dan apa saja yang dilarang Al-Qur’an mereka tinggalkan. Sebab itu mereka connected (tersambung) selalu dengan Allah Ta’ala dalam semua ucapan, langkah dan perbuatan. Sedangkan generasi yang bukan atau belum dibentuk Al-Qur’an adalah generasi yang kontradiktif dan paradoks. Karakter, pemikiran dan prilakunya bertentangan dengan Al-Qur’an, kendati mereka hafal Al-Qur’an, memahami kandungan Al-Qur’an, fasih berbahasa Al-Qur’an dan bahkan mungkin juga membagi-bagikan Al-Qur’an kepada masyarakat dengan gratis. Oleh sebab itu, tidak heran jika situasi dan kondisi yang dialami oleh generasi Qur’ani sangat jauh berbeda dengan sitauasi dan kondisi yang dialami oleh generasi yang bukan terbentuk berdasarkan Al-Qur’an. Generasi Qur’ani adalah generasi yang cemerlang. Generasi yang semua potensi hidup yang Allah berikan pada mereka dicurahkan untuk meraih kesuksesan di Akhirat, yakni syurga Allah. Dunia dengan segala pernak pernikya, di mata mereka, tak lain adalah sarana kehidupan yang hanya dicicipi sekedar kebutuhan. Orientasi utama hidup mereka adalah kehidupan akhirat yang kekal abadi dan tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan dunia dan seisinya. Allah menjelaskan : قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ Katakanlah (wahai Muhammad Saw)! Maukah kamu aku khabarkan dengan yang jauh lebih baik dari itu semua (harta, wanita, anak, istri dan seterusnya)? Bagi mereka yang bertaqwa, akan mendapatkan di sisi Tuhan Penciptanya Syurga yang mengalir dari bawahnya berbagai macam sungai. Mereka kekal di dalamnya dan ada istri-istri yang suci (tidak haid dan tidak berkeringat) dan juga keridhoan dari Allah (jauh lebih besar bagi mereka) dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran : 15) Lain halnya dengan generasi yang karakter, pemikiran dan perilakunya tidak dibentuk oleh Al-Qur’an. Mereka akan mencurahkan semua potensi diri yang Allah berikan kepada mereka untuk kepentingan hidup di dunia yang sementara ini. Sebab itu, pola fikir dan gaya hidup mereka hanya terfokus pada kehidupan dunia, kalaupun ada untuk akhirat, itupun hanya waktu sisa, harta sisa dan sisa-sisa ilmu dan tenaga. Tak diragukan lagi, hidup mereka bagaikan hewan dan bahkan lebih rendah dan lebih sesat lagi. Orang-orang seperti ini, di akhirat kelak akan hina dan akan menjadi penghuni neraka, kendati di dunia secara formal sebagai Muslim, hidup di komunitas Muslim dan sebagainya. Allah menjelaskan : لَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179) Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf : 179) Kaumuslimin rahimakumullah… Agar kita dan generasi kita tidak seperti yang digambarkan dan diprediksi ayat di atas, kita dan generasi kita haruslah hidup di dunia ini di bawah naungan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu telah memuliakan orang-orang yang tadinya hina seperti yang terjadi pada generasi Sahabat dan seterusnya. Al-Qur’an itu telah meninggikan derajat orang-orang yang tadinya budak dan hamba sahaya seperti yang dialami oleh Bilal Bin Rabah dan sebagainya. Al-Qur’an itu telah memerdekakan orang-orang yang tadinya terjajah oleh penguasa zhalim dan para pengusaha curang seperti yang dialami oleh kaum Muslimin Makah dan sebagainya. Al-Qur’an itu telah berhasil membawa manusia yang tadinya hidup tersesat kepada jalan hidup yang lurus, yang penuh berkah seperti yang dialami oleh kalangan Muhajirin, Anshor dan generasi berikutnya. Al-Qur’an itu telah berhasil memberikan pencerahan kepada manusia terkait dahsyatnya kehidupan akhirat, di mana sebelum mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an mereka hanya mengetahui kehidupan dunia. Bahkan Al-Qur’an itu telah pula berhasil menjelaskan hakikat Tuhan Pencipta, hakikat alam semesta, hakikat manusia, hakikat kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Agar kita dan generasi kita dapat hidup di bawah naungan Al-Qur’an dan merasakan langsung kedahsyatannya, yang harus dilakukan tidak lain kecuali kita dan generasi kita harus mampu BERINTERAKSI DENGAN AL-QUR’AN ( التعامل مع القرآن). Agar interaksi dengan Al-Qur’an maksimal dan melahirkan hasil yang diharapkan, kita harus pula memahami metode berinteraksi dengan Al-Qur’an. Berinteraksi dengan Al-Qur’an itu ada yang terkait dengan teori dan ada yang terkait dengan praktek. Adapun hal-hal yang terkait dengan teori ialah : 1. Meyakini Al-Qur’an itu datang dari Allah : هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ (آل عمران : 7) Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran : 7) 2. Meyakini kebenaran isi Al-Qur’an : وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (الإسراء : 105) Dan Kami turunkan (Al Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (QS. Al-Isra’ : 105) فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ (يونس : 32) Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus : 32) 3. Menerima Al-Qur’an dengan hati terbuka dan suka cita : كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (الأعراف : 2) Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-A’raf : 2) 4. Memahami tujuan Al-Qur’an diturunkan Allah : 4.1. ٍSebagai Manhaj Hidup yang terang dan jelas : الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (ابراهيم: 1) Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim : 1) 4.2. Sebagai Petunjuk Hidup yang paling lurus dan kabar gembira : إِنَّ هَذَا الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا (الإسراء :9) Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (QS. Al-Isra’ : 9) 4.3. Sebagai Obat dan Rahmat : وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (الإسراء : 82) Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’ : 82) 4.4. Sebagai Peringatan bagi orang yang takut pada Allah dan ancaman (neraka)-Nya : فَذَكِّرْ بِالْقُرْآَنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ (ق :45) Maka beri peringatanlah dengan Al-Qur’an orang yang takut dengan ancaman-Ku. (QS. Qaf : 45) مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى (2) إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) (طه : 2-3) Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (QS. Thaha : 2 – 3) 4.5. Sebagai Ruh (Spirit) dan Cahaya kehidupan di dunia : وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (الشورى : 52) Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy-Syura : 52) 4.6. Sebagai Petunjuk hidup (Sumber ajaran Islam): شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقرة : 185) Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah : 185) 5. Memahami dan meyaksikan Mukjizat Al-Qur’an : 5.1. Mukjizat kandungan dan isi Al-Qur’an : َوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (الحشر : 21) Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir . (QS. Al -Hasyr : 21) وَلَوْ أَنَّ قُرْآَنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى بَلْ لِلَّهِ الْأَمْرُ جَمِيعًا أَفَلَمْ يَيْئَسِ الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا وَلَا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ قَرِيبًا مِنْ دَارِهِمْ حَتَّى يَأْتِيَ وَعْدُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ (الرعد : 31) Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al-Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (QS. Ar-Ra’d : 31) 5.2. Mukjizat Bahasa Al-Qur’an : عن ابن عباس قال: دخل الوليد بن المغيرة على أبي بكر بن أبي قحافة فسأله عن القرآن، فلما أخبره خرج على قريش فقال: يا عجبا لما يقول ابن أبي كبشة. فوالله ما هو بشعر ولا بسحر ولا بهذْي من الجنون، وإن قوله لمن كلام الله (ابن كثير في تفسير اية : 11- 25 من سورة المدثر) Dari Ibnu Abbas ia berkata : Al-Walid Ibnu Al-Mughirah datang kepada Abu Bakar Bin Abi Quhafah dan bertanya tentang Al-Qur’an. Setelah Abu Bakar menjelaskannnya, Al-Walid langsung mendatangi pemuka Quraisy sambil berkata : Alanglah mengagumka apa yang dibaca oleh Abu Kabsyah (Abu Bakar) itu. Maka demi Allah, ia bukanlah syair, dan tidak pula sihir serta bukan juga celotehan orang gila. Sesungguhnya apa yang dibacakannya itu adalah Kalamullah (Firman Allah). (Tafsir Ibnu Katsir membahas surat Al-Muddats-tsir ayat 11 sampai 25) 5.3. Mukjizat Scientific (ilmu pengetahuan) : سَنُرِيهِمْ آَيَاتِنَا فِي الْآَفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (فصلت :53) Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fush-shilat : 53) 5.4. Mukjizat Hukum dan perundang-undangan : أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (المائدة : 50) Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maidah : 50) 5.5. Mukjizat pengobatan fisik dan psikis : وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (الإسراء :82) Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’ : 82) اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (الزمر :23) Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. (QS. Azzumar :23) 5.6. Mukjizat sejarah : نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآَنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ (يوسف :3) Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (QS. Yusuf : 3) 5.7. Mukjizat analisa dan Futuristik : كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8) (التكاثر) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (QS. At-Takatsur : 3 – 8) Kaum Muslimin rahimkumullah.. Al-Qur’an bukanlah untuk disenandungkan saja dan tidak pula untuk dinikmati kandungan dan isinya oleh akal dan kecerdasan intelektualitas saja. Akan tetapi wajib diyakini, dipahami dan diamalkan semua kandungan dan isinya. Untuk itulah, mengamalkan Al-Qur’an adalah kewajiban agar Al-Qur’an benar-benar menjadi hidayah, rahmah, syifa’ dan tadzkirah bagi kita. Agar Al-Qur’an itu dapat diamalkan, maka kita harus memposisikan Al-Qur’an sebagai berikut : 1. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Buku pelajaran utama (الْكِتَابُ) : مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (آل عمران :79) Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali-Imran : 79) 2. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Bacaan paling utama dan paling mulia (الْقُرْآَنُ الْكَرِيمُ / الْعَظِيمُ ): إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (فاطر : 29) Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. Fathir : 29) اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (العنكبزت : 45) Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut : 45) 3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai referensi utama dalam pembentukan pemikiran, intelektualitas dan karakter (تَدَبَّرُ الْقُرْآَنَ): أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (النساء :82) Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. Annisa’ : 82) 4. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Ruh (Spirit) hidup (الرُّوحُ) : وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (الشورى : 52) Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy-Syura : 52) 5. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Cahaya kehidupan (النُّورُ) : اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (النور :35) Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Annur : 35) 6. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Petunjuk hidup (The Way of Life) (الْهُدَى) : ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (البقرة : 2) Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah : 2) 7. Menjadikan Al-Qur’an sebagai Peringatan (تَذْكِرَةً) : مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى (2) إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah) (QS. Thaha : 2 – 3) 8. Merasakan Mukjizat Al-Qur’an : 8.1. Mukjizat kandungan dan isi Al-Qur’an 8.2. Mukjizat Bahasa Al-Qur’an 8.3. Mukjizat Scientific (ilmu pengetahuan) Al-Qur’an 8.4. Mukjizat Hukum dan perundang-undangan 8.5. Mukjizat pengobatan fisik dan psikis 8.6. Mukjizat sejarah 8.7. Mukjizat analisa dan Futuristik Kaum Muslimin rahimakumullah…. Demikianlah khutbah ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, agar kita merasakan nikmatnya hidup di bawah naungan Al-Qur’an dan mejadikan Al Qur’an sebagai dusturul hayah (sistem hidup). Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses dalam mewujudkan generasi Islam, generasi masa depan yang diharapkan. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin… 9. بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم ......