Nonton iklan bentar ya...!!!

Friday 13 April 2012

Nikmatnya Berbisnis dengan Allah


Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha atau berbisnis. Karena berbisnis bukan hanya cara untuk mendapatkan uang atau harta melimpah. Akan tetapi, bisnis juga di sebagian kalangan masyarakat adalah status sosial yang dibanggakan. Seorang pebisnis atau pedagang yang suskses biasanya dihormati dan disegani oleh banyak orang; sejak dari keluarga, karyawan, teman dan bahkan pejabat pemerintahan. Di Indonesia dan Negara miskin dan berkembang, pengusaha bisa mengatur keputusan hukum dan atau lahirnya perundang-undangan yang menguntungkan mereka dengan membayar para pejabat terkait, baik eksekutif maupun legislatif. Sebab itu, tak heran jika istilah markus (makelar kasus) hukum akhir-akhir ini semarak dibicarakan masyarakat. Saking nikmatnya berbisnis itu, banyak dari kalangan kaum Muslimin sendiri yang tidak lagi peduli dengan halal atau haram. Tidak ingat lagi kematian dan pertanggung jawaban akhirat bagi semua harta yang dihasilkan. Risywah (sogok-menyogok), riba, data-data fiktif, sunat menyunat, spekulasi, monopoli dan berbagai tindakan menyimpang lainnya sudah menjadi budaya dan kebiasaan. Lebih sedih lagi, nyaris semua aktivitas dan profesi, termasuk politik, aktivitas keagamaan (dakwah), pelayanan sosial dan sebagainya sudah pula dijadikan sebagai lahan bisnis yang paling cepat melahirkan keuntungan harta yang berlipat ganda. Inilah kenyataan yang amat pahit yang sedang dihadapi oleh umat Islam Indonesia, khususnya sejak 10 tahun belakangan. Kaum Muslimin rahimakumullah… Islam sama sekali tidak melarang umatnya berbisnis, dan bahkan menganjurkannya. Akan tetapi, Islam juga memberikan persyaratan atau peraturan agar berbisnis itu tidak keluar dari format ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Paling tidak ada lima (5) syarat yang harus dipenuhi jika kita ingin menjadikan bisnis sebagai profesi untuk meraih harta dan kekayaan dunia : Berbisnis itu harus dengan niat mencari ridha Allah. Sedangkan harta yang diperoleh adalah amanah dari Allah. Sebab itu, pada hakikatnya, harta itu adalah milik Allah. Berbisnis harus sesuai dengan sistem Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw. seperti tidak boleh dengan sistem riba, tidak melakukan risywah, kolusi, nepotisme, monopoli, spekulasi dan sebagainya. Barang dan jasa yang dibisniskan tidak boleh yang diharamkan Allah seperti babi, darah, khamar, judi dan sebagainya serta harus yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya. Semua aktivitas yang terkait dengan ibadah dan pengabdian kepada Allah, baik yang terkait dengan ibadah individu, sosial kemasyarakatan, atau apa saja yang terkat dengan kategori dakwah dan jihad, tidak boleh atau haram hukumnya dibisniskan, yakni melaksanakannya dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, baik yang terkait harta, pangkat, kedudukan, status sosial, pujian dari manusia atau apapun bentuknya. Di dalam harta yang diamanahkan Allah itu terdapat jatah kaum fakir, miskin dan kebutuhan lain di jalan Allah, baik melalui zakat (wajib), maupun sedekah (infak). Oleh sebab itu, harta bukan untuk ditumpuk di dunia, akan tetapi untuk dibelanjakan di jalan Allah. Atau dengan kata lain, harta adalah jalan terbaik untuk berjihad di jalan Allah. Berdasarkan lima (5) syarat tersebut, maka manajemen harta, baik yang diperoleh melalui bisnis, bekerja, warisan, hibah dan jalan halal lainnya, pada prinsipnya dapat disimpulkan dengan dua pertanyaan mendasar berikut : Apa jenisnya, dari mana dan bagaimana cara memperoleh harta tersebut? Dari jalan yang halalkah atau yang haram? Kemana harta yang diperoleh dengan jalan yang halal itu dibelanjakan? Untuk kepentingan duniakah atau kepentingan akhirat? Orang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang kuat dan demikian pula iman pada akhirat, tidak akan menghabiskan hidupnya untuk berbisnis dengan pola dan cara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Karena ia meyakini dan memahami bahwa hidup ini adalah berbisnis dengan Allah. Untuk apa lagi ia berbisnis dengan pola hanya mengumpulkan kenikmatan dunia seperti yang dijelaskan sebelumnya? Karena berbisnis dengan Allah kenikmatannya, keuntungannya dan kelebihannya tidak mungkin dapat dibandingkan dengan apa yang dirasakan dan dialami oleh para pebisnis yang hanya mengejar dunia, kendati dengan jalan yang dibolehkan. Sebab itu, orang beriman akan memenej hidup ini secara total untuk berbisnis dengan Allah. Semua potensi harta dan dirinya dikerahkan di jalan Allah. Di mata manusia bisa saja dinilai rugi, sulit, berat dan bahkan berbahaya serta nyawanya terancam dan sebagainya. Namun di mata Allah, itulah pebisnis sejati. Pebisnis yang menjadikan harta dan jwanya sebagai modal untuk meraih keridhaan dan syurga Allah Subhanahu Wata’ala. Para pebisnis dengan Allah semasa hidup di dunia tidak akan pernah berharap lain kecuali mendapatkan ridha dan syurga Allah. Mereka, semasa hidup di dunia, berbisnis dengan Allah melalui sebuah transaksi istimewa dan sangat spesial. Bisnis tersebut terkait dengan proyek promosi dan pemasaran Misi Ibadah dan Visi Khilafah yang Allah percayakan kepada mereka. Bisnis tersebut sangat unik, menarik dan menantang, khususnya bagi mereka yang memahaminya dan menyukai tantangan. Di antara faktor yang menyebabkanya unik, menarik dan menantang itu ialah : Produk yang dipromosikan dan yang ditawarkan adalah sitem (software) kehidupan di dunia berkualitas super canggih yang 100 % menjamin kesuksesan para pemakainya. Owner (Pemilik) dan Pencipta produk tersebut adalah Tuhan Pencipat alam semesta, yakni Allah Ta’ala dan belum pernah ada dan tidak akan ada kompetitor-Nya. Sistem bisnis yang diterapkan adalah sistem keagenan atau disebut dengan sistem khilafah (representative/perwakilan). Produk ditawarkan dengan cuma-cuma (secara gratis), di mana para peminat produk tidak dibebankan biaya apapun. Sebaliknya, biaya ditanggung oleh Owner (Tuhan Pencipta) yang ditransfer melalui para agen. Target pemasaran para agen tidak terkait dengan berapa besarnya jumlah manusia yang mau menerima produk tersebut dan tidak pula terikat dengan batas-batas teritorial wilayah sehingga luas pasarnya mencakup lima benua. Semua daratan dan lautan ciptaan Tuhan Pencipta yang dihuni oleh manusia adalah menjadi wilayah pemasaran mereka. Satu hal yang harus diingat oleh para agen ialah bahwa dalam menawarkan produk sistem hidup di dunia tersebut harus berdasarkan skala prioritas, yakni ditawarkan dan dipasarkan terlebih dahulu kepada istri-istri, anak-anak, karib kerabat, teman-teman dekat dan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinan formalnya, jika mereka sedang menduduki suatu lembaga, instansi, organisasi, pemerintahan dan lainnya. Setelah itu baru wilayah pemasarannya meluas ke wilayah lain sampai tanpa batas. Demikian pula dengan jumlah agen tidak pernah dibatasi, khususnya setelah Tuhan Pencipta mengutus agen tunggal dan terakhir bernama Muhammad bin Abdullah sejak 1443 tahun yang lalu. Siapa saja yang berminat, apa saja suku, bahasa dan warna kulitnya berhak menjadi agen pemasaran software tersebut, apakah mereka hidup di negara maju, berkembang atau negara-negara miskin ekonomi. Bagi para peminat produk tersebut dan mau mengaplikasikannya dalam kehidupan dunia akan dijamin kesuksesannya di dunia dan pasti juga di Akhirat. Para peminat produk dan mau menerapkannya dalam kehidupan, berhak mendapatkan keagenan secara otomatis, dengan syarat dan kompensasi yang sama dengan para agen senior sebelumnya. Bagi para agen harus siap membiayai promosi dan pemasaran produk tersebut dengan harta dan jiwa mereka yang telah ditransfer oleh Pemilik produk software kehidupan tersebut, yakni Allah Ta’ala. Menariknya, jumlah dana yang harus digunakan untuk biaya marketing software tersebut hanya berkisar antara 2.5 % sampai 30 % dari total yang diterima dari Pemiliknya; Tuhan Pencipta. Sisanya boleh digunakan untuk kepentingan pribadi para agen sebagai commitioning fee, selama digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan petunjuk Pemiliknya. Sebab itu, keikhlasan adalah mutlak adanya. Kendati semua biaya pemasaran (marketing cost) ditanggung oleh Pemilik produk software beserta seluruh biaya hidup para agen, namun imbalan, kompensasi dan bonus yang akan diperoleh para agen amatlah besar dan dahsyat, yakni kesuksesan di dunia dan meraih The Great Success di Akhirat, yakni Syurga ‘Adn. Agar aktivitas bisnis keagenan tersebut berjalan dengan baik dan maksimal, Pemilik Produk merumuskan sebuah Visi Khilafah (perwakilan atau keagenan) dan Misi Ibadah (komitmen terhadap aturan main) yang sudah ditetapkan-Nya. Itulah sebuah transaksi unik, sangat menarik dan menantang yang berhasil dijalankan oleh para penghuni Syurga ketika mereka hidup di dunia. Keunikan transaksi tersebut sesungguhnya terletak pada : Pemilik produk adalah Allah Tuhan Pencipta. Pembeli sesungguhnya juga Allah Tuhan Pencipta Harga dan kompensasinya sangat besar dan tak terbatas yakni Syurga, juga dari Allah Tuhan Pencipta. Biaya (cost) yang dikeluarkan oleh para agen berupa harta dan jiwa mereka, juga anugerah dari Tuhan Pencipta. Berarti para agen itu berbisnis dengan Allah tanpa modal atau bermodalkan “ZERO”, atau no risk, high return. Kalupun dibutuhkan modal, tidak lebih dari tiga K, yakni KEIMANAN, KEMAUAN dan KEIKHLASAN, saat menymbangkan harta dan jiwa di jalan Allah. Sesungguhnya KEIMANAN, KEMAUAN dan KEIKHLASAN adalah modal utama yang dimiliki orang-orang beriman yang mejalankan transaksi bisnis dengan Allah ketika menjalani kehidupan di dunia. Dengan modal tersebut insya Allah mereka mampu meraih ampunan dan Syurga Allah yang merupakan THE GREAT SUCCESS (Kesuksesan Tanpa Batas) dan tidak akan ada lagi kesuksesan yang menyamainya, apalagi melebihinya. Allah menjelaskan dalam firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu bisnis (perniagaan) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?(10) (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya,(11) niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam Syurga Adn. Itulah kesuksesan yang amat besar (The Great Success).(12)” (Q.S. As-shof (61) : 10 – 12) semoga Allah membantu dan menolong kita untuk bisa berbisnis dengan-Nya, yakni berjuang sekeras tenaga, dengan harta dan jiwa di jalan-Nya. Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses di sisi-Nya, kendati di mata manusia dianggap gagal. Dan semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin… بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم ......

wisata ke surga..

Hidup ini adalah wisata. Wisata itu dimulai jauh sebelum kita lahir keduani, yakni ketika Allah mulai merencanakan penciptaan kita saat kita masih berada di alam ruh. Wisata kehidupan manusia semakin nyata sejak ruh ditiupkan ke dalam diri kita saat kita masih berada dalam kandung ibu kita. Wisata kehidupan ini adalah sebuah ketentuan dan kehendak Allah. Mau tidak mau, kita tetap berwisata. Siap atau tidak siap, kita tetap berwisata kehidupan. Yakin atau tidak yakin, kita tetap menjalani wisata ini. Inilah kehendak Allah, Penguasa dan Pemilik alam semesta yang tidak dapat dihindari atau ditolak oleh siapapun; apapun agamanya, setinggi apapun pangkatnya, sebanyak apapun hartanya dan sedalam apapun ilmunya. Sesungguhnya dalam menjalankan wisata kehidupan ini, masnusia hanya terbagi dua. Pertama, yang sukses dalam menjalankan wisata dan menikmati lika liku yang dihadapi selama berwisata. Kedua, yang gagal menjalankannya dan tidak menikmati lika likunya. Apapun agama, kelompok, partai, profesi, kapanpun dan di manapun masnusia berada, manusia pada dasarnya hanya terbagi dua golongan. Yang suskes dan yang gagal dalam wisata kehidupan ini. Sesungguhnya Allah telah menentukan bahwa wisata kehidupan masnusia itu terbagi menjadi lima periode. Pertama, periode kematian pertama; yakni saat kita masih di alam ruh, masih dalam perencanaan Allah dan belum dicipatakan dan dihidupkan di atas bumi ini. Kedua, periode kehidupan pertama; yakni saat kita diberi Allah jatah hidup di dunia ini. Ketiga, peridoe kematian kedua, yakni saat kita distop Allah jatah hidup di dunia dan dimasukkan ke dalam alam barzakh (pemisah antara dunia dan akhirat). Keempat, periode kehidupan kedua, yakni saat kta dihidupkan dan dibangkitkan kembali oleh Allah dari kubur atau alam barzakh pada saat dunia dan alam ini Allah hacurkan (kiamat). Kelima, periode kembali kepada Allah, Tuhan Pencipta dan Pemilik alam alam semesta, Tuhan dunia dan akhirat. Inilah lima periode wisata kehidupan manusia, siapapun dia, apapun pangkatnya, di manapun dan kapanpun dia hidup di dunia ini sebagaimana yang Allah jelasakan : “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati (tidak ada), lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, dan kemudian Dia menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. [QS. al-Baqarah (2) : 28] Menarik untuk kita renungkan, bahwa dari lima periode wisata kehidupan yang kita lewati, hanya satu periode yang menentukan apakah kita sukses atau gagal dalam wisata kehidupan yang amat panjang dan abadi itu. Periode tersebut ialah periode saat kita menjalani kehidupan dunia ini. Adapun periode kematian pertama dan bahkan awal periode kehidupan pertama; dari dalam kandungan sampai remaja, kita sama sekali tidak diminta pertanggungjawaban apa-apa. Demikian pula periode kematian kedua, perode kehidupan kedua dan periode kembali kepada Allah, kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan hanya menerima hasil dari apa yang kita yakini, kita ucapkan dan apa yang kita perbuat saat menjalani periode kehidupan pertama. Jika baik dan sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka kita akan menerima balsan yang baik pula. Jika buruk atau tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, kita akan menerima balasan yang buruk pula, sebagaimana firman-Nya : "Maka siapa saja yang melakukan kebaikan kendati seberat inti atom, maka ia akan melihat (balasannya). Dan siapapun yang berbuat kejahatan kendati sebesar inti atom, maka ia pasti akan melihat (balasannya)." [QS. al-Zalzalah (99) : 7-8] Wisata kehidupan ini dapat diungungkap melalui fakta ilmiah, fakta sejarah, realitas kehidupan dan tentunya kebenaran berita yang disampaikan Allah; Tuhan Pencipta melalui kitab suci terakhir-Nya yang bernama Al-Qur’an Al-Karim serta Hadits Nabi terakhir, Muhammad Saw. Dengan empat bukti kebenaran tersebut kita akan sampai kepada kesimpulan dan kesepakatan bersama bahwa hidup manusia ternyata bukan hanya di dunia ini. Berawal sejak dari tiada (zero), pemilihan raw material (bahan baku) dari tanah, kemudian menjadi sperma dan ovum, kemudian sperma membuahi ovum, terus berubah menjadi zigot, lalu berkembang dalam rahim ibu sekitar sembilan bulan, kemudian lahirlah manusia ke dunia ini tanpa kekuatan, ilmu dan harta (telanjang) dengan jatah umur dan rezeki masing-masing yang sudah ditentukan Penciptanya. Kemudian mengalami kematian yang akan menghantarkannya ke Alam Barzakh (pemisah antara dunia dan Akhirat). Setelah sekian lama tinggal di Alam Barzakh, manusia akan dihidupkan kembali dan dibangkitkan, kemudian dikumpulkan di satu tempat pertemuan raksasa yang bernama Mahsyar untuk disidangkan dan dimintai pertanggung jawaban semasa hidup di dunia. Setelah itu akan ditentukan nasibnya apakah pantas mendapatkan imbalan Syurga atau Neraka. Di sanalah akhir perjalanan manusia yang benama Akhirat. Di Akhirat itu mereka akan tinggal kekal selama-lamanya. Inilah hakikat wisata (perjalan) manusia yang sebenarnya. Keberhasilan manusia dalam wisata kehidupan menuju Pencipta atau syurga tergantung sekali dengan keberhasilan mereka menjawab enam pertanyaan besar berikut dengan segala konsekuensinya : Siapa yang menciptakan manusia? Dari apa mereka diciptakan? Apa misi dan visi hidup mereka? Sistem nilai apa yang mereka gunakan dalam menjalankan kehidupan dunia ini? Kemana akhir perjalanan wisata kehidupan manusia? Lalu, apakah mereka memiliki pilihan dalam menentukan tempat memulai dan mengakhiri wisata? Atau terpaksa harus mengikuti kehendak dan ketentuan Tuhan Pencipta? Wisata kehisupan manusia adalah fakta dan kenyataan yang harus dilewati setiap insan tanpa kecuali. Apakah dia seorang Nabi dan Rasul, atau lahir sebagai generasi pertama manusia atau generasi pertengahan, atau di akhir zaman. Apakah dia penguasa atau rakyat jelata. Apakah dia konglomerat atau miskin nan papa. Apakah dia seorang super genius atau di bawah rata-rata. Apakah dia bergelar profesor doktor atau bertitel buta aksara. Apakah dia lahir dari keluarga bangsawan atau dari keluarga biasa. Apakah ia lahir dari orang tua yang shaleh atau yang preman. Apakah dia seorang ulama besar, pemimpim umat atau anggota jamaah biasa. Yang pasti dalam melewati periode-period wisata itu tidak ada perbedaan antara manusia karena disebabkan posisi, jabatan, keturunan, harta dan kebanggaan duniawi lainnya. Yang membedakan antara mereka adalah iman, amal shaleh dan taqwa kepada Allah, Tuhan Pencipta. Allah berfirman : "Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari lak-laki dan wanita, dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya manusia yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal." [QS. al-Hujurat (49) : 13] Wisata kehidupan (Rihlatul Khulud) adalah sebuah proses panjang menuju kebahagian abadi atau kesengsaraan yang berkekalan. Wisata kehidupan juga jalan menuju kesuksesan hakiki, sebuah kesuksesan di atas segala bentuk kesuksesan. Timbul pertanyaan, bagaimana cara meraih kemenagan besar itu? Atau dengan kata lain, bagaimana wisata kehidupan ini berakhir di syurga, bukan di neraka? Jawabannya tiada lain kecuali mengimani (meyakini) semua yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, memperbanyak amal shaleh dan berada dalam komunitas yang menegakkan tawashau bil haq wa tawa shau bish-shbar (saling menasehati dalam kebenaran dan dengan kesabaran). Atau dengan kata lain, melakukan amar ma’ruf dan nahi ‘anil mungkar dalam komunitas atau jamaah yang ada dan baru dikembangakan ke masyarakat. Hanya dengan demikian ada jaminan bahwa kita sekarang benar-benar sedang berwisata menuju syurga. Jika tidak demikian halnya, yakinilah kita sedang berwisata menuju neraka, wal ‘iyadzu billah… Sesungguhnya kebenaran wisata kehidupan ini tidak diragukan sedikitpun. Hal ini dapat kita analogikan seperti ini : Jika ada orang yang sangat kita percayai kejujuran, amanah, kecerdasan dan komunikasinya yang sangat baik menyampaikan sebuah berita tentang keberadaan sebuah gedung bernama Gedung Putih di Amerika, bagaimana sikap kita? Kita pasti percaya pada berita itu bukan? Alasannya sangat sederhana, karena yang membawa berita itu adalah orang yang sangat kita percayai. Kemudian, keesokannya kita melihat gambar Gedung Putih itu di sebuah media sambil dicantumkan keterangan di bawahnya sesuai dengan cerita yang diterima dari orang yang kita percayai tadi. Berita yang ada di media itu pasti menambah keyakinan dalam hati kita. Kemudian, dengan tanpa diduga sebelumnya, kita menerima undangan berwisata ke Amerika dan diajak melihat sendiri Gedung Putih itu. Apakah masih ada keraguan dalam hati kita tentang kebenaran berita yang disampaikan orang yang paling kita percayai itu? Jawabannya, pasti tidak ada lagi sedikitpun keraguan yang tersisa dalam hati kita tentang keberadaan Gedung Putih tersebut. Demikian juga halnya dengan wisata kehidupan manusia (Rihlatul Khulud). Yang menyampaikan berita itu kepada kita adalah seorang manusia yang amat sangat dipercaya kejujurannya, amanahnya, kecerdasan dan komunikasinya yang sangat baik. Ialah Muhammad Bin Abdullah. Sedangkan yang membuat berita itu adalah Tuhan Pencipta alam semesta dan juga Pencipta kita. Dia adalah Allah Ta’ala. Dengan Kebesaran dan Keagungan diri-Nya, Dia pula yang mengundang kita untuk melihat dan membaca berita itu dengan mata kepala kita sendiri yang sebelumnya kita tidak tahu apa-apa tentangnya, seperti yang dijelaskan-Nya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan-nya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (52) (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. (53)” [QS. as-Syura (42) : 52–53] Melalui berita-berita yang bersifat pasti kebenaran dan akurasinya, kita mengetahui bahwa ada lima (5) periode wisata kehidupan yang harus kita lewati. Dimulai dengan periode ketika kita belum jadi apa-apa, diteruskan dengan periode kehidupan kita di dunia, kemudian diteruskan dengan periode meninggalkan dunia (kematian) menuju Alam Barzakh, dilanjutkan dengan periode kehidupan kembali setelah dibangkitkan pada hari Kiamat nanti dan diakhiri dengan periode kembali kepada Tuhan Pencipta. Oleh sebab itu, marilah kita pastikan, khsusunya diri kita dan keluarga kita, apakah sedang berwisata menuju syurga atau sedang menuju neraka? Memang kepastian kita masuk syurga atau neraka tidak ada yang tahu dan tidak ada yang dapat memastikannya, karena hal tersebut murni hak dan kehendak Allah Ta’ala. Namun untuk memastikan jalan yang kita lewati apakah jalan ke syurga atau ke neraka, sebenarnya dapat kita ketahui dan rasakan dengan mudah. Caranya, gunakan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. sebagai acuannya. Dari sanalah kita akan mengetahu jalan mana sebenarnya yang kita sedang lewati. Atau dengan kata lain, apakah sebenarnya kita sedang berwisata menuju syurga atau neraka? Kalau ternyata jalan yang kita tempuh adalah jalan yang menghantarkan kita ke syurga, maka bersyukurlah kepada Allah dan mintalah kematian husnil khatimah serta masuk syurga. Namun jika sebaliknya, maka segeralah kembali ke jalan syurga, tinggalkan segera jalan ke neraka itu seraya bertaubat kepada Allah dengan taubatunnashuhah (taubat yang benar), tentunya dengan ilmu dan pengtahuan yang benar pula. Kalau tidak, berarti Anda memaksakan diri menuju neraka dan kehancuran. Kalau ini yang terjadi, tidak ada yang dapat Anda salahkan kecuali diri sendiri. Karena jalan hidup itu adalah pilihan sendiri. semoga Allah membantu dan menolong kita dalam perjalanan wisata kita ke syurga. Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang sukses dalam wisata menuju syurga dan hindarkan kita dari jalan neraka. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin.