Nonton iklan bentar ya...!!!

Saturday 2 July 2016

~ I n d o n e s i a N * T r e a s u r Y ~

Perjanjian itu biasa disebut sebagai salah satu ’Dana Revolusi’, atau ’Harta Amanah Bangsa Indonesia’, atau pun ’Dana Abadi Ummat Manusia’. Sejak jaman Presiden Soeharto hingga Presiden Megawati cukup getol menelisik keberadaannya dalam upaya mencairkannya.

Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker. Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.

Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.

Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965.

Namun pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang sangat berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal karir politik kedua kepala negara penandatangan perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada 21 November 2965 dengan tujuan menguasai account The HEF tersebut yang berarti menguasai keuangan dunia perbankan.

Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.

Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.

Perjanjian “The Green Hilton MemorialAgreement di Genva pada 14 November 1963

perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapapun yang menjadi Presiden RI. Dan, inilah perjanjian yang membuat sebagian orang tergila-gila menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang kemudian dikenal sebagai “salah satu” harta Amanah Rakyat dan Bangsa Indonesia. Inilah perjanjian yang oleh masyarakat dunia sebagai Harta Abadi Ummat Manusia. Inilah kemudian yang menjadi sasaran kerja tim rahasia Soeharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka mulut. Inilah perjanjian yang membuat Megawati ketika menjadi Presiden RI menagih janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah menyampaikan bahwa ia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno. Tetapi tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY kemudian membentuk tim rahasia untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul. Semua pihak repot dibuat oleh perjnajian ini.

Perjanjian itu bernama The Green Hilton Memorial Agreement Geneva. Akta termahal di dunia ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang dilakukan tahun 1961. Intinya adalah, Pemerintahan AS mengakui keberadaan emas batangan senilai tak kurang dari 57 ribu ton yang terdiri dari 17 paket emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral bagi dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku tiga tahun kemudian alias 14 November 1965 (gambar di atas hanya salah satu dari sekian lembar perjanjian).

Pada dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan kolateral tersebut AS harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada Indonesia. Hanya saja, ketakutan akan muncul pemimpinan yang korup di Indonesia, maka pembayaran fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya hak kewenangan pencairan fee tersebut tidak berada pada Presiden RI siapapun, tetapi ada pada sistem perbankkan yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal mudah, termasuk bagi Presiden AS sendiri.

Account khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga kini tidak ada yang tau keberadaannya kecuali John F Kennedy dan Soekarno sendiri. Sayangnya sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat memberikan mandat pencairannya kepada siapapun di tanah air. Malah jika ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya Bung Karno untuk mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali ada tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tau siapa yang menyimpan hingga kini. Demikianlah dokumen penting yang penulis baca dan hasil wawancara penulis dengan nara sumber dengan para tetua di dalam negeri dan wawancara dengan narasumber di Belanda, Prancis, Jerman, Singapura, Malaysia dan Hong Kong.

Bagi AS, perjanjian Green Hilton adalah perjanjian terbodoh bagi AS, karena AS mengakui aset tersebut yang sebetulnya merupakan harta rampasan perang. Menurut dokumen yang penulis baca. Harta tersebut berasal dari sitaan AS ketika menaklukkan Jerman dalam perang dunia. Jerman juga mengakui bahwa harta tersebut disita Jerman ketika menyerang Belanda. Belanda pun mengakui bahwa harta tersebut merupakan rampasan harta yang dilakukan VOC ketika menjajah Indonesia.