Tuesday, 8 March 2011

mulia dengan mengucap salam

"Ada apa sih Kak?” Umar tiba-tiba
menarik kedua tangan adiknya,
hingga posisinya berubah dari
posisi duduk bersila menjadi tegak
berdiri.
“ Saatnya kita beraksi, Nif!” Umar
memaksa Hanif berjalan keluar.
“ Ke mana?” Hanif nampaknya
keberatan meninggalkan acara
televisi favoritnya yang hanya
tayang tiap Ahad pagi.
Umar tersenyum dan menjawab,
“ Aku ingin traktir makanan
favoritmu, Bakso!” Hanif pun
tersenyum lebar.
Sesampainya di Pasar, Hanif
menggerutu, karena diajak
berkeliling pasar dahulu dan tidak
langsung menuju Warung Bakso
Sapi halal langganan mereka.
“Assalamu’alaykum
Warohmatullaah,” ucap Umar tiap
melewati orang-orang yang
mereka jumpai, dan disambut
salam serupa atau terkadang
dijawab lebih panjang oleh orang
yang ia salami. Beberapa kali,
Umar mengiringi salamnya
dengan menjabat tangan. Karena
tidak ingin membuat adiknya
jengkel, setelah berkeliling
memutari pasar, Umar
menghentikan ‘aksi salamnya’ dan
segera menuju ke warung bakso.
“ Kak Umar kurang kerjaan!”
gerutu Hanif, ketika mereka sudah
sampai di warung bakso.
“ Siapa bilang? Aku melakukan
yang disunnahkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
menyebarkan salam biar jadi
orang mulia. Daripada nonton
televisi yang nggak jelas? Udahlah,
Hanif mau Bakso kan ?”
Umar memang kakak teladan,
selalu mensyiarkan syariat islam
dengan unik, apalagi dengan adik
kecilnya yang baru berumur enam
tahun. Di satu sisi Ia tidak ingin
mengganggu hari libur adiknya,
namun di sisi lain ia tidak tega
melihat adiknya terus diracuni
tayangan televisi yang tidak
bermanfaat. Maka, Ia pun
mengalihkan liburan adiknya ke
sesuatu yang lebih bermanfaat;
menyebarkan salam. Sebenarnya
yang dilakukan Umar adalah
teladan dari sahabat Abdullah bin
Umar. Suatu hari, Thufail Bin Ubay
Bin Ka ’ab datang lagi ke rumah
Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi
ke pasar. Maka Thufail bertanya,
” Perlu apa kita ke pasar? Kamu
sendiri bukanlah seorang
pedagang dan tidak ada
kepentingan menanyakan harga
barang atau menawar barang.
Lebih baik bila kita duduk
bercengkerama di sini ”. Abdullah
Bin Umar menjawab, ”Hai Abu
Bathn! Sebenarnya kita pergi ke
pasar hanya untuk
memasyarakatkan salam. Kita
beri salam kepada siapa saja yang
kita temui di sana !” (HR. Malik
dalam kitab Al Muwatha’ dengan
sanad shahih).
Hukum mengucapkan salam
adalah sunnah yang amat
dianjurkan (sunnah mu ’akadah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ”Jika seseorang
di antara kalian berjumpa dengan
saudaranya, maka hendaklah
memberi salam kepadanya. Jika
antara dia dan saudaranya
terhalang pepohonan, dinding atau
bebatuan; kemudian mereka
berjumpa kembali, maka ucapkan
salam kepadanya ” (HR. Abu Daud).
Sedangkan hukum menjawab
salam adalah wajib. Sebagaimana
firman Allah Ta ’ala (yang artinya),
“Apabila kamu dihormati dengan
suatu penghormatan, maka
balaslah yang lebih baik atau
balaslah dengan yang serupa.
Sesungguhnya Allah
memperhitungkan segala
sesuatu ” (QS. An Nisaa’[4]: 86).
Adab dalam mengucapkan salam
pun perlu diperhatikan.
Adab Pertama:
Urutan salam yang disabdakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits Riwayat
Bukhary adalah sebagai
berikut:Orang yang berkendaraan
memberi salam kepada yang
berjalanOrang yang berjalan
memberi salam kepada orang
yang dudukRombongan yang
sedikit memberi salam kepada
rombongan yang lebih banyak
Yang kecil (muda) memberi salam
kepada yang besar (tua)
Adab Kedua:
Adab salam kedua adalah
mendahului salam. Terlepas dari
urutan dalam memberi salam,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengajarkan untuk
mendahului dalam memberi
salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengajarkan, justru
yang memulai salam itulah orang
yang lebih mulia.
Sabdanya, ”Seutama-utama
manusia bagi Allah adalah yang
mendahului salam ” (HR. Abu Daud
dan Tirmidzi). Seseorang pernah
bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Ya
Rasulullah, jika dua orang bertemu
muka, manakah di antara
keduanya yang harus terlebih
dahulu memberi salam ?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ”Yang lebih
dekat kepada Allah (yang berhak
terlebih dahulu memberi
salam )” (HR. Tirmidzi).
Adab Ketiga:
Adab salam ketiga adalah
menjawab setara atau Lebih.
Apabila ada seseorang yang
memberi salam kepada kita, maka
idealnya kita memberikan
jawaban yang sama (setara).
Misalkan seseorang mengucapkan
salam kepada kita, ”Assalaamu
‘alaikum warahmatuulaah!”
Minimal kita harus menjawab,
” Wa’alaikumussalaam
warahmatullaah!”
Adab Keempat:
Adab salam keempat adalah
menjabat tangan. Selain
mengucapkan salam, akhlaq yang
indah (karimah) bagi seorang
Muslim ketika bertemu dengan
saudaranya adalah menjabat
tangannya dengan hangat.
Seseorang bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam, ”Wahai Rasulullah, jika
seseorang dari kami bertemu
dengan saudaranya atau
temannya apakah harus
menunduk-nunduk ?” Jawab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ”Tidak!” Tanyanya,
”Apakah harus merangkul
kemudian menciumnya?” Jawab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ”Tidak!” Tanyanya sekali
lagi, ”Apakah meraih tangannya
kemudian menjabatnya?” Jawab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan
dan persahabatan (ukhuwwah),
jabatan tangan juga akan
menghapus dosa di antara kedua
muslim yang melakukannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ”Tidaklah dua
orang Muslim yang bertemu
kemudian berjabat tangan kecuali
Allah akan mengampuni dosa
keduanya sampai mereka
melepaskan jabatan
tangannya ” (HR. Abu Daud). Yang
tetap perlu diperhatikan
hendaklah lelaki tidak berjabat-
tangan dengan wanita yang
bukan mahromnya; demikian pula
sebaliknya.
Adab Kelima:
Adab salam kelima adalah
berwajah manis dan tidak
memalingkan wajah. Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ”Jangan kalian
meremehkan kebaikan sedikit
pun, meskipun hanya wajah yang
manis saat bertemu dengan
saudaramu ” (HR. Bukhari). Yang
dimaksud berwajah manis adalah
penampilan yang menyenangkan
serta senyum yang mengembang.
Tentu saja, ketika mengucapkan
salam, diusahakan menatap wajah
yang disalaminya.
Makna salam adalah do’a seorang
Muslim kepada saudaranya
seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh”
mempunyai makna “Semoga
seluruh keselamatan, rahmat dan
berkah dianugerahkan Allah
kepada kalian ”. Nilai do’a dalam
kandungan salam ini menjadi salah
satu dasar mengapa salam tidak
dapat diberikan kepada orang-
orang non Muslim.
Do ’a seorang muslim kepada non
muslim adalah do’a supaya
mereka mendapat petunjuk
masuk dalam pangkuan Islam.
Demikianlah do ’a Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada orang non muslim, ”Ya
Allah berilah petunjuk kepada
kaumku, karena sesungguhnya
mereka orang yang tidak
mengerti ” (Sirah Nabawiyah, Abul
Hasan ali An Nadwi).

jilbab lebih menjaga dirimu ...

Segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat dan
salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Jilbab, apa sih manfaatnya?
Banyak wanita yang menanya-
nanyakan hal ini karena ia belum
mendapat hidayah untuk
mengenakannya. Berikut ada
sebuah ayat dalam Kitabullah
yang disebut dengan "Ayat Hijab".
Ayat ini sangat bagus sekali untuk
direnungkan. Moga kita bisa
mendapatkan pelajaran dari ayat
tersebut dari para ulama tafsir.
Semoga dengan ini Allah
membuka hati para wanita yang
memang belum mengenakannya
dengan sempurna.
Allah Ta ’ala berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞْ ﻟِﺄَﺯْﻭَﺍﺟِﻚَ ﻭَﺑَﻨَﺎﺗِﻚَ ﻭَﻧِﺴَﺎﺀِ
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻳُﺪْﻧِﻴﻦَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﻣِﻦْ ﺟَﻠَﺎﺑِﻴﺒِﻬِﻦَّ
ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﻓْﻦَ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﺆْﺫَﻳْﻦَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ
“ Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang
demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. ” (QS. Al Ahzab:
59)
Apa Itu Jilbab?
Ibnu Katsir rahimahullah
menerangkan bahwa jilbab adalah
pakaian atas (rida ’)[1] yang
menutupi khimar. Demikian yang
dikatakan oleh Ibnu Mas ’ud,
‘Ubaidah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id
bin Jubair, Ibrahim An Nakho’i, dan
‘Atho’ Al Khurosaani. Untuk saat ini,
jilbab itu semisal izar (pakaian
bawah). Al Jauhari berkata bahwa
jilbab adalah “mulhafah” (kain
penutup).[2]
Asy Syaukani rahimahullah
berkata bahwa jilbab adalah
pakaian yang ukurannya lebih
besar dari khimar.[3] Ada ulama
yang katakan bahwa jilbab adalah
pakaian yang menutupi seluruh
badan wanita. Dalam hadits shahih
dari ‘Ummu ‘Athiyah, ia berkata,
“Wahai Rasulullah, salah seorang di
antara kami tidak memiliki jilbab.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas bersabda,
ﻟِﺘُﻠْﺒِﺴْﻬَﺎ ﺃُﺧْﺘُﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺟِﻠْﺒَﺎﺑِﻬَﺎ
“ Hendaklah saudaranya
mengenakan jilbab untuknya.”[4]
Al Wahidi mengatakan bahwa
pakar tafsir mengatakan, “Yaitu
hendaklah ia menutupi wajah dan
kepalanya kecuali satu mata
saja. ”[5]
Ibnul Jauzi rahimahullah dalam
Zaadul Masiir memberi keterangan
mengenai jilbab. Beliau nukil
perkataan Ibnu Qutaibah, di mana
ia memberikan penjelasan,
“ Hendaklah wanita itu
mengenakan rida’nya (pakaian
atasnya).” Ulama lainnya berkata,
“Hendaklah para wanita menutup
kepala dan wajah mereka, supaya
orang-orang tahu bahwa ia adalah
wanita merdeka (bukan
budak). ”[6]
Syaikh As Sa’di rahimahullah
menerangkan bahwa jilbab adalah
mulhafah (kain penutup atas),
khimar, rida ’ (kain penutup badan
atas) atau selainnya yang
dikenakan di atas pakaian.
Hendaklah jilbab tersebut
menutupi diri wanita itu, menutupi
wajah dan dadanya.[7]
Kesimpulan mengenai maksud
jilbab dan khimar, silakan lihat
gambar www.muslimah.or.id [8]
berikut ini.
Mengenakan Jilbab, Ciri-Ciri Wanita
Merdeka
Dalam ayat yang kita kaji saat ini,
Allah Ta ’ala memerintahkan
kepada Rasul-Nya shallallahu
‘ alaihi wa sallam agar
memerintahkan para wanita
mukminat —khususnya para istri
dan anak perempuan Nabi karena
kemuliaan mereka —yaitu supaya
mereka mengulurkan jilbabnya.
Tujuannya adalah untuk
membedakan antara para wanita
jahiliyah dan para budak wanita.
[9]
As Sudi rahimahullah mengatakan,
“Dahulu orang-orang fasik di
Madinah biasa keluar di waktu
malam ketika malam begitu gelap
di jalan-jalan Madinah. Mereka
ingin menghadang para wanita.
Dahulu orang-orang miskin dari
penduduk Madinah mengalami
kesusahan. Jika malam tiba para
wanita (yang susah tadi) keluar ke
jalan-jalan untuk memenuhi hajat
mereka. Para orang fasik sangat
ingin menggoda para wanita tadi.
Ketika mereka melihat para
wanita yang mengenakan jilbab,
mereka katakan, “Ini adalah
wanita merdeka. Jangan sampai
menggagunya. ” Namun ketika
mereka melihat para wanita yang
tidak berjilbab, mereka katakan,
“ Ini adalah budak wanita. Mari kita
menghadangnya.”
Mujahid rahimahullah berkata,
“ Hendaklah para wanita
mengenakan jilbab supaya
diketahui manakah yang
termasuk wanita merdeka. Jika
ada wanita yang berjilbab, orang-
orang yang fasik ketika bertemu
dengannya tidak akan
menyakitinya.”[10]
Penjelasan para ulama di atas
menerangkan firman Allah
mengenai manfaat jilbab,
ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﻓْﻦَ
“ Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk
dikenal. ” (QS. Al Ahzab: 59)
Asy Syaukani rahimahullah
menerangkan, “Ayat (yang
artinya), ” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal ”, bukanlah yang
dimaksud supaya salah satu di
antara mereka dikenal, yaitu siapa
wanita itu. Namun yang
dimaksudkan adalah supaya
mereka dikenal, manakah yang
sudah merdeka, manakah yang
masih budak. Karena jika mereka
mengenakan jilbab, itu berarti
mereka mengenakan pakaian
orang merdeka. ”[11]
Inilah yang membedakan
manakah budak dan wanita
merdeka dahulu. Hal ini
menunjukkan bahwa wanita yang
tidak berjilbab berarti masih
menginginkan status dirinya
sebagai budak. Hanya Allah yang
beri taufik.
Mengenakan Jilbab Lebih Menjaga
Diri
Mengenai ayat,
ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﻓْﻦَ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﺆْﺫَﻳْﻦَ
“ Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. ” (QS. Al Ahzab: 59)
Syaikh As Sa’di rahimahullah
berkata, “Ayat di atas
menunjukkan, orang yang tidak
mengenakan jilbab akan lebih
mudah digoda. Karena jika
seorang wanita tidak berjilbab,
maka orang-orang akan mengira
bahwa ia bukanlah wanita ‘afifaat
(wanita yang benar-benar
menjaga diri atau
kehormatannya). Akhirnya orang
yang punya penyakit dalam
hatinya muncul hal yang bukan-
bukan, lantas mereka pun
menyakitinya dan
menganggapnya rendah seperti
anggapan mereka itu budak.
Akhirnya orang-orang yang ingin
berlaku jelek
merendahkannya. ”[12]
Allah Maha Pengampun
Di akhir ayat, Allah Ta ’ala katakan,
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ
“ Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha
Penyayang. ” (QS. Al Ahzab: 59).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
"Allah Maha Pengampun dan
Penyayang terhadap apa yang
telah lalu di masa-masa jahiliyah,
di mana ketika itu mereka (para
wanita) tidak memiliki ilmu akan
hal ini."[13]
Artinya, bagi wanita yang belum
mengenakan jilbab, Allah masih
membuka pintu taubat selama
nyawa masih dikandung badan,
selama malaikat maut belum
datang di hadapannya.
Jangan Lupa untuk Dakwahi
Keluarga
Dakwahi keluarga untuk berjilbab
dan menutup aurat, itu yang
seharusnya jadi skala prioritas.
Lihatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam saja diperintahkan untuk
memulainya dari istri dan anak-
anak perempuannya sebelum
wanita mukminat lainnya
sebagaimana perintah di awal
ayat.
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞْ ﻟِﺄَﺯْﻭَﺍﺟِﻚَ ﻭَﺑَﻨَﺎﺗِﻚَ ﻭَﻧِﺴَﺎﺀِ
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
“ Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin ”
Hal ini sebagaimana firman Allah
Ta ’ala,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ
ﻧَﺎﺭًﺍ
“ Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka. ” (QS. At Tahrim: 6)
Ya Allah, bukakanlah hati keluarga
dan kerabat kami yang belum
berjilbab untuk segera berjilbab
dengan sempurna.
Segala puji bagi Allah yang dengan
nikmat-Nya segala kebaikan
menjadi sempurna.