Nonton iklan bentar ya...!!!

Monday, 2 May 2011

Empat Hal Menyebabkan Su’ul Khatimah

Dalam kitab Ensiklopedia Kiamat
(aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah
ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-
Asyqar menulis pasal khusus
berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah (akhir kehidupan yang buruk)”. Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat perkara
yang dapat menyebabkan
seseorang mengakhiri hidupnya
dalam keadaan buruk sehingga
menghantarkannya ke Neraka di
kehidupan abadi negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan
keempat hal tersebut alangkah
baiknya kita perhatikan hadits di
bawah ini yang memuat salah satu
rukun iman yang fundamental, yaitu
iman akan taqdir Allah, baik itu taqdir yang terasa menyenangkan
maupun yang terasa pahit. ِﻪﻴِﻓ ُﺦُﻔْﻨَﻴَﻓ ُﻚَﻠَﻤْﻟﺍ ُﻞَﺳْﺮُﻳ َّﻢُﺛ ٍﺕﺎَﻤِﻠَﻛ ِﻊَﺑْﺭَﺄِﺑ ُﺮَﻣْﺆُﻳَﻭ َﺡﻭُّﺮﻟﺍ ِﻪِﻠَﻤَﻋَﻭ ِﻪِﻠَﺟَﺃَﻭ ِﻪِﻗْﺯِﺭ ِﺐْﺘَﻜِﺑ ﺎَﻟ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻮَﻓ ٌﺪﻴِﻌَﺳ ْﻭَﺃ ٌّﻲِﻘَﺷَﻭ ُﻩُﺮْﻴَﻏ َﻪَﻟِﺇ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇَﻭ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin
Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah
orang yang selalu benar dan
dibenarkan: “…Kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu
malaikat itu meniupkan ruh
kepadanya dan ia diperintahkan
menulis empat kalimat: Menulis
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib
celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan
selain-Nya, sesungguhnya ada
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk surga dan amalan
itu mendekatkannya ke surga
sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena
taqdir yang telah ditetapkan atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya. Dan
sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta,
namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke
dalamnya.” (HR. Muslim) Seorang yang beriman kepada taqdir
yang ditetapkan oleh Allah pastilah
sangat khawatir bilamana dirinya
termasuk ke dalam golongan yang
disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya ada diantara kamu
yang melakukan amalan penduduk
surga dan amalan itu
mendekatkannya ke surga sehingga
jarak antara dia dan surga kurang
satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya,
lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan
Allah seperti itu. Namun tentunya
melalui pelajaran ini Nabi shollallahu
’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang
amalan baiknya selama ini sekedar
yang tampak pada manusia.
Sedangkan bisa jadi pada
hakikatnya tersimpan dalam hatinya
kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Sebaliknya golongan orang yang
digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan sesungguhnya ada seseorang
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang
sangat beruntung dan disayang
Allah ta’aala. Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena
perilakunya selama ini, namun
sesungguhnya ia memiliki suatu
kebaikan tertentu yang tersembunyi
dari penglihatan orang lain
sedangkan Allah memandang kebaikannya itu layak menjauhkan
dirinya dari neraka dan
menghantarkannya ke surga.
Wallahu a’lam. Yang pasti, beriman kepada taqdir
akan menghasilkan rasa takut yang
mendalam akan nasib akhir hidup
dan menumbuhkan semangat yang
tinggi untuk beramal dan istiqomah
dalam ketaatan demi mengharap husnul khatimah. Beriman kepada
taqdir bukanlah alasan untuk
bermaksiat dan bermalas-malasan.
Beriman kepada taqdir justru
semakin membuat seseorang
berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah sekaligus menjauhi segala
bentuk kemungkaran dan
kemaksiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya su’ul khatimah. Shiddiq Hasan Khan mengatakan
bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai
oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah, walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika
ia memiliki kerusakan dalam aqidah
dan ia meyakininya sambil tidak
menganggap itu salah, terkadang
kekeliruan aqidahnya itu tersingkap
pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia
menyadari dan kembali ke iman
yang benar, maka ia mendapatkan
su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang
yang beraqidah secara keliru berada
dalam bahaya besar dan zuhud serta
kesholehannya akan sia-sia. Yang
berguna adalah aqidah yang benar
yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh
ayat Allah berikut: َﻦﻳِﺮَﺴْﺧَﺄْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻜُﺌِّﺒَﻨُﻧ ْﻞَﻫ ْﻞُﻗ ْﻢُﻬُﻴْﻌَﺳ َّﻞَﺿ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎًﻟﺎَﻤْﻋَﺃ ْﻢُﻫَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﻮُﻨِﺴْﺤُﻳ ْﻢُﻬَّﻧَﺃ َﻥﻮُﺒَﺴْﺤَﻳ ﺎًﻌْﻨُﺻ ”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?" Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104) Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh
memori tersebut saat kematian
menjelang. Sebaliknya bila
seseorang seumur hidupnya banyak
melakukan ketaatan, maka memori
tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak
dosanya sehingga melebihi
ketatannya maka ini sangat
berbahaya baginya. Dominasi
maksiat akan terpateri di dalam
hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada
gilirannya menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam
kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah seseorang mati
kecuali ditampilkan kepadanya
orang-orang yang biasa ia gauli.
Seorang lelaki yang suka main catur
sekarat, lalu dikatakan kepadanya:
”Ucapkanlah La ilaha illa Allah. ” Ia menjawab: ”Skak!” kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya
adalah kebiasaan permainan dalam
hidupnya. Sebagai ganti kalimat
Tauhid, ia mengatakan skak. Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang yang istiqomah pada
awalnya, lalu berubah dan
menyimpang dari awalnya bisa
menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang pada
mulanya merupakan pemimpin dan
guru malaikat serta malaikat yang
paling gigih beribadah, tapi
kemudian tatakala ia diperintah
untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan
menyombongkan diri, sehingga ia
masuk golongan kafir. Demikian
pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat
berikut: ُﻩﺎَﻨْﻴَﺗَﺁ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﺄَﺒَﻧ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞْﺗﺍَﻭ ُﻪَﻌَﺒْﺗَﺄَﻓ ﺎَﻬْﻨِﻣ َﺦَﻠَﺴْﻧﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺁ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ﺎَﻨْﺌِﺷ ْﻮَﻟَﻭ َﻦﻳِﻭﺎَﻐْﻟﺍ َﻦِﻣ َﻥﺎَﻜَﻓ ﻰَﻟِﺇ َﺪَﻠْﺧَﺃ ُﻪَّﻨِﻜَﻟَﻭ ﺎَﻬِﺑ ُﻩﺎَﻨْﻌَﻓَﺮَﻟ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ِﻞَﺜَﻤَﻛ ُﻪُﻠَﺜَﻤَﻓ ُﻩﺍَﻮَﻫ َﻊَﺒَّﺗﺍَﻭ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﻞِﻤْﺤَﺗ ْﻥِﺇ ِﺐْﻠَﻜْﻟﺍ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ُﻪْﻛُﺮْﺘَﺗ ْﻭَﺃ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ُﻞَﺜَﻣ َﻚِﻟَﺫ َﺺَﺼَﻘْﻟﺍ ِﺺُﺼْﻗﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻭُﺮَّﻜَﻔَﺘَﻳ ْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ﺎًﻠَﺜَﻣ َﺀﺎَﺳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ْﻢُﻬَﺴُﻔْﻧَﺃَﻭ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻮُﻤِﻠْﻈَﻳ ”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian dia melepaskan diri
daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti
oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-
orang yang sesat. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat) nya dengan ayat-
ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-
kisah itu agar mereka berfikir. Amat
buruklah perumpamaan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka
sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177) Keempat, iman yang lemah. Hal ini dapat melemahkan cinta kepada
Allah dan menguatkan cinta dunia
dalam hatinya. Bahkan lemahnya
iman dapat mendominasi dirinya
sehingga tidak tersisa dalam hatinya
tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga
pengaruhnya tidak tampak dalam
melawan jiwa dan menahan maksiat
serta menganjurkan berbuat baik.
Akibatnya ia terperosok ke dalam
lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda
hitam dosa menumpukdi dalam hati
dan akhirnya memadamkan cahaya
iman yang lemah dalam hati. Dan
ketika sakratul maut tiba, cinta Allah
semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan
dunia yang dicintainya. Kecintaannya
pada dunia sangat kuat, sehingga ia
tidak rela meninggalkannya dan tak
kuasa berpisah dengannya. Pada
saat yang sama timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka
dan tidak mencintainya. Cinta Allah
yang sudah lemah itu berbalik
menjadi benci. Akhirnya bila ia mati
dalam kondisi iman seperti ini, maka
ia mendapat su’ul khatimah dan sengsara selamanya. Ya Allah, kami memohon kepadaMu
husnul khatimah dan berlindung
kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-

Mu'min Rindu Kampung HalamanSejati

Tahukah saudara bahwa ketika
seorang Mu’min telah lulus menyelesaikan segenap rangkaian
pemeriksaan atas dirinya di yaumul
hisab (hari perhitungan amal), maka
barulah ia diizinkan Allah memasuki
Al-Jannah (surga), negeri keabadian
penuh kebahagiaan hakiki? Ia tidak diizinkan memasuki surga bilamana
terbukti ia masih mempunyai
permasalahan dengan sesama
manusia, walaupun dengan Allah
Ta’aala ia tidak lagi punya masalah apa-apa. Segenap dosanya yang
bersifat hablun minallah telah
diampuni Allah Ta’aala. Namun karena ia masih memiliki masalah
hablun minannaas dengan sesama
manusia, maka ia ditahan di suatu
tempat dekat sekali dari baabul-
jannah (pintu surga) guna
menyelesaikan berbagai perkara (melakukan rekonsiliasi) dengan
sesama manusia. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menggambarkannya
sebagai berikut: ِّﻱِﺭْﺪُﺨْﻟﺍ ٍﺪﻴِﻌَﺳ ﻲِﺑَﺃ ْﻦَﻋ ﻰَّﻠَﺻ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻝﻮُﺳَﺭ َﻝﺎَﻘَﻟﺎَﻗ ُﺺُﻠْﺨَﻴَﻤَّﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻌُﻬَّﻠﻟﺍ ْﻦِﻣ ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟﺍ َﻡْﻮَﻴَﻧﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ َﻥﻮُﺴَﺒْﺤُﻴَﻓِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ َﻦْﻴَﺑٍﺓَﺮَﻄْﻨَﻗ ْﻢِﻬِﻀْﻌَﺒِﻟ ُّﺺَﺘْﻘُﻴَﻓِﺭﺎَّﻨﻟﺍَﻭ ْﺖَﻧﺎَﻜُﻤِﻟﺎَﻈَﻣ ٍﺾْﻌَﺒْﻨِﻣ ﻰَّﺘَﺣ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﻲِﻔْﻤُﻬَﻨْﻴَﺑ ﻲِﻔْﻤُﻬَﻟ َﻥِﺫُﺃ ﺍﻮُّﻘُﻧَﻭ ﺍﻮُﺑِّﺬُﻫﺍَﺫِﺇ ﻲِﺴْﻔَﻧ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻮَﻓِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﻝﻮُﺧُﺩ ﻯَﺪْﻫَﺃ ْﻢُﻫُﺪَﺣَﺄَﻠِﻫِﺪَﻴِﺑ ُﻪْﻨِﻣ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ﻲِﻔِﻬِﻟِﺰْﻨَﻤِﻟ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﺎَﻜِﻬِﻟِﺰْﻨَﻤِﺑ Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Orang-orang
yang beriman pada hari Kiamat
selamat dari neraka, lalu mereka
ditahan di jembatan antara surga dan neraka, lalu sebagian akan
diqishas atas sebagian yang lain
karena kezhaliman mereka waktu di
dunia, sehingga setelah mereka
dibersihkan dan telah suci, maka
barulah mereka diizinkan memasuki surga. Demi Dzat yang jiwaku ada
dalam genggaman-Nya, seseorang
di antara mereka lebih mengetahui
rumahnya di surga dari pada
rumahnya di dunia." (HR. Ahmad No.
10673) Dalam hadits di atas Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menggunakan istilah
"ditahan di jembatan antara surga dan neraka" untuk menggambarkan masih menggantungnya masalah
orang-orang beriman yang belum
berhak masuk surga karena masih
adanya problema antara dirinya
dengan manusia lainnya yang
pernah ia zalimi. Perbuatan menzalimi manusia lain merupakan
perbuatan tercela yang sangat
dibenci Allah Ta’aala. Dalam sebuah hadits Qudsi dikatakan sebagai
berikut:ﻰَﻠَﻋ ُﺖْﻣَّﺮَﺣ ﻲِّﻧِﺇ ﺎَﻟَﺄﻳِﺩﺎَﺒِﻋ ﻰَﻠَﻋَﻭ َﻢْﻠُّﻈﻟﺎﻴِﺴْﻔَﻧ ﺍﻮُﻤَﻟﺎَﻈَﺗ ﺎَﻠَﻓ Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda bahwa Allah berfirman,
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan
kezaliman atas diri-Ku dan Aku
mengharamkannya pula atas kalian,
maka janganlah kalian saling
menzalimi.” (HR. Ahmad No. 20451) Surga merupakan tempat yang
hanya berhak dimasuki oleh hamba-
hamba Allah Ta’aala yang benar- benar telah bersih dari segenap
dosa, baik dosa kepada Allah Ta ’aala maupun dosa kepada sesama
hamba Allah. Oleh karenanya,
seorang muslim senantiasa
mendambakan dan mengharapkan
ampunan Allah Ta’aala sebab ia tahu bahwa jika dirinya masih mempunyai
dosa niscaya ia tidak berhak
memasuki surga. Dan oleh
karenanya seorang muslim sangat
khawatir bila dirinya terlibat dalam
sebuah perbuatan menzalimi manusia lain, sebab ia tahu bahwa
mengharapkan maaf dari sesama
manusia seringkali lebih sulit
daripada mengharapkan ampunan
Allah Ta’aala yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka di dalam hadits di atas Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam
menyatakan “...lalu sebagian akan diqishas atas sebagian yang lain
karena kezhaliman mereka waktu di
dunia...” dan ini merupakan suatu keharusan agar si muslim yang
sempat berlaku zalim dapat menjadi
bersih dari dosa tersebut sehingga
layak memasuki surga. Sebab surga
hanya menerima mereka yang bersih
dan suka membersihkan diri. Oleh karenanya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam selanjutnya berkata,
“...maka barulah mereka diizinkan memasuki surga.” Lalu terakhir Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menyatakan bahwa “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam
genggaman-Nya, seseorang di
antara mereka lebih mengetahui
rumahnya di surga dari pada
rumahnya di dunia." Si mukmin
kemudian berhak memasuki surga Allah Ta’aala dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggambarkan
bahwa ketika si mukmin
menginjakkan kakinya ke dalam
surga tiba-tiba kakinya membawa
tubuhnya melangkah menuju
kediamannya di surga lebih mengetahui, mantap dan yakin
daripada ia melangkahkan kakinya
pulang ke rumahnya sewaktu hidup
di dunia. Subhanallah... Jadi, saudaraku, surga memang
benar-benar kampung halaman
sejati orang-orang beriman. Sebab
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sampai perlu bersumpah demi Allah
Ta’aala Dzat yang jiwanya berada di dalam genggamanNya, ketika
menggambarkan hal tersebut.
Sewaktu di dunia seseorang setelah
pulang dari dinas luar kota tentu
sangat rindu pulang ke rumahnya
agar berkumpul dengan anak dan istrinya. Boleh jadi kerinduannya
sedemikian rupa malah
menyebabkan dirinya sampai
kehilangan arah alias tersesat pulang
ke rumahnya sendiri. Hal ini tidak
bakal terjadi ketika seorang mu ’min memasuki pintu surga lalu
melangkahkan kakinya menuju
rumah sejatinya, kampung halaman
sejatinya. Sungguh bahagianya bila seseorang
dapat memasuki pintu surga lalu
berkumpul kembali bersama
keluarganya dan anak-
keturunannya di kampung halaman
sejati orang-orang beriman. Allah Ta’aala berfirman di dalam Kitabullah Al-Qur ’anul Karim: ﺍﻮُﻨَﻣﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍَﻭ ْﻢُﻬُﺘَّﻳِّﺭُﺬْﻤُﻬْﺘَﻌَﺒَّﺗﺍَﻭ ﺎَﻣَﻭ ْﻢُﻬَﺘَّﻳِّﺭُﺬْﻤِﻬِﺑ ﺎَﻨْﻘَﺤْﻟَﺄٍﻧﺎَﻤﻳِﺈِﺑ ْﻦِﻤْﻤِﻬِﻠَﻤَﻌْﻨِﻣ ْﻢُﻫﺎَﻨْﺘَﻟَﺃ َﺐَﺴَﻛ ﺎَﻤِﺑ ٍﺉِﺮْﻣﺍ ُّﻞُﻛٍﺀْﻲَﺷ ٌﻦﻴِﻫَﺭ “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka
mengikuti mereka dalam keimanan,
Kami pertemukan anak cucu mereka
dengan mereka (di dalam surga),
dan Kami tiada mengurangi sedikit
pun dari pahala amal mereka. Tiap- tiap manusia terikat dengan apa
yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur [52] : 21). Allah Ta’aala berfirman di dalam Kitabullah Al-Qur ’anul Karim: ُﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﺖَﻔِﻟْﺯُﺃَﻭ ﺎَﻣ ﺍَﺬَﻫٍﺪﻴِﻌَﺑَﺮْﻴَﻐَﻨﻴِﻘَّﺘُﻤْﻠِﻟ ْﻦَﻤٍﻈﻴِﻔَﺤٍﺑﺍَّﻭَﺃ ِّﻞُﻜِﻠَﻧﻭُﺪَﻋﻮُﺗ َﺀﺎَﺟَﻭ ِﺐْﻴَﻐْﻟﺎِﺒَﻨَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ َﻲِﺸَﺧ ﺎَﻫﻮُﻠُﺧْﺩﺎٍﺒﻴِﻨُﻣ ٍﺐْﻠَﻘِﺑ ِﺩﻮُﻠُﺨْﻟﺍ ُﻡْﻮَﻳ َﻚِﻟَﺬٍﻣﻼَﺴِﺑ Dan didekatkanlah surga itu kepada
orang-orang yang bertakwa pada
tempat yang tiada jauh (dari
mereka). Inilah yang dijanjikan
kepadamu, (yaitu) kepada setiap
hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua
peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu)
orang yang takut kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah sedang Dia
tidak kelihatan (olehnya) dan dia
datang dengan hati yang bertobat, masukilah surga itu dengan aman,
itulah hari kekekalan. (QS. Qaaf [50] :
32-34 ) Ya Allah, masukkanlah kami beserta
keluarga dan anak-cucu kami ke
dalam RahmatMu dan SurgaMu.