Siapa yang menunaikan shalat Subuh
maka ia barada dalam jaminan Allah.
Maka, jangan kamu mencari jaminan
Allah dengan sesuatu (selain dari
shalat), yang pada saat kamu
mendapatkannya justru kamu tergelincir ke dalam api neraka.” (HR Muslim).
Muhammad Abdur Rauf al-Munawi dalam kitabnya at-Ta’arif mengatakan as-Subhu atau As Sabah adalah permulaan siang, yaitu ketika ufuk berwarna merah karena tertutup tabir matahari. Adapun shalat Subuh adalah
ibadah shalat yang dilaksanakan ketika fajar shidiq dan berakhir pada saat matahari terbit. Shalat yang agung ini benar-benar memiliki daya tarik, karena kedudukannya dalam Islam dan nilainya yang tinggi dalam syariat. Banyak sekali hadis yang mendorong untuk melaksanakan shalat Subuh dan menyanjung mereka yang menjaganya. Rasulullah SAW mengetahui waktu Subuh adalah waktu yang sulit. Seorang Muslim bila dibiarkan begitu saja akan memilih mengistirahatkan dirinya sampai matahari terbit dan meninggalkan shalat wajib. Karena itu Rasulullah SAW mengkhususkan shalat mulia ini dengan keistimewaan tunggal dan sifat-sifat tertentu yang tidak terulang pada shalat lainnya. Banyak sekali keutamaan yang didapat di waktu Subuh. Salah satu keutamannya adalah Rasulullah SAW mendoakan umatnya yang bergegas dalam melaksanakan shalat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis, ”Ya Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun Subuh.” (HR Tirmizi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah). Jika Rasulullah SAW yang berdoa, maka tidak akan ada hijab di antara beliau dengan Allah SWT. Karena beliau sendiri adalah orang yang secara jasadiyah paling dekat dengan Allah SWT. Pada hadis lain Rasulullah SAW bersabda, bahwasanya orang yang shalat Subuh akan dijamin oleh Allah. ”Siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia barada dalam jaminan Allah. Maka, jangan kamu mencari jaminan Allah dengan sesuatu (selain dari shalat), yang pada saat kamu mendapatkannya justru kamu tergelincir ke dalam api neraka.” (HR Muslim). Jika Allah SWT yang memberikan jaminan, maka mungkin akal manusia sulit untuk menjangkau dan menebak apa yang akan diberikan Allah. Kenikmatan yang diberikan oleh manusia saja terkadang membuat Waktu Subuh adalah waktu yang paling baik untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah. Allah SWT berfirman, ”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS Al-Kahfi [18]: 28). Keutamaan shalat Subuh yang lain adalah Allah SWT kelak akan memberikan pahala yang melebihi keindahan dunia dan isinya, sebagaimana telah disebutkan dalam satu riwayat Imam at-urmuzi: ”Dari Aisyah ra telah bersabda Rasulullah SAW, Dua rakat shalat Fajar pahalanya lebih indah dari pada dunia dan isinya.” Begitulah keistimewaan shalat Subuh. Lalu, apa yang menghalangi kita untuk menyingkap selimut dan mengakhiri tidur kita untuk melakukan shalat Subuh? Bukankah ibadah ini menjadi bagian yang begitu besar dibanding dunia seisinya? n dam Kata Rasulullah tentang Subuh Pahala shalat malam satu malam penuh. Diriwayatkan Muslim dari Utsman bin Affan ra berkata; Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” Hadits riwayat Muslim. 2. Sumber cahaya di hari kiamat. Shalat Subuh merupakan sumber dari segala sumber cahaya di hari kiamat. Di hari itu, semua sumber cahaya di dunia akan padam. Matahari akan “digulung”. Ibadahlah yang akan menerangi pelakunya. 3. Surga yang dijanjikan Diriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari ra ia berkata Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga.” (HR Al Bukhari). Dua waktu yang dingin itu adalah shalat Subuh dan shalat ashar. 4. Melihat Allah Mereka yang menjaga shalat Subuh dan ashar, dijanjikan kelak di surga akan melihat Allah SWT. Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Jarir bin Abdullah ra artinya: ”Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ketika melihat bulan purnama. Beliau berkata, ”Sungguh, kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan yang tidak terhalang dalam melihatnya. Apabila kalian mampu, janganlah kalian menyerah dalam melakukan shalat sebelum terbit matahari dan shalat sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah.” (HR Al Bukhari dan Muslim). 5. Berada di bawah lindungan Allah SWT Rasulullah SAW memberi janji, bila shalat Subuh dikerjakan, maka Allah akan melindungi siapa pun yang mengerjakannya seharian penuh. Hadits yang diriwayatkan dari Jundab bin Sufyan Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janji- Nya. Barangsiapa yang membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka. (HR Muslim, At-Tirmizi dan Ibnu Majah) dam
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Thursday, 16 June 2011
Sunday, 12 June 2011
pemahaman terkini Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah
Saya ingin memberi sedikit klarifikasi.
Karena, saya menangkap, pengertian
Ahlussunah yang sampeyan angkat,
lebih mendekati istilah ahlussunah
yang dimiliki kelompok non-NU di
Indonesia. Bukan yang diyakini oleh warga Nahdliyiin. Yang pertama mengangkat term “ahl al-sunnah wa al-jama’ah” , di Indonesia, adalah NU. Menyusul
kenyataan gerakan Wahabi
menguasai Jazirah Arabia, NU
terbentuk. NU juga dibentuk untuk
menjaga cara Islam Walisanga dari
serangan para pembawa ajaran Wahabi di Indonesia yang mulai
mengutuki “Islam Indonesia” sebagai TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Churafat). Upaya kiai-kiai Islam Pribumi ini (baca:
NU) pelan-pelan berhasil. Masyarakat
disadarkan bahwa Islam Indonesia
adalah Islam khas dan sah, tidak
seperti tuduhan para pengikut Wahabi
tersebut. Dan keberhasilan lainnya: membuat Istilah Wahabi menjadi
istilah pejoratif, jelek. Apapun yang
berbau nama Wahabi masyarakat
sudah punya stigma tersendiri. Ajaran
Wahabi tidak bisa menembus dada
masyarakat. Sampai detik ini pengikut Wahabi tidak bisa menjadi mayoritas.
Selamanya minoritas. Dengan dukungan dana yang sangat
besar dari Pemerintah Saudi,
organisasi “Wahabi” Indonesia masih belum puas. Propaganda lain
digerakkan. Kali ini menyerobot istilah
‘ahl al sunnah wa al jamaah’ yang sudah lama menjadi milik NU, diakui
sebagai hak mereka. Alasannya,
mereka lebih banyak memakai Hadits
dan mengikuti Sunah Nabi. Sengaja
mereka menjauhi istilah Wahabi,
karena takut dijauhi masyarakat. Atau menggunakan istilah lain, seperti
Islam Salafy. Perebutan Istilah ‘ahl al sunnah’ makin jelas dengan terbentuknya, Lasykar Ahlussunah
wal Jamaah (?). Istilah yang
membingungkan. Padahal gerakan
ini, dalam tradisi keilmuan Islam,
masuk ke dalam kelompok Islam
Salafy. Sementara jenis Islam “lawannya”, seperti NU di Indonesia, Turki, India, Pakistan, dll,
dikelompokkan dalam garis Islam
Kholafy. Garis ini telah dimulai ratusan
tahun silam, sejak munculnya polemik
akidah antara kelompok mayoritas
Muslim (Al Asy ’ari) dengan Ibnu Taymiah. Islam model NU masih dipelihara di
belahan dunia lainnya, seperti di India,
Turki, dll, yang juga defensif dari
serangan Wahabi, jelas-jelas,
kelompok ini menyebut dirinya
sebagai Islam Ahlussunah wal Jamaah. Hal ini muncul, seperti halnya
di Indonesia, karena Wahabi di India
juga gencar hendak“mengislamkan” umat Islam disana. Dana milyaran
Dollar dialirkan dari Saudi Arabia. Sejak zaman reformasi, di Indonesia,
tiba-tiba muncul kelompok yang
mengaku-aku sebagai ahlussunah
wal jamaah, padahal secara akidah
kelompok ini sebagai pengikut Islam
Salafy. Pemikiran Salafy, awalnya, dikembangkan secara metodologis
oleh Ibnu Taymiah, diterus-
kembangkan oleh al-Wahab. Lalu
dibawa ke Indonesia, dengan segala
variasinya, menjadi Muhammadiyah,
Persis, dan al-Irsyad. Gelombang kedua, lewat para lulusan Saudi dan
Yaman, menjadi Hizb Tahrir, Layskar
Jihad, Front Pembela Islam, dan lain
sebagainya. Pada gelombang kedua inilah
perebutan istilah ahlussunah ini
dimulai. Mereka tahu betul, seratus
tahun umur Muhammadiyah dan
Persis, tidak bisa “mengislamkan” wong-wong NU yang sudah punya
tameng ampuh: istilah Wahabi adalah
negatif. Lalu, menyerobot istilah milik
NU dan kelompok sealiran:
Ahlussunah wal Jamaah. Diklaim,
merekalah yang lebih pantas disebut Ahlussunnah. Jadi, apa beda antara Ahlussunnah
milik NU dan kelompok tadi? Yang
jelas, selain beda pada akidah. Bahwa,
NU adalah pengikut Asy ’ariah, disebut kelompok ‘Kholaf’, sedang kelompok yang berseberangan tadi disebut
sebagai ‘Salaf’ (dewasa ini, lebih dikenal dengan kelompok Salafy).
Adapun perbedaan kedua adalah,
bahwa NU adalah kelompok
ahlussunnah yang masih memegangi
Sufi sebagai bagian Islam. Sementara
pada kelompok kedua, Sufi dikatakan bukan bagian dari Islam. Tapi, sebagai
bid’ah, khurafat, dan takhayul. Sekian, semoga tidak
membingungkan. Mohon maaf jika
ada kurangnya.
Karena, saya menangkap, pengertian
Ahlussunah yang sampeyan angkat,
lebih mendekati istilah ahlussunah
yang dimiliki kelompok non-NU di
Indonesia. Bukan yang diyakini oleh warga Nahdliyiin. Yang pertama mengangkat term “ahl al-sunnah wa al-jama’ah” , di Indonesia, adalah NU. Menyusul
kenyataan gerakan Wahabi
menguasai Jazirah Arabia, NU
terbentuk. NU juga dibentuk untuk
menjaga cara Islam Walisanga dari
serangan para pembawa ajaran Wahabi di Indonesia yang mulai
mengutuki “Islam Indonesia” sebagai TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Churafat). Upaya kiai-kiai Islam Pribumi ini (baca:
NU) pelan-pelan berhasil. Masyarakat
disadarkan bahwa Islam Indonesia
adalah Islam khas dan sah, tidak
seperti tuduhan para pengikut Wahabi
tersebut. Dan keberhasilan lainnya: membuat Istilah Wahabi menjadi
istilah pejoratif, jelek. Apapun yang
berbau nama Wahabi masyarakat
sudah punya stigma tersendiri. Ajaran
Wahabi tidak bisa menembus dada
masyarakat. Sampai detik ini pengikut Wahabi tidak bisa menjadi mayoritas.
Selamanya minoritas. Dengan dukungan dana yang sangat
besar dari Pemerintah Saudi,
organisasi “Wahabi” Indonesia masih belum puas. Propaganda lain
digerakkan. Kali ini menyerobot istilah
‘ahl al sunnah wa al jamaah’ yang sudah lama menjadi milik NU, diakui
sebagai hak mereka. Alasannya,
mereka lebih banyak memakai Hadits
dan mengikuti Sunah Nabi. Sengaja
mereka menjauhi istilah Wahabi,
karena takut dijauhi masyarakat. Atau menggunakan istilah lain, seperti
Islam Salafy. Perebutan Istilah ‘ahl al sunnah’ makin jelas dengan terbentuknya, Lasykar Ahlussunah
wal Jamaah (?). Istilah yang
membingungkan. Padahal gerakan
ini, dalam tradisi keilmuan Islam,
masuk ke dalam kelompok Islam
Salafy. Sementara jenis Islam “lawannya”, seperti NU di Indonesia, Turki, India, Pakistan, dll,
dikelompokkan dalam garis Islam
Kholafy. Garis ini telah dimulai ratusan
tahun silam, sejak munculnya polemik
akidah antara kelompok mayoritas
Muslim (Al Asy ’ari) dengan Ibnu Taymiah. Islam model NU masih dipelihara di
belahan dunia lainnya, seperti di India,
Turki, dll, yang juga defensif dari
serangan Wahabi, jelas-jelas,
kelompok ini menyebut dirinya
sebagai Islam Ahlussunah wal Jamaah. Hal ini muncul, seperti halnya
di Indonesia, karena Wahabi di India
juga gencar hendak“mengislamkan” umat Islam disana. Dana milyaran
Dollar dialirkan dari Saudi Arabia. Sejak zaman reformasi, di Indonesia,
tiba-tiba muncul kelompok yang
mengaku-aku sebagai ahlussunah
wal jamaah, padahal secara akidah
kelompok ini sebagai pengikut Islam
Salafy. Pemikiran Salafy, awalnya, dikembangkan secara metodologis
oleh Ibnu Taymiah, diterus-
kembangkan oleh al-Wahab. Lalu
dibawa ke Indonesia, dengan segala
variasinya, menjadi Muhammadiyah,
Persis, dan al-Irsyad. Gelombang kedua, lewat para lulusan Saudi dan
Yaman, menjadi Hizb Tahrir, Layskar
Jihad, Front Pembela Islam, dan lain
sebagainya. Pada gelombang kedua inilah
perebutan istilah ahlussunah ini
dimulai. Mereka tahu betul, seratus
tahun umur Muhammadiyah dan
Persis, tidak bisa “mengislamkan” wong-wong NU yang sudah punya
tameng ampuh: istilah Wahabi adalah
negatif. Lalu, menyerobot istilah milik
NU dan kelompok sealiran:
Ahlussunah wal Jamaah. Diklaim,
merekalah yang lebih pantas disebut Ahlussunnah. Jadi, apa beda antara Ahlussunnah
milik NU dan kelompok tadi? Yang
jelas, selain beda pada akidah. Bahwa,
NU adalah pengikut Asy ’ariah, disebut kelompok ‘Kholaf’, sedang kelompok yang berseberangan tadi disebut
sebagai ‘Salaf’ (dewasa ini, lebih dikenal dengan kelompok Salafy).
Adapun perbedaan kedua adalah,
bahwa NU adalah kelompok
ahlussunnah yang masih memegangi
Sufi sebagai bagian Islam. Sementara
pada kelompok kedua, Sufi dikatakan bukan bagian dari Islam. Tapi, sebagai
bid’ah, khurafat, dan takhayul. Sekian, semoga tidak
membingungkan. Mohon maaf jika
ada kurangnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)