Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday, 14 August 2011

30 KESALAHAN DALAM SHOLAT30 KESALAHAN DALAM SHOLAT

“Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas
seorang hamba pada hari kiamat
adalah perkara shalat. Jika
Shalatnya baik, maka baikpula
seluruh amalan ibadah lainnya,
kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu.”
(HR. An Nasa’I : 463) Banyak orang yang lalai dalam
shalat, tanpa sengaja melakukan
kesalahan-kesalahan yang tidak
diketahuinya, yang mungkin bisa
memubat amalan shalatnya tidak
sempurna. kami akan paparkan kesalahan
yang sering terjadi dalam shalat. 1. Menunda–nunda Shalat dari
waktu yang telah ditetapkan Hal ini merupakan pelanggaran
berdasarkan firman Allah ﻞﺟﻭﺰﻋ , , “Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan
waktunya bagi orang-orang
beriman”. (QS. An-Nisa : 103) 2. Tidak shalat berjamah di masjid
bagi laki-laki Rasullah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Barang siapa yang
mendengar panggilan (azan)
kemudina tidak menjawabnya
(dengan mendatangi shalat
berjamaah), kecuali uzur yang
dibenarkan”. (HR. Ibnu Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan
Muslim disebutkan. “Lalu aku
bangkit (setelah shalat dimulai)
dan pergi menuju orang-orang
yang tidak menghadiri shalat
berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka
hingga rata dengan tanah.” 3. Tidak tuma’minah dalam shalat Makna tuma’minah adalah,
seseorang yang melakukan shalat,
diam (tenang) dalam
ruku’.i’tidal,sujud dan duduk
diantara dua sujud. Dia harus ada
pada posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada
tempatnya yang sesuai. Tiak boleh
terburu-buru di antara dua gerakan
dalam shalat, sampai dia seleasi
tuma’ninah dalam posisi tertentu
sesuai waktunya. Nabi ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭbersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya
tanpa memperlihatkan tuma;minah
dengan benar, “Ulangi shalatmu,
sebab kamu belum melakukan
shalat.” 4. Tidak khusu’ dalam shalat, dan
melakukan gerakan-gerakan yang
berlebihan di dalamnya. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Sesungguhnya,
seseorang beranjak setelah
megnerjakan shalatnya dan tidak
ditetapkan pahala untuknya
kecuali hanya sepersepuluh untuk
shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam,
seperlima, seperempat, sepertiga
atau setangah darinya. ” (HR. Abu
Dawud, Shahih) mereka tidak
mendapat pahala shlatnya dengan
sempurna disebabkan tidak adanya kekhusyu’an dalam hati
atau melakukan gerakan-gerakan
yang melalaikan dalam shalat. 5. Sengaja mendahului gerakan
iman atau tidak mengikuti
gerakan-gerakannya. Perbuatan ini dapat membatalkan
shalat atau rakaat-rakaat.
Merupakan suatu kewajiban bagi
mukmin untuk mengikuti imam
secara keseluruhan tanpa
mendahuluinya atau melambat- lambatkan sesudahnya pada setiap
rakaat shalat. Rasulallah ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ bersabda, “Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti
keseluruhannya. Jika ia bertakbir
maka bertakbirlah, dan jangan
bertakbir sampai imam bertakbir,
dan jika dia ruku’ maka ruku’lah
dan jangan ruku’ sampai imam ruku’ “. (HR. Bukhari) 6. Berdiri untuk melngkapi rakaat
yang tertinggal sebelum imam
menyelesaikan tasyahud akhir
dengan mengucap salam ke kiri
dan kekanan Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Jangan mendahuluiku
dalam ruku’, sujud dan jangan pergi
dari shalat (Al-Insiraf)”. Para ulama
berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada
pada tasyahud akhir. Seseorang
yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam
menyelesaikan shalatnya
(sempurna salamnya). Baru setalah
itu dia berdiri dan melengkapi
rakaat yang tertinggal. 7. Melafadzkan niat. Tidak ada keterangan dari nabi
ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ maupun dari para sahabat bahwa meraka pernah
melafadzkan niat shalat. Ibnul
Qayyim rmh menyatakan dalam
Zadul-Ma’ad “Ketika Nabi ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ berdiri untuk shalat beliau mengucapkan “Allahu Akbar”, dan
tidak berkata apapun selain itu.
Beliau ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ juga tidak melafalkan niatnya dengan keras. 8. Membaca Al-Qur’an dalam ruku’
atau selama sujud. Hal ini dilarang, berdasarkan
sebuah riwayat dari Ibnu Abbas
ﻪﻨﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ , bahwa Nabi ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ bersabda, “saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur’an
selama ruku’ atau dalam
sujud.” (HR. Muslim) 9. Memandang keatas selama
shalat atau melihat ke kiri dan ke
kanan tanpa alasan tertentu. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Cegalah orang-orang itu
untuk mengangkat pandangan
keatas atau biarkan pandangan
mereka tidak kembali lagi”. (HR.
Muslim) 10. Melihat ke sekeliling tanpa ada
keperluan apapun. Diriwayatkan dari Aisyah ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ ﺎﻬﻨﻋ, bahwa ia berkata, “Aku berkata kepada Rasulallah ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ menjawab, “Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan
pada umat dalam shalatnya”. (HR.
Bukhari) 11. Seorang wanita yang tidak
menutupi kepala dan kakinya
dalam shalat. Sabda Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ , “Allah tidak menerima shalat
wania yang sudah mencapai usia-
haid, kecuali jiak dia memakai
jilbab (khimar)”. (HR. Ahmad) 12. Berjalan di depan orang yang
shalat baik orang yang dilewati di
hadapanya itu sebagai imam,
maupun sedang shalat sendirian
dan melangka (melewati) di antara
orang selama khutbah shalat Jum’at. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Jika orang yang
melintas didepan orang yang
sedang shalat mengetahui betapa
beratnya dosa baginya melakukan
hal itu, maka akan lebih baik
baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada
berjalan didepan orang shalat itu”.
(HR. Bukhari dan Muslim). Adapun
lewat diantara shaf orang yang
sedang shalat berjamaah, maka hal
itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas ﻲﺿﺭ ﻪﻨﻋ ﻪﻠﻟﺍ : “Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu
itu mendekati baligh. Rasulallah
ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ sedang shalat bersama orang –orang Mina
menghadap kedinding. Maka saya
lewat didepan sebagian shaf, lalu
turun dan saya biarkan keledai
saya, maka saya masuk kedalam
shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan
saya”. (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil
Barr berkata, “Hadits Ibnu Abbas ini
menjadi pengkhususan dari hadits
Abu Sa’id yang berbunyi “Jika salah
seorang dari kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat
didepannya”. (Fathul Bari: 1/572) 13. Tidak mengikuti imam (pada
posisi yang sama) ketika datang
terlambat baik ketika imam
sedang duduk atau sujud.
Sikap yang dibenarkan bagi
seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam
pada posisi bagaimanapun, baik dia
sedang sujud atau yang lainnya. 14. Seseorang bermain dengan
pakaian atau jam atau yang
lainnya. Hal ini mengurangi kekhusyu’an.
Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ melarang mengusap krikil selama
shalat, karna dapat merusak
kekhusyu’an, Beliau ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ bersabda, “Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah
ia untuk tidak menghapus krikil
sehingga ampunan datang
padanya”. (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad) 15. Menutup mata tanpa alasan Hal ini makruh sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-
Jauziyah, “Menutup mata buka dari
sunnah rasul ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ”. Yang terbaik adalah, jika membuka
mata tidak merusak kekhusyu’an
shalat, maka lebih baik
melakukannya. Namun jika hiasan,
ornament dsn sebagainya disekitar
orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu
konsentrasinya, maka
dipoerbolehkan menutup mata.
Namun demikian pernyataan untuk
melakukan hal itu dianjurkan
(mustahab) pada kasus ini. Wallahu A’lam. 16. Makan atau minum atau
tertawa. “Para ulama berkesimpulan oragn
yang shalat dilarang makan dan
minum. Juga ada kesepakatan
diantara mereka bahwa jika
seseorang melakukannya dengan
sengaja maka ia harus mengulang shalatnya. 17. Mengeraskan suara hingga
mengganggu orang-orang di
sekitarnya. Ibnu Taimuiyah menyatakan,
“Siapapun yang membaca Al-Qur’an
dan orang lain sedang shlat sunnah,
maka tidak dibenarkan baginya
untuk membacanya dengan suara
keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika
shalat ashar dan Beliau ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ bersabda, “Hai manusia setip kalian mencari pertolongan dari
Robb kalian. Namun demikian,
jangan berlebihan satu sama lain
dengan bacaan kalian”. 18. Menyela di antara orang yang
sedang shalat. Perbuatan ini teralarang, karena
akan mengganggu. Orang yang
hendak menunaikan shalat
hendaknya shalat pada tempat
yang ada. Namun jika ia melihat
celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak
mengganggu, maka hal ini di
perbolehkan. Larangan ini lebih
ditekankan pada jama’ah shalat
Jum’at, hal ini betul-betul dilarang.
Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda tentang merka yang melintasi
batas shalat, “Duduklah! Kamu
mengganggu dan terlambat
datang”. 19. Tidak meluruskan shaf. Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Luruskan shafmu, sesungguhnya
meluruskan shaf adalah bagian dari
mendirikan shalat yang benar” (HR.
Bukhari dan Muslim). 20. Mengangkat kaki dalam sujud. Hal ini bertentangan dengan ynag
diperintahkan sebagaimana
diriwayatkan dalam dua hadits
shahih dari Ibnu Abbas ﻪﻨﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ , “Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ telah memerintah bersujud dengan tujuh
anggota tubuh dan tidak
mengangkat rambur atau dahi
(termasuk hidung), dua telapak
tangan, dua lutut, dan dua telapak
kaki.” Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua
telapak kaki menyentuk lantai dan
menggerakan jari-jari kaki
menghadao kiblat. Tiap bagian
kaki haris menyentuk lantai. Jika
diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya tidak benar. Sepanjang
dia lakukanutu dalam sujud. 21. Melatakkan tangan kiri dia atas
tangan kanan dan
memposisikannya di leher. Hal ini berlawanan dengan sunnah
karena Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri dan meletakkan
keduanya di dada beliau. Ini hadits
hasan dari beberapa sumber yang
lemah di dalamya. Tapi dalam
hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya. 22. Tidak berhati-hati untuk
melakukan sujud dengan tujuh
angota tubuh(seperti dengan
hidung, kedua telapak tangan,
kedua lutuk dan jari-jari kedua
telapak kaki). Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Jika seorang hamba
sujud, maka tujuh anggota tubuh
harus ikut sujud bersamanya:
wajah, kedu telapak tangan kedua
lutut dan kedua kaki”. (HR. Muslim) 23. Menyembunyikan persendian
tulang dalam shalat. Ini adala perbuatan yang tidak
dibenarkan dalam shalat. Hal ini
didasarkan pad sebuah hadits
dengan sanad yang baik dari
Shu’bah budak Ibnu Abbas yang
berkata, “Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku
menyembunyikan persedianku.”
Selesai shalat di berkata,
“Sesungguhnya kamu kehilangan
ibumu!, karena menyembunyikan
persendian ketika kamu shalat!”. 24. Membunyikan dan
mepermainkan antar jari-jari
(tasbik) selama dan sebelum shalat. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ , “Jika salah seorang dari kalian wudhu
dan pergi kemasjid untuk shalat,
cegahlah dia memainkan
tangannya karena (waktu itu) ia
sudah termasuk waktu shalat.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi) 25. Menjadikan seseorang sebagai
imam, padahal tidak pantas, dan
ada orang lain yang lebih berhak. Merupakan hal yang penting,
bahwa seorang imam harus
memiliki pemahaman tentang
agama dan mampu membaca Al-
Qur’an dengan benar. Sebagaimana
sabda Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ “Imam bagi manusia adalah yang paling
baik membaca Al-Qur’an” (HR.
Muslim) 26. Wanita masuk ke masjid
dengan mempercantik diri atau
memakai harum-haruman. Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda, “Jangan biarkan perrempuan yang
berbau harum menghadiri shalat
isya bersama kita.” (HR. Muslim) 27. Shalat dengan pakaian yang
bergambar, apalagi gambar
makhluk bernyawa. Termasuk pakaian yang terdapat
tulisan atau sesuatu yang bisa
merusak konsentrasi orang yang
shalat di belakangnya. 28. Shalat dengan sarung, gamis
dan celana musbil melebihi mata
kaki). Banyak hadits rasulallah ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ yang meyebutkan larangan berbuat isbal
diantaranya :
A. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda : sesungguhnya allah
tidak menerima shalat seseorang
lelaki yang memakain sarung
dengan cara musbil.” (HR. Abu
Dawud (1/172 no. 638)
B. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda : Allah ﻞﺟﻭﺰﻋ tidak (akan) melihat shalat seseorang yang
mengeluarkan sarungnya sampai
kebawah (musbil) dengan
perasaan sombong.” (Shahih Ibnu
Khuzaimah 1/382)
C. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ bersabda : “Sarung yang melebihi
kedua mata kaki, maka pelakunya
di dalam neraka.” (HR.Bukhari :
5887) 29. Shalat di atas pemakaman atau
menghadapnya. Rasulallah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ berabda, “Jangan kalian
menjadikan kuburan sebagai
masjid. Karena sesungguhnya aku
telah melarang kalian melakukan
hal itu.” (HR. Muslim : 532) 30. Shalat tidak menghadap ke
arah sutrah (pembatas). Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ melarang perbuatan tersebut seraya
bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap
sutrah, hendaklah ia mendekati
sutahnya sehingga setan tidak
dapat memutus shalatnya. (Shahih
Al-Jami’ : 650) Inilah contoh perbuatan beliau ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ “Apabila beliau ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ shalat di temapt terbuka yang tidak ada
seorangpun yang menutupinya,
maka beliau menamcapkan
tombak di depannya, lalu shalat
menghadap tombak tersebut,
sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻢﻠﺳﻭ tidak membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara
dirinya dan sutrah tresebut.” Shifat
Shalat Nabi ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ , karya Al-Albani (hal : 55) Dirangkum dari
“40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh
Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin
fi Akhthail Mushallin, Syaikh
Mansyhur Hasan Salman.

Dosa Meninggalkan Sholat

Para pembaca yang semoga selalu
dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua
pasti tahu bahwa shalat adalah
perkara yang amat penting. Bahkan
shalat termasuk salah satu rukun
Islam yang utama yang bisa membuat bangunan Islam tegak. Namun, realita
yang ada di tengah umat ini sungguh
sangat berbeda. Kalau kita melirik
sekeliling kita, ada saja orang yang
dalam KTP-nya mengaku Islam,
namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu ini. Mungkin di antara
mereka, ada yang hanya
melaksanakan shalat sekali sehari, itu
pun kalau ingat. Mungkin ada pula
yang hanya melaksanakan shalat
sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang lebih parah lagi, tidak
sedikit yang hanya ingat dan
melaksanakan shalat dalam setahun
dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan
Idul Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak yang
mengaku Islam di KTP, namun
kelakuannya semacam ini. Oleh
karena itu, pada tulisan yang singkat
ini kami akan mengangkat
pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah
memudahkannya dan memberi taufik
kepada setiap orang yang membaca
tulisan ini. Para ulama sepakat bahwa
meninggalkan shalat termasuk
dosa besar yang lebih besar dari
dosa besar lainnya Ibnu Qayyim Al Jauziyah –
rahimahullah- mengatakan, “Kaum
muslimin bersepakat bahwa
meninggalkan shalat lima waktu
dengan sengaja adalah dosa besar
yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, berzina,
mencuri, dan minum minuman keras.
Orang yang meninggalkannya akan
mendapat hukuman dan kemurkaan
Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal.
7) Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al
Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah-
berkata, “Tidak ada dosa setelah
kejelekan yang paling besar daripada
dosa meninggalkan shalat hingga
keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang
bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25) Adz Dzahabi –rahimahullah- juga
mengatakan, “Orang yang
mengakhirkan shalat hingga keluar
waktunya termasuk pelaku dosa
besar. Dan yang meninggalkan shalat
secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang
berzina dan mencuri. Karena
meninggalkan shalat atau luput
darinya termasuk dosa besar. Oleh
karena itu, orang yang
meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai
dia bertaubat. Sesungguhnya orang
yang meninggalkan shalat termasuk
orang yang merugi, celaka dan
termasuk orang mujrim (yang berbuat
dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27) Apakah orang yang meninggalkan
shalat, kafir alias bukan muslim? Dalam point sebelumnya telah
dijelaskan, para ulama bersepakat
bahwa meninggalkan shalat termasuk
dosa besar bahkan lebih besar dari
dosa berzina dan mencuri. Mereka
tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi
masalah selanjutnya, apakah orang
yang meninggalkan shalat masih
muslim ataukah telah kafir? Asy Syaukani -rahimahullah-
mengatakan bahwa tidak ada beda
pendapat di antara kaum muslimin
tentang kafirnya orang yang
meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena
malas dan tetap meyakini shalat lima
waktu itu wajib -sebagaimana kondisi
sebagian besar kaum muslimin saat
ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan
pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369). Mengenai meninggalkan shalat
karena malas-malasan dan tetap
meyakini shalat itu wajib, ada tiga
pendapat di antara para ulama
mengenai hal ini. Pendapat pertama mengatakan
bahwa orang yang meninggalkan
shalat harus dibunuh karena
dianggap telah murtad (keluar dari
Islam). Pendapat ini adalah pendapat
Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu
‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani,
‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin
Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib
(ulama Malikiyyah), pendapat
sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i (sebagaimana dikatakan
oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar
bin Al Khothob (sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz
bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu
Hurairah, dan sahabat lainnya. Pendapat kedua mengatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat
dibunuh dengan hukuman had,
namun tidak dihukumi kafir. Inilah
pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah
satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ketiga mengatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat
karena malas-malasan adalah fasiq
(telah berbuat dosa besar) dan dia
harus dipenjara sampai dia mau
menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah
Al Kuwaitiyah, 22/186-187) Jadi, intinya ada perbedaan pendapat
dalam masalah ini di antara para
ulama termasuk pula ulama madzhab.
Bagaimana hukum meninggalkan
shalat menurut Al Qur’an dan As
Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya. Pembicaraan orang yang
meninggalkan shalat dalam Al
Qur’an Banyak ayat yang membicarakan hal
ini dalam Al Qur’an, namun yang kami
bawakan adalah dua ayat saja. Allah Ta’ala berfirman, َﺓﺎَﻠَّﺼﻟﺍ ﺍﻮُﻋﺎَﺿَﺃ ٌﻒْﻠَﺧ ْﻢِﻫِﺪْﻌَﺑ ْﻦِﻣ َﻒَﻠَﺨَﻓ
ْﻦَﻣ ﺎَّﻟِﺇ ﺎًّﻴَﻏ َﻥْﻮَﻘْﻠَﻳ َﻑْﻮَﺴَﻓ ِﺕﺍَﻮَﻬَّﺸﻟﺍ ﺍﻮُﻌَﺒَّﺗﺍَﻭ
ﺎًﺤِﻟﺎَﺻ َﻞِﻤَﻋَﻭ َﻦَﻣَﺁَﻭ َﺏﺎَﺗ “Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui al ghoyya, kecuali
orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60) Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam
ayat tersebut adalah sungai di
Jahannam yang makanannya sangat
menjijikkan, yang tempatnya sangat
dalam. (Ash Sholah, hal. 31) Dalam ayat ini, Allah menjadikan
tempat ini –yaitu sungai di Jahannam-
sebagai tempat bagi orang yang
menyiakan shalat dan mengikuti
syahwat (hawa nafsu). Seandainya
orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat
biasa, tentu dia akan berada di neraka
paling atas, sebagaimana tempat
orang muslim yang berdosa. Tempat
ini (ghoyya) yang merupakan bagian
neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat
orang-orang kafir. Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah
mengatakan, ﺎًﺤِﻟﺎَﺻ َﻞِﻤَﻋَﻭ َﻦَﻣَﺁَﻭ َﺏﺎَﺗ ْﻦَﻣ ﺎَّﻟِﺇ “kecuali orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh.” Maka
seandainya orang yang menyiakan
shalat adalah mukmin, tentu dia tidak
dimintai taubat untuk beriman. Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala
berfirman, َﺓﺎَﻛَّﺰﻟﺍ ﺍُﻮَﺗَﺁَﻭ َﺓﺎَﻠَّﺼﻟﺍ ﺍﻮُﻣﺎَﻗَﺃَﻭ ﺍﻮُﺑﺎَﺗ ْﻥِﺈَﻓ
ِﻦﻳِّﺪﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻢُﻜُﻧﺍَﻮْﺧِﺈَﻓ “Jika mereka bertaubat, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat, maka
(mereka itu) adalah saudara-
saudaramu seagama.” (QS. At Taubah
[9]: 11). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala
mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti
jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah
saudara seiman. Konsekuensinya
orang yang meninggalkan shalat
bukanlah mukmin karena orang
mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, ٌﺓَﻮْﺧِﺇ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﺎَﻤَّﻧِﺇ “Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al
Hujurat [49]: 10) Pembicaraan orang yang
meninggalkan shalat dalam Hadits Terdapat beberapa hadits yang
membicarakan masalah ini. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ِﺓَﻼَّﺼﻟﺍ ُﻙْﺮَﺗ ِﺮْﻔُﻜْﻟﺍَﻭ ِﻙْﺮِّﺸﻟﺍ َﻦْﻴَﺑَﻭ ِﻞُﺟَّﺮﻟﺍ َﻦْﻴَﺑ “(Pembatas) antara seorang muslim
dan kesyirikan serta kekafiran adalah
meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no.
257) Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -
bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam-, beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ﺍَﺫِﺈَﻓ ُﺓﺎَﻠَّﺼﻟﺍ ِﻥﺎَﻤْﻳِﻹﺍَﻭ ِﺮْﻔُﻜﻟﺍ َﻦْﻴَﺑَﻭ ِﺪْﺒَﻌﻟﺍ َﻦْﻴَﺑ
َﻙَﺮْﺷَﺃ ْﺪَﻘَﻓ ﺎَﻬَﻛَﺮَﺗ “Pemisah Antara seorang hamba
dengan kekufuran dan keimanan
adalah shalat. Apabila dia
meninggalkannya, maka dia
melakukan kesyirikan.” (HR. Ath
Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits
ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa
At Tarhib no. 566). Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ُﺓَﻼَّﺼﻟﺍ ُﻩُﺩﻮُﻤَﻋَﻭ ُﻡَﻼْﺳِﻹﺍ ِﺮْﻣَﻷﺍ ُﺱْﺃَﺭ “Inti (pokok) segala perkara adalah
Islam dan tiangnya (penopangnya)
adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825.
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan
At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama
Islam ini adalah seperti penopang
(tiang) yang menegakkan kemah.
Kemah tersebut bisa roboh (ambruk)
dengan patahnya tiangnya. Begitu
juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat. Para sahabat ber-
ijma’ (bersepakat) bahwa
meninggalkan shalat adalah kafir Umar mengatakan, َﺓَﻼَّﺼﻟﺍ َﻙَﺮَﺗ ْﻦَﻤِﻟ َﻡَﻼْﺳِﺇ َﻻ “Tidaklah disebut muslim bagi orang
yang meninggalkan shalat.” Dari jalan yang lain, Umar berkata, َﺓَﻼَّﺼﻟﺍ َﻙَﺮَﺗ ْﻦَﻤِﻟ ِﻡَﻼْﺳِﻻﺍ ﻲِﻓ َّﻆَﺣَﻻﻭ “Tidak ada bagian dalam Islam bagi
orang yang meninggalkan
shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik.
Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di
Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam
Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya,
juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih,
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al
Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209).
Saat Umar mengatakan perkataan di
atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun
yang mengingkarinya. Oleh karena
itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat
sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah. Mayoritas sahabat Nabi menganggap
bahwa orang yang meninggalkan
shalat dengan sengaja adalah kafir
sebagaimana dikatakan oleh seorang
tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau
mengatakan, ٍﺪَّﻤَﺤُﻣ ُﺏﺎَﺤْﺻَﺃ َﻥﺎَﻛ - ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ - َﻻ
َﺮْﻴَﻏ ٌﺮْﻔُﻛ ُﻪُﻛْﺮَﺗ ِﻝﺎَﻤْﻋَﻷﺍ َﻦِﻣ ﺎًﺌْﻴَﺷ َﻥْﻭَﺮَﻳ
ِﺓَﻼَّﺼﻟﺍ “Dulu para shahabat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah menganggap suatu amal yang
apabila ditinggalkan menyebabkan
kafir kecuali shalat.” Perkataan ini
diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang
tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa
hadits ini bersambung dengan
menyebut Abu Hurairah di dalamnya.
Dan sanad (periwayat) hadits ini
adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab,
hal. 52) Dari pembahasan terakhir ini terlihat
bahwasanya Al Qur’an, hadits dan
perkataan sahabat bahkan ini adalah
ijma’ (kesepakatan) mereka
menyatakan bahwa orang yang
meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah
pendapat yang terkuat dari pendapat
para ulama yang ada. Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah
seseorang itu malu dengan
mengingkari pendapat bahwa orang
yang meninggalkan shalat adalah
kafir, padahal hal ini telah
dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan
sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya
Allah-lah yang dapat memberi
taufik).” (Ash Sholah, hal. 56) Berbagai kasus orang yang
meninggalkan shalat [Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan
mengingkari kewajibannya
sebagaimana mungkin perkataan
sebagian orang, “Sholat oleh, ora
sholat oleh.” [Kalau mau shalat boleh-
boleh saja, tidak shalat juga tidak apa- apa]. Jika hal ini dilakukan dalam
rangka mengingkari hukum wajibnya
shalat, orang semacam ini dihukumi
kafir tanpa ada perselisihan di antara
para ulama. [Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan
menganggap gampang dan tidak
pernah melaksanakannya. Bahkan
ketika diajak untuk
melaksanakannya, malah enggan.
Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang menunjukkan
kafirnya orang yang meninggalkan
shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad,
Ishaq, mayoritas ulama salaf dari
shahabat dan tabi’in. [Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu tidak
rutin dalam melaksanakan shalat yaitu
kadang shalat dan kadang tidak.
Maka dia masih dihukumi muslim
secara zhohir (yang nampak pada
dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu
hendaklah bersikap lemah lembut
terhadap orang semacam ini hingga
dia kembali ke jalan yang benar. Wal
‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya
dilihat dari keadaan akhir hidupnya]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan, “Jika seorang hamba
melakukan sebagian perintah dan
meninggalkan sebagian, maka
baginya keimanan sesuai dengan
perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa
jadi pada seorang hamba ada iman
dan nifak sekaligus. …Sesungguhnya
sebagian besar manusia bahkan
mayoritasnya di banyak negeri,
tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak
meninggalkan secara total. Mereka
terkadang shalat dan terkadang
meninggalkannya. Orang-orang
semacam ini ada pada diri mereka
iman dan nifak sekaligus. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir
seperti pada masalah warisan dan
semacamnya. Hukum ini (warisan)
bisa berlaku bagi orang munafik
tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku
bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa,
7/617) [Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat
dan tidak mengetahui bahwa
meninggalkan shalat membuat orang
kafir. Maka hukum bagi orang
semacam ini adalah sebagaimana
orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya
kejahilan pada dirinya yang dinilai
sebagai faktor penghalang untuk
mendapatkan hukuman. [Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat
hingga keluar waktunya. Dia selalu
rutin dalam melaksanakannya, namun
sering mengerjakan di luar waktunya.
Maka orang semacam ini tidaklah
kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela
sebagaimana Allah berfirman, َﻦﻴِّﻠَﺼُﻤْﻠِﻟ ٌﻞْﻳَﻭ (4) ْﻢِﻬِﺗﺎَﻠَﺻ ْﻦَﻋ ْﻢُﻫ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻮُﻫﺎَﺳ 5) ) “Maka kecelakaanlah bagi orang-
orang yang shalat, (yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya.” (QS.
Al Maa’un [107]: 4-5) (Lihat Al
Manhajus Salafi ‘inda Syaikh
Nashiruddin Al Albani, 189-190) Penutup Sudah sepatutnya kita menjaga shalat
lima waktu. Barangsiapa yang selalu
menjaganya, berarti telah menjaga
agamanya. Barangsiapa yang sering
menyia-nyiakannya, maka untuk
amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Amirul Mukminin, Umar bin Al
Khoththob –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan, “Sesungguhnya di
antara perkara terpenting bagi kalian
adalah shalat. Barangsiapa menjaga
shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-
nyiakannya, maka untuk amalan
lainnya akan lebih disia-siakan lagi.
Tidak ada bagian dalam Islam, bagi
orang yang meninggalkan shalat.” Imam Ahmad –rahimahullah- juga
mengatakan perkataan yang serupa,
“Setiap orang yang meremehkan
perkara shalat, berarti telah
meremehkan agama. Seseorang
memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya
terhadap shalat lima waktu. Seseorang
yang dikatakan semangat dalam Islam
adalah orang yang betul-betul
memperhatikan shalat lima waktu.
Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau
menemui Allah, sedangkan engkau
tidak memiliki bagian dalam Islam.
Kadar Islam dalam hatimu, sesuai
dengan kadar shalat dalam
hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12) Oleh karena itu, seseorang bukanlah
hanya meyakini (membenarkan)
bahwa shalat lima waktu itu wajib.
Namun haruslah disertai dengan
melaksanakannya (inqiyad). Karena
iman bukanlah hanya dengan tashdiq (membenarkan), namun harus pula
disertai dengan inqiyad
(melaksanakannya dengan anggota
badan). Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman
adalah dengan membenarkan
(tashdiq). Namun bukan hanya
sekedar membenarkan (meyakini)
saja, tanpa melaksanakannya
(inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu
iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum
sholeh, dan orang Yahudi yang
membenarkan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah (mereka meyakini
hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka
semua akan disebut orang yang
beriman (mu’min-mushoddiq).” Al Hasan mengatakan, “Iman
bukanlah hanya dengan angan-
angan (tanpa ada amalan). Namun
iman adalah sesuatu yang menancap
dalam hati dan dibenarkan dengan
amal perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36) Semoga tulisan yang singkat ini
bermanfaat bagi kaum muslimin.
Semoga kita dapat mengingatkan
kerabat, saudara dan sahabat kita
mengenai bahaya meninggalkan
shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa
shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad
wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. ***