Nonton iklan bentar ya...!!!

Thursday 24 March 2011

alam gaib..dari pandangan sisi agama

Alam dibedakan atas alam ghaib
(seperti Allah, malaikat, jin, surga, dan
neraka) dan alam tampak. Ghaib
menurut bahasa berarti yang tidak
tampak. Allah-lah yang paling
mengetahui kedua alam tersebut. “Dialah Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, yang mengetahui yang
ghaib dan yang tampak (QS Al-Hasyr :
22)”. “Sesungguhnya Aku mengetahui segala yang ghaib di
langit dan di bumi dan Aku
mengetahui apa yang kalian
tampakkan dan apa yang kalian
sembunyikan (QS Al-Baqarah : 33 )”. Kita harus beriman kepada yang
ghaib. “Kitab ini tidak ada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi
orang-orang yang bertaqwa. Yaitu
mereka yang beriman kepada yang
ghaib … (QS Al-Baqarah : 2-3)”. Tetapi kita hanya bisa mengetahui yang
ghaib secara benar dengan cara
ikhbari, yakni sejauh apa yang
dikemukakan oleh Allah dan Rasul-
Nya (Al-Qur’аn dan Aѕ-Sunnah). Alam ghaib yang diciptakan oleh Allah
merupakan ujian bagi manusia selama
dia hidup di dunia. Manusia diuji
apakah ketika di dunia dia beriman
kepada Allah, Hari Akhir, surga,
neraka, pahala akhirat dan sebagainya – yang mana semuanya itu tidak tampak – ataukah dia mengingkarinya. Malaikat Malaikat merupakan tentara-tentara
Allah yang ditugaskan untuk urusan-
urusan tertentu. Diantara malaikat-
malaikat Allah kita mengenal antara
lain malaikat yang sepuluh, delapan
malaikat yang mengusung Arsy Allah (QS Al-Haaqqah : 17), dan malaikat-
malaikat yang ditugaskan untuk
menolong orang-orang mukmin yang
sedang berjihad (QS Al-Anfal : 9). Sifat-sifat malaikat : 1) Memiliki dua, tiga, atau empat sayap
(QS Faathir : 1), kecuali Jibril – yang merupakan malaikat yang paling
besar - memiliki 600 atau 700 sayap
(Shahih Al-Bukhari). 2) Suka berkumpul di majelis-majelis
dzikir / ilmu sembari memohonkan
ampun bagi yang ada disitu dan
mengepak-ngepakkan sayap mereka
sebagai tanda ridha. 3) Merupakan tentara-tentara Allah
yang tidak pernah bermaksiat
(membangkang) atas perintah Allah
kepada mereka dan senantiasa
mengerjakan apa yang diperintahkan
oleh Allah kepada mereka. 4) Tidak menikah, tidak makan, dan
tidak minum. 5) Tidak memasuki rumah yang
didalamnya terdapat patung-patung
atau gambar-gambar yang
diharamkan. 6) Menyukai tempat-tempat yang
bersih. Jin Jin dan manusia yang dua makhluq
Allah yang dibebani dengan syariat
agama, sehingga dikenai pahala dan
siksa. Semua jin bisa meninggal dunia
kecuali Iblis dan keturunannya yang
ditangguhkan kematiannya sampai Hari Kiamat. Iblis dahulunya juga jin
tetapi setelah menolak sujud kepada
Adam atas perintah Allah, ia beserta
keturunannya dilaknat oleh Allah. Jadi
Iblis dan keturunannya kafir
seluruhnya, berbeda dengan jin yang terdiri atas mukmin dan kafir. Jin yang
kafir ini sering juga disebut sebagai
syaithan karena memiliki sifat yang
serupa. Disamping itu, istilah syaithan
juga dipakai untuk manusia yang
memiliki sifat-sifat syaithan. Adapun jin yang muslim, sebagaimana
manusia, ada yang benar-benar taat
dan ada pula yang suka berbuat
maksiat. Syaithan dan jin menikah, makan, dan
juga minum. Keduanya tingal di alam
yang tidak terlihat oleh manusia, tetapi
mereka bisa melihat manusia. Tetapi
jika mereka menampakkan diri di
alam tampak dalam wujud alam tampak maka manusia bisa melihat
mereka. Syaithan dan jin yang ingkar
menyukai tempat-tempat yang kotor
dan juga rumah-rumah yang tidak
dibacakan Al-Qur ’аn didalamnya dan rumah-rumah yang penghuninya
tidak pernah berdzikir kepada Allah. Qarin (Pendamping) Manusia Allah telah menetapkan bahwa setiap
manusia didampingi oleh seorang
malaikat (yang senantiasa mengajak
kepada kebaikan) dan seorang jin
kafir (yang senantiasa mengajak
kepada keburukan). Semua jin yang menjadi qarin manusia adalah kafir
kecuali jin qarin Rasulullah yang telah
diislamkan oleh Allah. Interaksi antara Jin dan Manusia 1) Dari sisi penciptaan, manusia lebih
baik dan lebih mulia daripada jin.
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-
baik penciptaan (QS At-Tiin )”. “Dan sungguh Kami telah memuliakan
keturunan Adam (manusia) … (QS Al- Isra’)”. 2) Rasul-rasul Allah adalah dari
kalangan manusia. Tetapi jin tetap bisa
mendengarkan dakwah mereka
karena jin bisa melihat dan
mendengarkan mereka dari alam
mereka. 3) Dalam syariat Nabi Muhammad saw,
kita dilarang untuk meminta
perlindungan dan meminta
pertolongan kepada jin, meskipun
dalam perkara kebaikan. “Dan terdapat sekelompok manusia yang
meminta perlindungan kepada
sekelompok jin sehingga para jin itu
menjadi semakin congkak (QS Al-Jin )”. 4)Islam mengharamkan pernikahan
antara jin dan manusia. Tentang Peramalan Syaithan senantiasa berusaha untuk
mencuri berita langit dengan cara
saling berpikul-pikulan diantara
mereka sehingga yang diatas
menyampaikan kepada yang
dibawahnya. Jika telah sampai pada syaithan yang paling bawah maka
syaithan tersebut akan
menyampaikannya pada tukang
ramal (dukun). Tetapi setiap kali
mereka berusaha mencuri berita langit
itu, Allah menjadikan suluh-suluh api yang menyambar mereka. Sebagian
besar usaha pencurian mereka
senantiasa gagal tetapi jika sekali saja
mereka berhasil mencuri maka satu
berita benar itu akan dibungkus
dengan 99 kedustaan dan kebatilan. Tentang Sihir Sihir merupakan salah satu dosa
besar. Dalam hukum Islam, pelaku
sihir harus dihukum mati. Sihir ada
yang berupa tipuan pandangan mata
dan ada pula yang menyakiti orang
lain. Pintu-Pintu Penyebab Campur Tangan
Jin di Alam Manusia Faktor-faktor penyebab campur
tangan dan gangguan jin di alam
manusia melalui berbagai pintu,
antara lain: a. Pintu kelemahan kondisi psikologis
(kejiwaan) seperti : Perasaan takut
sekali, sedih sekali, marah sekali,
kelalaian hati dari zikrudllah dan
semacamnya b. Pintu memperturutkan hawa nafsu
di tengah maraknya berbagai
kemaksiatan. c. Pintu bid’ah dengan segala macam dan tingkatannya yang tersebar di
tengah – tengah masyarakat. d. Pintu dunia perdukunan, peramalan
dan sejenisnya. e. Pintu dunia beladiri dan olah
kanoragan dengan menggunakan
tenaga dalam. f. Pintu dunia olah pernafasan,
meditasi dan semacamnya. g. Pintu dunia pengobatan alternatif
supranatural. h. Kencederungan umum masyarakat
kepada dunia klenik, mistik dan
misteri. i. Dan lain – lain. Tentang Ruqyah Syar’iyah Definisi: Ruqyah Syar’iyah adalah sebuah terapi syar’i dengan cara pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’аn dan ԁο′a-ԁο′a perlindungan yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dilakukan seorang
muslim, baik dengan tujuan untuk
penjagaan dan perlindungan diri
sendiri atau orang lain dari pengaruh
jahat pandangan mata (al-’ain) manusia dan jin, kerasukan, pengaruh
sihir, gangguan kejiwaan, berbagai
penyakit fisik dan lain-lain; Maupun
dengan tujuan untuk pengobatan dan
penyembuhan bagi orang yang
terkena salah satu diantara jenis-jenis gangguan dan penyakit tersebut. Penting: Istilah Ruqyah disertai kata
Syar’iyah dimaksudkan bahwa, terapi ini dalam pelaksanaannya harus
murni semurni-murninya sesuai
dengan batasan-batasan Syari’ah Islam yang berdasarkan Al-Qur ’аn dan Aѕ-Sunnah. Dan hal itu baik dalam kemurnian Aqidah, niat dan tujuan,
muatan dan isi, maupun tata cara
pelaksanaan. Jadi harus bersih
sebersih-bersihnya dari unsur-unsur
campuran yang tidak berdasar
(bid’ah) dan yang melanggar hukum Syara’. Urgensi Ruqyah Syar’iyah 1. Menghidupkan sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal penjagaan dan perlindungan diri serta
terapi pengobatan penyakit jiwa
maupun fisik. 2. Minimnya pembentengan diri
dengan wirid – wirid dan dzikir- dzikir syar’i, sehingga banyak kalangan yang berpeluang terkena pengaruh
buruk pandangan mata kedengkian
manusia dan jin. Disamping
banyaknya korban kejahatan dunia
sihir dan perdukunan. Perisai Diri 1. Secara umum, jagalah ketaatan dan
jauhi kemaksiatan. 2. Peliharalah sholat fardhu dan juga
sholat-sholat nafilah, khususnya
sholat rawatib, qiyamul lail (minimal
witir) dan sholat dhuha. 3. Perbanyaklah membaca Al-Qur ’аn setiap hari, khususnya pada malam
hari, dan lebih afdhal jika disertai
dengan membaca terjemah tafsirnya
untuk tadabbur. 4. Persempitlah jalan syaithan dalam
diri dengan banyak berpuasa, minimal
tiga hari setiap bulan. 5. Basahi lidah dan bibir dengan
banyak berdzikir, baik dzikir secara
khusus pada kesempatan-
kesempatan tertentu maupun dzikir
secara umum seperti bertasbih,
bertahmid, bertakbir, bertahlil, bershalawat, dan lain-lain. 6. Jagalah wirid dzikir pagi dan petang
dengan Al-Ma’tsurat atau lainnya yang bersumber dari Al-Qur’аn dan Aѕ- Sunnah. 7. Bekali diri dengan ilmu yang shahih
berdasarkan Al-Qur ’аn dan Aѕ-Sunnah sesuai manhaj аѕ-salaf ash-shalih, dengan banyak membaca, konsultasi,
mengikuti kajian-kajian Islam secara
manhaji, dan lain-lain; khususnya
dalam tema-tema aqidah,
tazkiyatunnafs, tafsir Al-Qur ’аn, dan Al-Hadits. 8. Jauhilah kebiasaan melamun dan
mengkhayal, serta hindarkan pikiran
dari hal-hal yang membebani sampai
membuat gelisah, sedih, takut,
tertekan, marah, putus asa, dan lain-
lain. 9. Pertahankan diri selalu berada di
tengah lingkar pertemanan dan
kebersamaan islami yang istiqamah. 10. Sering-seringlah bermuhasabah
diri diikuti taubat dan istighfar. 11. Usahakan selalu dalam keadaan
suci (berwudhu). 12. Tidurlah secara islami (sesuai
Sunnah), dengan cara : a. Niat (tidur dengan sengaja). b. Berwudhu. c. Membersihkan dan merapikan
tempat tidur. d. Membaca tasbih 33 kali, tahmid 33
kali dan takbir 34 kali. e. Membaca Ayat Kursi dan dua ayat
terakhir Surat Al-Baqarah. f. Mendekatkan kedua telapak tangan
ke mulut, meniup, dan membaca
surat-surat: Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan
An-Naas, lalu mengusapkan pada
anggota badan semerata mungkin.
Dan ini dilakukan tiga kali. g. Membaca doa tidur. h. Tidur dengan cara berbaring miring
ke kanan. i. Jika bermimpi buruk hendaklah : 1) Meludah kecil ke sebelah kiri 3 kali. 2) Berta’awwudz. 3) Mengubah posisi tidur. 4) Tidak menceritakannya. 5) Lebih baik jika bangun, berwudhu,
lalu sholat. j. Membaca doa bangun tidur

kehidupan alam jin

Jin memang diakui keberadaannya
dalam syariat. Sayangnya, banyak
masyarakat yang menyikapinya
dengan dibumbui klenik mistis.
Bahkan belakangan, tema jin dan
alam ghaib menjadi salah satu komoditi yang menyesaki tayangan
berbagai media. Fenomena alam jin akhir-akhir ini
menjadi topik yang ramai
diperbincangkan dan hangat di bursa
obrolan. Menggugah keinginan
banyak orang untuk mengetahui
lebih jauh dan menyingkap tabir rahasianya, terlebih ketika mereka
banyak disuguhi tayangan-tayangan
televisi yang sok berbau alam ghaib.
Lebih parah lagi, pembahasan seputar
itu tak lepas dari pemahaman mistik
yang menyesatkan dan membahayakan aqidah. Padahal alam
ghaib, jin, dan sebagainya merupakan
perkara yang harus diimani
keberadaannya dengan benar. Membahas topik seputar jin sendiri
sejatinya sangatlah panjang. Sampai-
sampai guru kami Asy-Syaikh Muqbil
bin Hadi rahimahullahu mengatakan:
“Bila ada seseorang yang menulisnya, tentu akan keluar menjadi sebuah
buku seperti Bulughul Maram atau
Riyadhus Shalihin, dilihat dari sisi
klasifikasinya, yang muslim dan yang
kafir, penguasaan jin dan setan, serta
godaan-godaannya terhadap Bani Adam.” ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Keagamaan Kaum Jin Jin tak jauh berbeda dengan Bani
Adam. Di antara mereka ada yang
shalih dan ada pula yang rusak lagi
jahat. Seperti firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala menghikayatkan mereka: َﻖِﺋﺍَﺮَﻃ ﺎَّﻨُﻛ َﻚِﻟَﺫ َﻥْﻭُﺩ ﺎَّﻨِﻣَﻭ َﻥْﻮُﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ﺎَّﻨِﻣ ﺎَّﻧَﺃَﻭ ﺍًﺩَﺪِﻗ “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di
antara kami ada (pula) yang tidak
demikian halnya. Adalah kami
menempuh jalan yang berbeda-
beda.” (Al-Jin: 11) Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: ْﻦَﻤَﻓ َﻥْﻮُﻄِﺳﺎَﻘْﻟﺍ ﺎَّﻨِﻣَﻭ َﻥْﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍ ﺎَّﻨِﻣ ﺎَّﻧَﺃَﻭ ﺍًﺪَﺷَﺭ ﺍْﻭَّﺮَﺤَﺗ َﻚِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ َﻢَﻠْﺳَﺃ “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada
(pula) orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran.” (Al-Jin: 14) Di antara mereka ada yang kafir, jahat
dan perusak, ada yang bodoh, ada
yang sunni, ada golongan Syi’ah, serta ada juga golongan sufi. Diriwayatkan dari Al-A ’masy, beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku, lalu kutanya: ‘Makanan apa yang kalian sukai?’ Dia menjawab: ‘Nasi.’ Maka kubawakan nasi untuknya, dan aku melihat sesuap
nasi diangkat sedang aku tidak
melihat siapa-siapa. Kemudian aku
bertanya: ‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu
seperti yang ada di tengah-tengah
kami?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ ‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang ada di tengah kalian?” tanyaku. Dia menjawab: ‘Merekalah yang paling jelek di antara kami’.” Ibnu Katsir rahimahullahu berkata:
“Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami, Al-Hafizh Abul Hajjaj
Al-Mizzi, dan beliau mengatakan:
‘Sanad riwayat ini shahih sampai Al- A’masy’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 4/451) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Mendakwahi Jin Dakwah memiliki kedudukan yang
sangat agung. Dakwah merupakan
bagian dari kewajiban yang paling
penting yang diemban kaum muslimin
secara umum dan para ulama secara
lebih khusus. Dakwah merupakan jalan para rasul, di mana mereka
merupakan teladan dalam persoalan
yang besar ini. Karena itulah Allah Subhanahu wa
Ta’ala mewajibkan para ulama untuk menerangkan kebenaran dengan
dalilnya dan menyeru manusia
kepadanya. Sehingga keterangan itu
dapat mengeluarkan mereka dari
gelapnya kebodohan, dan
mendorong mereka untuk melaksanakan urusan dunia dan
agama sesuai dengan apa yang telah
diperintahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dakwah yang diemban Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dakwah yang universal, tidak terbatas
kepada kaum tertentu tetapi untuk
seluruh manusia. Bahkan kaum jin
pun menjadi bagian dari sasaran
dakwahnya. Al-Qur`an telah mengabarkan kepada
kita bahwa sekelompok kaum jin
mendengarkan Al-Qur`an,
sebagaimana tertera dalam surat Al-
Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah
menyuruh Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memberitahukan yang
demikian itu. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: ِّﻦِﺠْﻟﺍ َﻦِﻣ ٌﺮَﻔَﻧ َﻊَﻤَﺘْﺳﺍ ُﻪَّﻧَﺃ َّﻲَﻟِﺇ َﻲِﺣْﻭُﺃ ْﻞُﻗ ﺎًﺒَﺠَﻋ ﺎًﻧﺁْﺮُﻗ ﺎَﻨْﻌِﻤَﺳ ﺎَّﻧِﺇ ﺍﻮُﻟﺎَﻘَﻓ “Katakanlah (hai Muhammad): ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya:
sekumpulan jin telah mendengarkan
Al-Qur`an, lalu mereka berkata:
‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur`an yang
menakjubkan’,” dan seterusnya. (Lihat Al-Qur`an surat Al-Jin: 1) Tujuan dari itu semua adalah agar
manusia mengetahui ihwal kaum jin,
bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada segenap
manusia dan jin. Di dalamnya terdapat
petunjuk bagi manusia dan jin serta
apa yang wajib bagi mereka yakni
beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, Rasul-Nya, dan hari akhir. Juga taat kepada Rasul-Nya dan larangan
dari melakukan kesyirikan dengan jin. Jika jin itu sebagai makhluk hidup,
berakal dan dibebani perintah dan
larangan, maka mereka akan
mendapatkan pahala dan siksa.
Bahkan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diutus kepada mereka,
maka wajib atas seorang muslim
untuk memberlakukan di tengah-
tengah mereka seperti apa yang
berlaku di tengah-tengah manusia
berupa amar ma’ruf nahi mungkar dan berdakwah seperti yang telah
disyariatkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya. Juga seperti yang telah diserukan dan dilakukan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas mereka. Bila mereka menyakiti, maka
hadapilah serangannya seperti saat
membendung serangan manusia.
(Idhahu Ad-Dilalah fi ‘Umumi Ar- Risalah, hal. 13 dan 16) Mendakwahi kaum jin tidaklah
mengharuskan seseorang untuk
terjun menyelami seluk-beluk alam
dan kehidupan mereka, serta bergaul
langsung dengannya. Karena semua
ini tidaklah diperintahkan. Sebab, lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah lainnya yang
dilakukan di tengah-tengah manusia
berarti juga telah mendakwahi
mereka.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi
rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para
jin itu tidak menghadiri majelis-majelis
ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru.
Padahal tidak ada yang dapat
mencegah mereka untuk
menghadirinya, kecuali di antaranya ada yang mengganggu dan ada
setan-setan.
Maka kita katakan: ِﻦْﻴِﻃﺎَﻴَّﺸﻟﺍ ِﺕﺍَﺰَﻤَﻫ ْﻦِﻣ َﻚِﺑ ُﺫْﻮُﻋَﺃ ِّﺏَﺭ ْﻞُﻗَﻭ . ِﻥْﻭُﺮُﻀْﺤَﻳ ْﻥَﺃ ِّﺏَﺭ َﻚِﺑ ُﺫْﻮُﻋَﺃَﻭ “Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan.
Dan aku berlindung (pula) kepada
Engkau ya Rabbku, dari kedatangan
mereka kepadaku. ” (Al-Mu`minun: 97-98) [lihat Nashihatii li Ahlis Sunnah
Minal Jin] ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Adakah Rasul dari Kalangan Jin? Para ulama berselisih pendapat
tentang masalah ini, apakah dari
kalangan jin ada rasul, ataukah rasul
itu hanya dari kalangan manusia?
Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ْﻢُﻜْﻨِﻣ ٌﻞُﺳُﺭ ْﻢُﻜِﺗْﺄَﻳ ْﻢَﻟَﺃ ِﺲْﻧِﻹْﺍَﻭ ِّﻦِﺠْﻟﺍ َﺮَﺸْﻌَﻣﺎَﻳ َﺀﺎَﻘِﻟ ْﻢُﻜَﻧْﻭُﺭِﺬْﻨُﻳَﻭ ﻲِﺗﺎَﻳﺁ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻥْﻮُّﺼُﻘَﻳ ﺎَﻨِﺴُﻔْﻧَﺃ ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻧْﺪِﻬَﺷ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ ﺍَﺬَﻫ ْﻢُﻜِﻣْﻮَﻳ ْﻢِﻬِﺴُﻔْﻧَﺃ ﻰَﻠَﻋ ﺍﻭُﺪِﻬَﺷَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ُﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ُﻢُﻬْﺗَّﺮَﻏَﻭ َﻦْﻳِﺮِﻓﺎَﻛ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ْﻢُﻬَّﻧَﺃ “Wahai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu
rasul-rasul dari golongan kamu
sendiri yang menyampaikan
kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi
peringatan kepadamu terhadap
pertemuanmu dengan hari ini?” Mereka berkata: ‘Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’. Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan
mereka menjadi saksi atas diri mereka
sendiri bahwa mereka adalah orang-
orang yang kafir.” (Al-An ’am: 130) Sebagian ulama berdalil dengan ayat
ini untuk menyatakan bahwa ada
rasul dari kalangan jin. Juga
berdalilkan dengan sebuah atsar
(riwayat) dari Adh-Dhahhak ibnu
Muzahim. Beliau mengatakan bahwa ada rasul dari kalangan jin. Yang
berpendapat seperti ini di antaranya
adalah Muqatil dan Abu Sulaiman,
namun keduanya tidak menyebutkan
sandaran (dalil)-nya. (Zadul Masir,
3/125) Yang benar, wal ’ilmu ’indallah, tidak ada rasul dari kalangan jin. Dan
pendapat inilah yang para salaf dan
khalaf berada di atasnya. Adapun
atsar yang datang dari Adh-Dhahhak,
telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dalam Tafsir-nya (12/121). Namun di dalam sanadnya ada syaikh (guru)
Ibnu Jarir yang bernama Ibnu Humaid
yakni Muhammad bin Humaid Abu
Abdillah Ar-Razi. Para ulama banyak
membicarakannya, seperti Al-Imam
Al-Bukhari telah berkata tentangnya: “Fihi nazhar (perlu ditinjau kembali, red.).” Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: “Dia, bersamaan dengan kedudukannya
sebagai imam, adalah mungkarul
hadits, pemilik riwayat yang aneh-
aneh.” (Siyarul A’lam An-Nubala`, 11 / 530). Lebih lengkapnya silahkan
pembaca merujuk kitab-kitab al-jarhu
wa ta’dil. Ibnu Katsir rahimahullahu berkata:
“Tidak ada rasul dari kalangan jin seperti yang telah dinyatakan Mujahid
dan Ibnu Juraij serta yang lainnya dari
para ulama salaf dan khalaf. Adapun
berdalil dengan ayat –yakni Al-An ’am: 130–, maka perlu diteliti ulang karena masih terdapatnya kemungkinan,
bukan merupakan sesuatu yang
sharih (jelas pendalilannya). Sehingga
kalimat ‘dari golongan kamu sendiri’ maknanya adalah ‘dari salah satu golongan kamu’.” (Lihat Tafsir Al- Qur`anul ‘Azhim, 2/188) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Menikah dengan Jin Menikah adalah satu-satunya cara
terbaik untuk mendapatkan
keturunan. Karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkannya untuk segenap
hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman: ْﻦِﻣ َﻦْﻴِﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍَﻭ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ﻰَﻣﺎَﻳَﻷْﺍ ﺍﻮُﺤِﻜْﻧَﺃَﻭ ْﻢُﻜِﺋﺎَﻣِﺇَﻭ ْﻢُﻛِﺩﺎَﺒِﻋ “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang
perempuan.”(An-Nuur: 32) Kaum jin memiliki keturunan dan anak
keturunannya beranak-pinak,
sebagaimana manusia berketurunan
dan anak keturunannya beranak-
pinak. Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman: ْﻢُﻜَﻟ ْﻢُﻫَﻭ ﻲِﻧْﻭُﺩ ْﻦِﻣ َﺀﺎَﻴِﻟْﻭَﺃ ُﻪَﺘَّﻳِّﺭُﺫَﻭ ُﻪَﻧْﻭُﺬِﺨَّﺘَﺘَﻓَﺃ ٌّﻭُﺪَﻋ “Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai
pemimpin selain-Ku, sedangkan
mereka adalah musuh kalian?” (Al- Kahfi: 50) Kalangan kaum jin itu ada yang
berjenis laki-laki dan ada juga
perempuan, sehingga untuk
mendapatkan keturunan merekapun
saling menikah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: ٌّﻥﺎَﺟ َﻻَﻭ ْﻢُﻬَﻠْﺒَﻗ ٌﺲْﻧِﺇ َّﻦُﻬْﺜِﻤْﻄَﻳ ْﻢَﻟ “Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
surga yang menjadi suami mereka)
dan tidak pula oleh jin.” (Ar-Rahman: 56) Artha’ah Ibnul Mundzir rahimahullahu berkata: “Dhamrah ibnu Habib pernah ditanya: ‘Apakah jin akan masuk surga?’ Beliau menjawab: ‘Ya, dan mereka pun menikah. Untuk jin yang
laki-laki akan mendapatkan jin yang
perempuan, dan untuk manusia yang
jenis laki-laki akan mendapatkan
yang jenis
perempuan’.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 4/288) Termasuk kasih sayang Allah
Subhanahu wa Ta’ala terhadap Bani Adam, Allah Subhanahu wa Ta ’ala menjadikan untuk mereka suami-
suami atau istri-istri dari jenis mereka
sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ﺎًﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَﺃ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻖَﻠَﺧ ْﻥَﺃ ِﻪِﺗﺎَﻳﺁ ْﻦِﻣَﻭ ًﺔَﻤْﺣَﺭَﻭ ًﺓَّﺩَﻮَﻣ ْﻢُﻜَﻨْﻴَﺑ َﻞَﻌَﺟَﻭ ﺎَﻬْﻴَﻟِﺇ ﺍﻮُﻨُﻜْﺴَﺘِﻟ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya. Dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang.” (Ar-Rum: 21) Perkara ini, yakni pernikahan antara
manusia dengan manusia adalah hal
yang wajar, lumrah dan sesuai tabiat,
karena adanya rasa cinta dan kasih
sayang di tengah-tengah mereka.
Persoalannya, mungkinkah terjadi pernikahan antara manusia dengan
jin, atau sebaliknya jin dengan
manusia? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu berkata: “Pernikahan antara manusia dengan jin memang
ada dan dapat menghasilkan anak.
Peristiwa ini sering terjadi dan
populer. Para ulama pun telah
menyebutkannya. Namun
kebanyakan para ulama tidak menyukai pernikahan dengan
jin.” (Idhahu Ad-Dilalah hal. 16) 1 Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi
rahimahullahu mengatakan: “Para ulama telah berselisih pendapat
tentang perkara ini sebagaimana
dalam kitab Hayatul Hayawan karya
Ad-Dimyari. Namun menurutku, hal itu
diperbolehkan, yakni laki-laki yang
muslim menikahi jin wanita yang muslimah. Adapun firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala: ﺎًﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَﺃ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻖَﻠَﺧ ْﻥَﺃ ِﻪِﺗﺎَﻳﺁ ْﻦِﻣَﻭ ًﺔَﻤْﺣَﺭَﻭ ًﺓَّﺩَﻮَﻣ ْﻢُﻜَﻨْﻴَﺑ َﻞَﻌَﺟَﻭ ﺎَﻬْﻴَﻟِﺇ ﺍﻮُﻨُﻜْﺴَﺘِﻟ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepada-nya…” (Ar-Rum: 21), maka –maknanya– ini adalah anugrah yang terbesar di mana manusia yang
jenis laki-laki menikah dengan
manusia yang jenis perempuan, dan
jin laki-laki dengan jin perempuan. Tetapi jika seorang laki-laki dari
kalangan manusia menikah dengan
seorang perempuan dari kalangan jin,
maka kita tidak memiliki alasan dari
syariat yang dapat mencegahnya.
Demikian juga sebaliknya. Hanya saja Al-Imam Malik rahimahullahu tidak
menyukai bila seorang wanita terlihat
dalam keadaan hamil, lalu dia ditanya:
“Siapa suamimu?” Dia menjawab: “Suamiku dari jenis jin.” Saya (Asy-Syaikh Muqbil) katakan:
“Memungkinkan sekali fenomena yang seperti ini membuka peluang
terjadinya perzinaan dan
kenistaan.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Meminta Bantuan Jin Sangat rasional dan amatlah sesuai
dengan fitrah bila yang lemah
meminta bantuan kepada yang kuat,
dan yang kekurangan meminta
bantuan kepada yang serba
kecukupan. Manusia lebih mulia dan lebih tinggi
kedudukannya daripada jin. Sehingga
sangatlah jelek dan tercela bila
manusia meminta bantuan kepada jin.
Selain itu, bila ternyata yang dimintai
bantuannya adalah setan, maka secara perlahan, setan itu akan
menyuruh kepada kemaksiatan dan
penyelisihan terhadap agama Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ٍﻝﺎَﺟِﺮِﺑ َﻥْﻭُﺫْﻮُﻌَﻳ ِﺲْﻧِﻹْﺍ َﻦِﻣ ٌﻝﺎَﺟِﺭ َﻥﺎَﻛ ُﻪَّﻧَﺃَﻭ ﺎًﻘَﻫَﺭ ْﻢُﻫْﻭُﺩﺍَﺰَﻓ ِّﻦِﺠْﻟﺍ َﻦِﻣ “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin. Maka
jin-jin itu menambah ketakutan bagi
mereka.” (Al-Jin: 6) Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yang menyembah
beberapa dari kalangan jin, lalu para
jin itu masuk Islam. Sementara
sekelompok manusia yang
menyembahnya itu tidak mengetahui
keislamannya, mereka tetap menyembahnya sehingga Allah
Subhanahu wa Ta’ala mencela mereka.” (Diambil dari Qa’idah ’Azhimah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 24) Jin tidak mengetahui perkara yang
ghaib dan tidak punya kekuatan
untuk memberikan kemudharatan
tidak pula mendatangkan
kemanfaatan. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: ِﻪِﺗْﻮَﻣ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻬَّﻟَﺩ ﺎَﻣ َﺕْﻮَﻤْﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﺎَﻨْﻴَﻀَﻗ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ِﺖَﻨَّﻴَﺒَﺗ َّﺮَﺧ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ُﻪَﺗَﺄَﺴْﻨِﻣ ُﻞُﻛْﺄَﺗ ِﺽْﺭَﻷْﺍ ُﺔَّﺑﺍَﺩ َّﻻِﺇ ﻲِﻓ ﺍﻮُﺜِﺒَﻟ ﺎَﻣ َﺐْﻴَﻐْﻟﺍ َﻥْﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ْﻮَﻟ ْﻥَﺃ ُّﻦِﺠْﻟﺍ ِﻦْﻴِﻬُﻤْﻟﺍ ِﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍ “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kematiannya itu
kepada mereka kecuali rayap yang
memakan tongkatnya. Maka tatkala ia
telah tersungkur, tahulah jin itu
bahwa kalau mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak
tetap dalam siksa yang
menghinakan.” (Saba`: 14) Jin tidak memiliki kemampuan untuk
menolak mudharat atau
memindahkannya. Jin tidak bisa
mentransfer penyakit dari tubuh
manusia ke dalam tubuh binatang.
Demikian pula manusia, tidak punya kemampuan untuk itu. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ْﻦَﻣ َﻢَﻠْﻌَﻨِﻟ َّﻻِﺇ ٍﻥﺎَﻄْﻠُﺳ ْﻦِﻣ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻪَﻟ َﻥﺎَﻛ ﺎَﻣَﻭ َﻚُّﺑَﺭَﻭ ٍّﻚَﺷ ﻲِﻓ ﺎَﻬْﻨِﻣ َﻮُﻫ ْﻦَّﻤِﻣ ِﺓَﺮِﺧﻵْﺎِﺑ ُﻦِﻣْﺆُﻳ ٌﻆْﻴِﻔَﺣ ٍﺀْﻲَﺷ ِّﻞُﻛ ﻰَﻠَﻋ . َﻦْﻳِﺬَّﻟﺍ ﺍﻮُﻋْﺩﺍ ِﻞُﻗ ٍﺓَّﺭَﺫ َﻝﺎَﻘْﺜِﻣ َﻥْﻮُﻜِﻠْﻤَﻳ َﻻ ِﻪﻠﻟﺍ ِﻥْﻭُﺩ ْﻦِﻣ ْﻢُﺘْﻤَﻋَﺯ ﺎَﻤِﻬْﻴِﻓ ْﻢُﻬَﻟ ﺎَﻣَﻭ ِﺽْﺭَﻷْﺍ ﻲِﻓ َﻻَﻭ ِﺕﺍَﻮَﻤَّﺴﻟﺍ ﻲِﻓ ٍﺮْﻴِﻬَﻇ ْﻦِﻣ ْﻢُﻬْﻨِﻣ ُﻪَﻟ ﺎَﻣَﻭ ٍﻙْﺮِﺷ ْﻦِﻣ “Dan tidak adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah
agar Kami dapat membedakan siapa
yang beriman kepada adanya
kehidupan akhirat dari siapa yang
ragu-ragu tentang itu. Dan Rabbmu
Maha Memelihara segala sesuatu. Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai sesembahan)
selain Allah, mereka tidak memiliki
(kekuasaan) seberat zarrahpun di
langit dan di bumi. Dan mereka tidak
mempunyai suatu sahampun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka
yang menjadi pembantu bagi-
Nya’.” (Saba`: 21-22) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Gangguan Jin Secara umum, gangguan jin
merupakan sesuatu yang tidak
diragukan lagi keberadaannya, baik
menurut pemberitaan Al-Qur`an, As-
Sunnah, maupun ijma’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ِﻪﻠﻟﺎِﺑ ْﺬِﻌَﺘْﺳﺎَﻓ ٌﻍْﺰَﻧ ِﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ َﻦِﻣ َﻚَّﻨَﻏَﺰْﻨَﻳ ﺎَّﻣِﺇَﻭ ُﻢْﻴِﻠَﻌْﻟﺍ ُﻊْﻴِﻤَّﺴﻟﺍ َﻮُﻫ ُﻪَّﻧِﺇ “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka
mohonlah perlindungan kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Fushshilat: 36) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: َﻊَﻄْﻘَﻴِﻟ َّﻲَﻠَﻋ َّﺪَﺸَﻓ ﻲِﻟ َﺽَﺮَﻋ َﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ َّﻥِﺇ ْﺪَﻘَﻟَﻭ ُﻪُّﺘَﻋَﺬَﻓ ُﻪْﻨِﻣ ُﻪﻠﻟﺍ ﻲِﻨَﻨَﻜْﻣَﺄَﻓ َّﻲَﻠَﻋ َﺓَﻼَّﺼﻟﺍ ﺍﻮُﺤِﺒْﺼُﺗ ﻰَّﺘَﺣ ٍﺔَﻳِﺭﺎَﺳ ﻰَﻟِﺇ ُﻪَﻘِﺛْﻭُﺃ ْﻥَﺃ ُﺖْﻤَﻤَﻫ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻥﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ َﻝْﻮَﻗ ُﺕْﺮَﻛَﺬَﻓ ِﻪْﻴَﻟِﺇ ﺍﻭُﺮُﻈْﻨَﺘَﻓ ﻡَﻼَّﺴﻟﺍ : ْﻦِﻣ ٍﺪَﺣَﻷ ﻲِﻐَﺒْﻨَﻳ َﻻ ﺎًﻜْﻠُﻣ ﻲِﻟ ْﺐَﻫ ِّﺏَﺭ ﻱِﺪْﻌَﺑ . ﺎًﻴِﺳﺎَﺧ ُﻪﻠﻟﺍ ُﻩَّﺩَﺮَﻓ “Sesungguhnya setan menampakkan diri di hadapanku untuk memutus
shalatku. Namun Allah memberikan
kekuasaan kepadaku untuk
menghadapinya. Maka aku pun
membiarkannya. Sebenarnya aku
ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya.
Tapi aku teringat perkataan
saudaraku Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki seorang
pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan
hina.” (HR. Al-Bukhari no. 4808, Muslim no. 541 dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu) Suatu ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sedang mendirikan shalat, lalu didatangi setan. Beliau
memegangnya dan mencekiknya.
Beliau bersabda: َّﻱَﺪَﻳ ﻲِﻓ ِﻪِﻧﺎَﺴِﻟ َﺩْﺮَﺑ ُﺪِﺟَﻷ ﻲِّﻧِﺇ ﻰَّﺘَﺣ “Hingga tanganku dapat merasakan lidahnya yang dingin yang menjulur di
antara dua jariku: ibu jari dan yang
setelahnya.” (HR. Ahmad, 3/82-83 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu) Diriwayatkan dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu ‘anhu, ia berkata: َﻦْﻴَﺑَﻭ ﻲِﻨْﻴَﺑ َﻝﺎَﺣ ْﺪَﻗ َﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ َّﻥِﺇ ِﻪﻠﻟﺍ َﻝْﻮُﺳَﺭ ﺎَﻳ َّﻲَﻠَﻋ ﺎَﻬُﺴِﺒْﻠَﻳ ﻲِﺗَﺀﺍَﺮِﻗَﻭ ﻲِﺗَﻼَﺻ . ُﻝْﻮُﺳَﺭ َﻝﺎَﻘَﻓ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ِﻪﻠﻟﺍ : ُﻝﺎَﻘُﻳ ٌﻥﺎَﻄْﻴَﺷ َﻙﺍَﺫ ُﻪْﻨِﻣ ِﻪﻠﻟﺎِﺑ ْﺫَّﻮَﻌَﺘَﻓ ُﻪَﺘْﺴَﺴْﺣَﺃ ﺍَﺫِﺈَﻓ ٌﺏَﺰْﻨَﺧ ُﻪَﻟ ﺎًﺛَﻼَﺛ َﻙِﺭﺎَﺴَﻳ ﻰَﻠَﻋ ْﻞِﻔْﺗﺍَﻭ . َﻝﺎَﻗ : َﻚِﻟَﺫ ُﺖْﻠَﻌَﻔَﻓ ﻲِّﻨَﻋ ُﻪﻠﻟﺍ ُﻪَﺒَﻫْﺫَﺄَﻓ “Wahai Rasulullah, setan telah menjadi penghalang antara diriku dan
shalatku serta bacaanku.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Itulah setan yang bernama Khanzab. Jika engkau merasakannya, maka
berlindunglah kepada Allah darinya
dan meludahlah ke arah kiri tiga kali. ” Aku pun melakukannya dan Allah
telah mengusirnya dari sisiku. (HR.
Muslim no. 2203 dari Abul ’Ala`) Gangguan jin juga bisa berupa
masuknya jin ke dalam tubuh manusia
yang diistilahkan orang sekarang
dengan kesurupan atau kerasukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu berkata: “Keberadaan jin merupakan perkara yang benar
menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya serta kesepakatan salaful ummah
dan para imamnya. Demikian pula
masuknya jin ke dalam tubuh manusia
adalah perkara yang benar dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah
wal Jamaah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: ُﻡْﻮُﻘَﻳ ﺎَﻤَﻛ َّﻻِﺇ َﻥْﻮُﻣْﻮُﻘَﻳ َﻻ ﺎَﺑِّﺮﻟﺍ َﻥْﻮُﻠُﻛْﺄَﻳ َﻦْﻳِﺬَّﻟﺍ ِّﺲَﻤْﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ُﻪُﻄَّﺒَﺨَﺘَﻳ ﻱِﺬَّﻟﺍ “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275) Dan dalam hadits yang shahih dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ِﻡَّﺪﻟﺍ ﻯَﺮْﺠَﻣ َﻡَﺩﺁ ِﻦْﺑﺍ ِﻦِﻣ ﻱِﺮْﺠَﻳ َﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ َّﻥِﺇ “Sesungguhnya setan itu berjalan di dalam diri anak Adam melalui aliran
darah.” Tidak ada imam kaum muslimin yang
mengingkari masuknya jin ke dalam
tubuh orang yang kesurupan. Siapa
yang mengingkarinya dan
menyatakan bahwa syariat telah
mendustakannya, berarti dia telah mendustakan syariat itu sendiri. Tidak
ada dalil-dalil syar’i yang menolaknya.” (Majmu’ul Fatawa, 24/276-277, diambil dari tulisan Asy-
Syaikh Ibnu Baz, Idhahul Haq) Ibnul Qayyim juga telah panjang lebar
menerangkan masalah ini. (Lihat Zadul
Ma’ad, 4/66-69) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Golongan yang Mengingkari
Masuknya Jin ke dalam Tubuh
Manusia (Kesurupan) a. Kaum orientalis, musuh-musuh
Islam yang tidak percaya kecuali
kepada hal-hal yang bisa diraba
panca indra. b. Para ahli filsafat dan antek-
anteknya, mereka mengingkari
keberadaan jin. Maka secara otomatis
merekapun mengingkari merasuknya
jin ke dalam tubuh manusia. c. Kaum Mu’tazilah, mereka mengakui adanya jin tetapi menolak masuknya
jin ke dalam tubuh manusia. d. Prof. Dr. ‘Ali Ath-Thanthawi, guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia
mengingkari dan mendustakan
terjadinya kesurupan karena jin dan
menganggap hal itu hanyalah sesuatu
yang direkayasa (lihat artikel Idhahul
Haq fi Dukhulil Jinni Fil Insi, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu) e. Dr. Muhammad Irfan. Dalam surat
kabar An-Nadwah tanggal
14/10/1407 H, menyatakan bahwa:
“Masuknya jin ke dalam tubuh manusia dan bicaranya jin lewat lisan
manusia adalah pemahaman ilmiah
yang salah 100%.” (Idhahul Haq) f. Persatuan Islam (PERSIS). Dalam
Harian Pikiran Rakyat tanggal 5
September 2005, mengeluarkan
beberapa pernyataan yang diwakili
Dewan Hisbahnya, sebagai berikut:
“Poin 7 …Tidak ada kesurupan jin, keyakinan dan pengobatan
kesurupan jin adalah dusta dan
syirik.” Semua pengingkaran atas
kemampuan masuknya jin ke dalam
tubuh manusia adalah batil. Hanya
terlahir dari sedikitnya ilmu akan
perkara-perkara yang syar’i dan terhadap apa yang ditetapkan ahlul
ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal
Jamaah. Abdullah bin Ahmad bin
Hambal berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekumpulan kaum yang berkata
bahwa jin tidak dapat masuk ke tubuh
manusia yang kerasukan.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, tidak benar. Mereka itu berdusta. Bahkan jin
dapat berbicara lewat
lidahnya’.” (Idhahu Ad-Dilalah, atau lihat Majmu’ul Fatawa, 19/10) Berikut ini pernyataan para mufassir
(ahli tafsir) berkenaan dengan firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala: ُﻡْﻮُﻘَﻳ ﺎَﻤَﻛ َّﻻِﺇ َﻥْﻮُﻣْﻮُﻘَﻳ َﻻ ﺎَﺑِّﺮﻟﺍ َﻥْﻮُﻠُﻛْﺄَﻳ َﻦْﻳِﺬَّﻟﺍ ِّﺲَﻤْﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ُﻪُﻄَّﺒَﺨَﺘَﻳ ﻱِﺬَّﻟﺍ “Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit
gila.” (Al-Baqarah: 275)  Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu mengatakan: “Yakni bahwa orang-orang yang
menjalankan praktek riba ketika di
dunia, maka pada hari kiamat nanti
akan bangkit dari dalam kuburnya
seperti bangkitnya orang yang
kesurupan setan yang dirusak akalnya di dunia. Orang itu seakan
kerasukan setan sehingga menjadi
seperti orang gila.” (Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur`an, 3/96)  Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menegaskan: “Ayat ini adalah argumen yang mementahkan
pendapat orang yang mengingkari
adanya kesurupan jin dan
menganggap yang terjadi hanyalah
faktor proses alamiah dalam tubuh
manusia serta bahwa setan sama sekali tidak dapat merasuki
manusia.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 3/355)  Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Yakni mereka tidak akan bangkit dari kuburnya pada hari
kiamat melainkan seperti bangkitnya
orang yang kesurupan setan saat
setan itu merasukinya.” (Tafsir Al- Qur`anul ‘Azhim, 1/359) ——————————————
RAHASIA ALAM JIN – MISTERI KEHIDUPAN JIN – HAKEKAT JIN MENURUT AGAMA ISLAM – MENGATASI GANGGUAN KESURUPAN JIN
—————————————— Penyebab Kesurupan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu menjelaskan bahwa
masuknya jin pada tubuh manusia
bisa jadi karena dorongan syahwat,
hawa nafsu dan rasa cinta kepada
manusia, sebagaimana yang terjadi antara manusia satu sama lainnya.
Terkadang -atau bahkan
mayoritasnya- juga karena dendam
dan kemarahan atas apa yang
dilakukan sebagian manusia seperti
buang air kecil, menuangkan air panas yang mengenai sebagian
mereka, serta membunuh sebagian
mereka meskipun manusia tidak
mengetahuinya. Kalangan jin juga banyak melakukan
kedzaliman dan banyak pula yang
bodoh, sehingga mereka melakukan
pembalasan di luar batas. Masuknya
jin ke tubuh manusia terkadang
disebabkan keisengan sebagian mereka dan tindakan jahat yang
dilakukannya. (Idhahu Ad-Dilalah Fi
‘Umumi Ar-Risalah, hal. 16) Bagaimana kita menghindari
gangguan-gangguan itu? Ibnu Taimiyah rahimahullahu
menjelaskan: “Adapun orang yang melawan permusuhan jin dengan cara
yang adil sebagaimana Allah dan
Rasul-Nya perintahkan, maka dia
tidak mendzalimi jin. Bahkan ia taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dalam
menolong orang yang terdzalimi, membantu orang yang kesusahan,
dan menghilangkan musibah dari
orang yang tertimpanya, dengan cara
yang syar’i dan tidak mengandung syirik serta tidak mengandung
kedzaliman terhadap makhluk. Yang
seperti ini, jin tidak akan
mengganggunya, mungkin karena jin
tahu bahwa dia orang yang adil atau
karena jin tidak mampu mengganggunya. Tapi bila jin itu dari
kalangan yang sangat jahat, bisa jadi
dia tetap mengganggunya, tetapi dia
lemah. Untuk yang seperti ini,
semestinya ia melindungi diri dengan
membaca ayat Kursi, Al-Falaq, An-Nas (atau bacaan lain yang semakna, ed),
shalat, berdoa, dan semacam itu yang
bisa menguatkan iman dan
menjauhkan dari dosa-
dosa…” (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 138) Pembaca, demikian yang dapat kami
paparkan di sini, mudah-mudahan
dapat mewakili apa yang belum
lengkap penjelasannya. Wal’ilmu ’indallah. 1 Di antara ulama yang berpendapat
terlarangnya hal itu adalah Asy-Syaikh
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
rahimahullahu. Beliau mengatakan:
“Saya tidak mengetahui dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adanya dalil yang menunjukkan bolehnya
pernikahan antara manusia dan jin.
Bahkan yang bisa dijadikan
pendukung dari dzahir ayat adalah
tidak bolehnya hal itu.” (Adhwa`ul Bayan, 3/321) Badruddin Asy-Syibli dalam bukunya
Akamul Mirjan mengemukakan
bahwa sekelompok tabi’in membenci pernikahan jin dengan manusia. Di
antara mereka adalah Al-Hasan,
Qatadah, Az-Zuhri, Hajjaj bin Arthah,
demikian pula sej