Nonton iklan bentar ya...!!!

Tuesday 6 September 2011

Bidadari yang cantikBidadari yang cantik

Mereka sangat
cangat cantik, memiliki suara-suara
yang indah dan berakhlaq yang mulia.
Mereka mengenakan pakaian yang
paling bagus dan siapapun yang
membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka,
seakan-akan dia sudah melihat secara
langsung bidadari-bidadari itu.
Siapapun ingin bertemu dengan
mereka, ingin bersama mereka dan
ingin hidup bersama mereka. Semuanya itu adalah anugrah dari
Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang
memberikan sifat-sifat terindah
kepada mereka, yaitu bidadari-
bidadari surga. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa'ib,
jama' dari ka'ib yang artinya gadis-
gadis remaja. Yang memiliki bentuk
tubuh yang merupakan bentuk
wanita yang paling indah dan pas
untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati
mereka sebagai bidadari-bidadari,
karena kulit mereka yang indah dan
putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha
pernah berkata: "warna putih adalah
separoh keindahan" Bangsa Arab biasa menyanjung
wanita dengan warna puith. Seorang
penyair berkata: Kulitnya putih bersih gairahnya tiada
diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak
boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena
perkataannya lembut Islam menghalanginya untuk
mengucapkan perkataan jahat Al-'In jama' dari aina', artinya wanita
yang matanya lebar, yang berwarna
hitam sangat hitam, dan yang
berwarna puith sangat putih, bulu
matanya panjang dan hitam. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari
yang baik-baik lagi cantik, yaitu
wanita yang menghimpun semua
pesona lahir dan batin. Ciptaan dan
akhlaknya sempurna, akhlaknya baik
dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati
mereka sebagai wanita-wanita yang
suci. Firman Alloh Subhanahu wa
Ta’ala, yang artinya: "Dan untuk
mereka di dalamnya ada istri-istri yang
suci." (QS: Al-Baqarah: 25) Makna dari Firman diatas adalah
mereka suci, tidak pernah haid, tidak
buang air kecil dan besar serta tidak
kentut. Mereka tidak diusik dengan
urusan-urusan wanita yang
menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak
cemburu, tidak menyakiti dan tidak
jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga
mensifati mereka sebagai wanita-
wanita yang dipingit di dalam rumah.
Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan
mereka tidak pernah keluar dari
rumah suaminya, tidak melayani
kecuali suaminya. Alloh Subhanahu
wa Ta’ala juga mensifati mereka
sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih
sempurna lagi. Oleh karena itu
bidadari yang seperti ini
diperuntukkan bagi para penghuni
dua surga yang tertinggi. Diantara
wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan
pandangan yang liar, karena cinta dan
keridhaanyya, dan dia juga tidak mau
memamndang kepada laki-laki selain
suaminya, sebagaimana yang
dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika
kau ingin cinta kita selalu mekar. Di samping keadaan mereka yang
dipingit di dalam rumah dan tidak liar
pandangannnya, mereka juga
merupakan wanita-wanita gadis,
bergairah penuh cinta dan sebaya
umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam, yang
artinya: "Wahai Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata
engkau melewati rerumputan yang
pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang
belum pernah dijadikan tempat
menggambala, maka dimanakah
engkau menempatkan onta
gembalamu?" Beliau menjawab,"Di
tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan." (Ditakhrij Muslim)
Dengan kata lain, beliau tidak pernah
menikahi perawan selain dari Aisyah. Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam
bertanya kepada Jabir yang menikahi
seorang janda, yang artinya:
"Mengapa tidak engkau nikahi wanita
gadis agar engkau bisa mencandainya
dan ia pun mencandaimu?" (Diriwayatkan Asy-
Syaikhany) Sifat bidadari penghuni surga yang
lain adalah Al-'Urub, jama' dari al-arub,
artinya mencerminkan rupa yang
lemah lembut, sikap yang luwes,
perlakuan yang baik terhadap suami
dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus. Al-Bukhary berkata di dalam
Shahihnya, "Al-'Urub, jama' dari tirbin.
Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun",
artinya Fulan berumur sebaya dengan
orang yang dimaksudkan. Jadi
mereka itu sebaya umurnya, sama- sama masih muda, tidak terlalu muda
dan tidak pula tua. Usia mereka adalah
usia remaja. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala menyerupakan mereka dengan
mutiara yang terpendam, dengan telur
yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan,
kecemerlangan dan kehalusan
sentuhannya. Putih telor yang
tersembunyi adalah sesuatu yang
tidak pernah dipegang oleh tangan
manusia, berwarna puith kekuning- kuningan. Berbeda dengan putih
murni yang tidak ada warna kuning
atau merehnya. Yaqut dan Marjan
diambil keindahan warnanya dan
kebeningannya. Semoga para wanita-wanita di dunia
ini mampu memperoleh kedudukan
untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang
lebih mulia dari Bidadari-Bidadari
yang tidak pernah hidup di dunia ini.
Wallahu A'lam

Shalat dengan MengenakanBaju Ketat

Memakai pakaian yang ketat dan
sesak tidak dianjurkan (makruh) baik
dari sudut pandang syari’ah maupun
dari sudut pandang kesehatan. Ada
sebagian jenis baju ketat membuat
orang yang mengenakannya sulit melakukan sujud. Jika baju seperti ini
menyebabkan si pemakai sukar
mengerjakan shalat atau bahkan
menyebabkan dia meninggalkan
shalat, maka jelas hukum memakai
baju seperti ini adalah haram. Asy-Syaikh al Albaniy berkata bahwa
celana ketat itu mendatangkan dua
macam musibah: Musibah pertama,
bahwa orang yang memakainya
menyerupai orang-orang kafir.
Sedangkan Kaum Muslim memang memakai celana, akan tetapi model
celana yang lebar dan longgar. Model
seperti ini masih banyak dipakai di
daerah Suriah dan Libanon. Ummat
Islam baru mengenal celana ketat
setelah mereka dijajah bangsa eropa. Pengaruh buruk itulah yang
diwariskan oleh kaum penjajah
kepada ummat Islam. Akan tetapi
karena kebodohan dan ketololan
ummat Islam sendiri, mereka
mengambil tradisi buruk tersebut. Musibah kedua, celana ketat
menyebabkan bentuk aurat terlihat
dengan jelas. Memang benar bahwa
aurat pria adalah anggota badan
antara pusar dan lutut. Namun
seorang hamba yang sedang melakukan shalat dituntut untuk
berbuat lebih dari ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syariat (dalam
masalah busana ini, lihat Al Qur’an
Surah 7:31-pen-). Tidak pantas dia
melakukan maksiat kepada Alloh subhanahu wa ta'ala ketika sedang
sujud bersimpuh di hadapan-Nya.
Ketika dia mengenakan celana ketat,
maka kedua pantatnya akan
terbentuk dengan jelas. Bahkan lebih
dari itu, bagian tubuh yang membelah keduanya juga terlihat nyata ! Bagaimana seorang hamba
melakukan shalat dan menghadap
Rabb Semesta Alam dalam keadaan
seperti ini ?! Yang lebih aneh lagi
adalah mayoritas pemuda Muslim
biasanya menentang keras apabila kaum wanita Muslimah memakai baju
ketat. Alasan mereka bahwa baju
ketat yang dipakai wanita bisa
menunjukkan bentuk tubuhnya
secara jelas. Akan tetapi pemuda ini
lupa akan dirinya sendiri. Dia tidak sadar bahwa dia telah mengerjakan
suatu hal yang dia sendiri
membencinya. Jika demikian, tidak ada bedanya
antara wanita yang memakai baju
ketat sehingga terlihat lekuk
tubuhnya dengan pria yang memakai
celana ketat (jeans dan semacamnya-
pen-) sehingga terlihat bentuk kedua pantatnya. Ketika pantat pria dan
wanita dianggap sebagai aurat, maka
hal menggunakan baju ketat bagi
mereka itu sama saja hukumnya,
yakni dilarang. Sebenarnya para
pemuda wajib menyadari musibah yang telah melanda mayoritas mereka. Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi
Wasallam telah melarang kaum pria
shalat dengan memakai celana tanpa
gamis (kemeja). Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud dan al
Hakim. Sanad hadits ini sendiri berkualitas hasan. Lihat Shahiih al
Jaami’ al Shaghiir nomor 6830 dan
juga diriwayatkan oleh al Thahawiy
dalam Syarh Ma’aaniy al Atsaar
(I/382). Adapun jika model celana yang
dikenakan ketika shalat tidak ketat
dan berukuran longgar, maka sah
shalat yang dikerjakan. Yang lebih
baik adalah dirangkap dengan gamis
yang bisa menutup anggota tubuh antara pusar dan lutut. Akan tetapi
lebih baik lagi apabila panjang gamis
itu sampai setengah betis atau sampai
mata kaki (asalkan tidak sampai
menutupi mata kaki –pen). Hal seperti
ini adalah cara menutup aurat yang paling sempurna (mungkin pakaian
seperti ini di daerah kita agak sukar
didapatkan di pasaran, namun cukup
banyak sarung yang bisa
menggantikan fungsinya –pen-). (Al
Fataawaa I/69, tulisan Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdullah bin Baz). Dengan latar belakang inilah Komite
Tetap Pembahasan Masalah ‘Ilmiyyah
dan fatwa Saudi Arabia (semacam MUI
di Indonesia -pen-) menjawab
pertanyaan mengenai hukum Islam
tentang shalat memakai celana. Jawaban yang dirumuskan adalah
sebagai berikut: “Jika pakaian
tersebut tidak menyebabkan aurat
terbentuk dengan jelas, karena
modelnya longgar dan tidak bersifat
transparan sehingga anggota aurat tidak bisa dilihat dari arah belakang,
maka boleh dipakai ketika shalat.
Namun apabila busana itu terbuat dari
bahan yang tipis sehingga
memungkinkan aurat yang memakai
dilihat dari belakang, maka shalat yang dikerjakan batal hukumnya. Jika
sifat busana yang dipakai hanya
mempertajam atau memperjelas
bentuk aurat saja, maka makruh
mengenakan busana tersebut ketika
shalat. Terkecuali jika tidak ada busana lain yang dapat dikenakan