Kitab Suci Al-Qur ’an seringkali menggambarkan berbagai bentuk
penyesalan para penghuni Neraka.
Salah satu di antara bentuk
penyesalan itu berkaitan dengan
urusan ”ketaatan”. Kelak para penghuni Neraka pada saat tengah
mengalami penyiksaan yang begitu
menyengsarakan berkeluh kesah
penuh penyesalan mengapa mereka
dahulu sewaktu di dunia tidak
mentaati Allah dan RasulNya. Kemudian mereka menyesal karena
telah menyerahkan kepatuhan
kepada para pembesar, pemimpin,
Presiden, Imam, Amir, Qiyadah dan
atasan mereka yang ternyata telah
menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Akhirnya, karena nasi telah
menjadi bubur, mereka hanya bisa
mengharapkan agar para mantan
pimpinan mereka itu diazab oleh
Allah dua kali lipat daripada azab
yang mereka terima. Bahkan penghuni Neraka akhirnya
mengharapkan agar para mantan
pimpinan mereka itu dikutuk
dengan kutukan yang sebesar-
besarnya. Semoga Allah melindungi
kita dari penyesalan demikian. Na’udzubillahi min dzaalika..! ﻲِﻓ ْﻢُﻬُﻫﻮُﺟُﻭ ُﺐَّﻠَﻘُﺗ َﻡْﻮَﻳ ﺎَﻨْﻌَﻃَﺃ ﺎَﻨَﺘْﻴَﻟ ﺎَﻳ َﻥﻮُﻟﻮُﻘَﻳ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ﺎَﻟﻮُﺳَّﺮﻟﺍ ﺎَﻨْﻌَﻃَﺃَﻭ َﻪَّﻠﻟﺍ ﺎَﻨَﺗَﺩﺎَﺳ ﺎَﻨْﻌَﻃَﺃ ﺎَّﻧِﺇ ﺎَﻨَّﺑَﺭ ﺍﻮُﻟﺎَﻗَﻭ ﺎَﻠﻴِﺒَّﺴﻟﺍ ﺎَﻧﻮُّﻠَﺿَﺄَﻓ ﺎَﻧَﺀﺍَﺮَﺒُﻛَﻭ َﻦِﻣ ِﻦْﻴَﻔْﻌِﺿ ْﻢِﻬِﺗَﺁ ﺎَﻨَّﺑَﺭ ﺍًﺮﻴِﺒَﻛ ﺎًﻨْﻌَﻟ ْﻢُﻬْﻨَﻌْﻟﺍَﻭ ِﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍ ”Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka,
mereka berkata: "Alangkah baiknya,
andaikata kami ta`at kepada Allah
dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan
mereka berkata: "Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-
pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang
benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah
kepada mereka azab dua kali lipat
dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".(QS AlAhzab
ayat 66-68) Gambaran di atas merupakan suatu
gambaran yang sungguh
mengenaskan. Bagaimana
kumpulan manusia yang sewaktu di
dunia begitu menghormati dan
mempercayai para pembesar dan pemimpin mereka, tiba-tiba setelah
sama-sama dimasukkan Allah ke
dalam derita Neraka mereka baru
sadar ternyata telah ditipu oleh para
pemimpin tersebut sehingga
berbalik menjadi pembenci dan pengutuk para mantan pembesar
dan pemimpin tersebut. Mereka
terlambat menyadari jika telah
dikelabui dan disesatkan dari jalan
yang benar. Mereka terlambat
menyadari bahwa sesungguhnya para pemimpin dan pembesar itu
tidak pernah benar-benar mengajak
dan mengarahkan mereka ke jalan
yang mendatangkan keridhaan dan
rahmat Allah. Itulah sebabnya tatkala Allah
menyuruh orang-orang beriman
mentaati Allah dan RasulNya serta
”ulil amri minkum” (para pemimpin di antara orang-orang beriman) saat itu
juga Allah menjelaskan kriteria ”ulil amri minkum” yang sejati. Yaitu mereka yang di dalam
kepemimpinannya bilamana
menghadapi perselisihan pendapat
maka Allah (Al-Qur ’an) dan RasulNya (As-Sunnah/Al-Hadits) menjadi
rujukan mereka dalam
menyelesaikan dan memutuskan
segenap perkara. ﺍﻮُﻌﻴِﻃَﺃ ﺍﻮُﻨَﻣَﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎَﻬُّﻳَﺃ ﺎَﻳ َﻝﻮُﺳَّﺮﻟﺍ ﺍﻮُﻌﻴِﻃَﺃَﻭ َﻪَّﻠﻟﺍ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ِﺮْﻣَﺄْﻟﺍ ﻲِﻟﻭُﺃَﻭ ٍﺀْﻲَﺷ ﻲِﻓ ْﻢُﺘْﻋَﺯﺎَﻨَﺗ ْﻥِﺈَﻓ ِﻝﻮُﺳَّﺮﻟﺍَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ ُﻩﻭُّﺩُﺮَﻓ ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﺗ ْﻢُﺘْﻨُﻛ ْﻥِﺇ ٌﺮْﻴَﺧ َﻚِﻟَﺫ ِﺮِﺧَﺂْﻟﺍ ِﻡْﻮَﻴْﻟﺍَﻭ ﺎًﻠﻳِﻭْﺄَﺗ ُﻦَﺴْﺣَﺃَﻭ ”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.” (QS An- Nisaa ayat 59) Benar, Islam sangat menganjurkan
kita semua supaya taat kepada
pemimpin, namun pemimpin yang
seperti apa? Apakah patut kita
mentaati para pembesar dan
pemimpin bilamana mereka tidak pernah menjadikan AlQur ’an dan As- Sunnah sebagai rujukan untuk
menyelesaikan berbagai problema
yang muncul? Mereka lebih percaya
kepada hukum dan aturan bikinan
manusia, bikinan para legislator,
daripada meyakini dan mengamalkan ketentuan-ketentuan
Allah dan RasulNya. Pantaslah
bilamana masyarakat yang sempat
menghormati dan mempercayai para
pembesar dan pemimpin seperti ini
sewaktu di dunia kelak akan menyesal ketika sudah masuk
Neraka. Bahkan mereka akan
berbalik menyerang dan memohon
kepada Allah agar para ulil amri
gadungan tersebut diazab dan
dikutuk...! Tetapi kesadaran dan penyesalan di
saat itu sudah tidak bermanfaat sama
sekali untuk memperbaiki keadaan.
Sehingga Allah menggambarkan
bahwa pada saat mereka semuanya
telah divonis menjadi penghuni Neraka lalu para pengikut dan
pemimpin berselisih di hadapan
Allah sewaktu di Padang Mahsyar.
Para pengikut menuntut
pertanggungjawaban dari para
pembesar, namun para pembesar itupun cuci tangan dan tidak mau
disalahkan. Para pemimpin saat itu
baru mengakui bahwa mereka
sendiri tidak mendapat petunjuk
dalam hidupnya sewaktu di dunia,
sehingga wajar bila merekapun tidak sanggup memberi petunjuk
sebenarnya kepada rakyat yang
mereka pimpin. Mereka mengatakan
bahwa apakah mau berkeluh kesah
ataupun bersabar sama saja bagi
mereka. Hal itu tidak akan mengubah keadaan mereka barang
sedikitpun. Baik pemimpin maupun
rakyat sama-sama dimasukkan ke
dalam derita Neraka. َﻝﺎَﻘَﻓ ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ ِﻪَّﻠِﻟ ﺍﻭُﺯَﺮَﺑَﻭ ﺍﻭُﺮَﺒْﻜَﺘْﺳﺍ َﻦﻳِﺬَّﻠِﻟ ُﺀﺎَﻔَﻌُّﻀﻟﺍ ْﻢُﺘْﻧَﺃ ْﻞَﻬَﻓ ﺎًﻌَﺒَﺗ ْﻢُﻜَﻟ ﺎَّﻨُﻛ ﺎَّﻧِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺏﺍَﺬَﻋ ْﻦِﻣ ﺎَّﻨَﻋ َﻥﻮُﻨْﻐُﻣ ٍﺀْﻲَﺷ ْﻦِﻣ ْﻢُﻛﺎَﻨْﻳَﺪَﻬَﻟ ُﻪَّﻠﻟﺍ ﺎَﻧﺍَﺪَﻫ ْﻮَﻟ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ ْﻡَﺃ ﺎَﻨْﻋِﺰَﺟَﺃ ﺎَﻨْﻴَﻠَﻋ ٌﺀﺍَﻮَﺳ ٍﺺﻴِﺤَﻣ ْﻦِﻣ ﺎَﻨَﻟ ﺎَﻣ ﺎَﻧْﺮَﺒَﺻ ”Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul
menghadap ke hadirat Allah, lalu
berkatalah orang-orang yang lemah
kepada orang-orang yang
sombong: "Sesungguhnya kami
dahulu adalah pengikut- pengikutmu, maka dapatkah kamu
menghindarkan daripada kami azab
Allah (walaupun) sedikit saja?
Mereka menjawab: "Seandainya
Allah memberi petunjuk kepada
kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi
kita, apakah kita mengeluh ataukah
bersabar. Sekali-kali kita tidak
mempunyai tempat untuk melarikan
diri". (QS Ibrahim ayat 21) Allah menggambarkan bahwa
kumpulan pengikut taqlid dan
pemimpin sesat ini adalah kumpulan
orang-orang zalim. Para pemimpin
sesat akan berlepas diri dari para
pengikut taqlidnya. Sedangkan para pengikut taqlid bakal menyesal dan
berandai-andai mereka dapat
dihidupkan kembal ke dunia
sehingga mereka pasti berlepas diri,
tidak mau loyal dan taat kepada para
pemimpin sesat tersebut. Tetapi semuanya sudah terlambat. ْﺫِﺇ ﺍﻮُﻤَﻠَﻇ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﻯَﺮَﻳ ْﻮَﻟَﻭ ِﻪَّﻠِﻟ َﺓَّﻮُﻘْﻟﺍ َّﻥَﺃ َﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍ َﻥْﻭَﺮَﻳ ُﺪﻳِﺪَﺷ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻥَﺃَﻭ ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ ِﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍ َﻦِﻣ ﺍﻮُﻌِﺒُّﺗﺍ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﺃَّﺮَﺒَﺗ ْﺫِﺇ َﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍ ﺍُﻭَﺃَﺭَﻭ ﺍﻮُﻌَﺒَّﺗﺍ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﺏﺎَﺒْﺳَﺄْﻟﺍ ُﻢِﻬِﺑ ْﺖَﻌَّﻄَﻘَﺗَﻭ ﺎَﻨَﻟ َّﻥَﺃ ْﻮَﻟ ﺍﻮُﻌَﺒَّﺗﺍ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻝﺎَﻗَﻭ ﺎَﻤَﻛ ْﻢُﻬْﻨِﻣ َﺃَّﺮَﺒَﺘَﻨَﻓ ًﺓَّﺮَﻛ ﺎَّﻨِﻣ ﺍﻭُﺀَّﺮَﺒَﺗ ْﻢُﻬَﻟﺎَﻤْﻋَﺃ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻢِﻬﻳِﺮُﻳ َﻚِﻟَﺬَﻛ ْﻢُﻫ ﺎَﻣَﻭ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ٍﺕﺍَﺮَﺴَﺣ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ َﻦِﻣ َﻦﻴِﺟِﺭﺎَﺨِﺑ ”Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui
ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya dan
bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu
berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat
siksa; dan (ketika) segala hubungan
antara mereka terputus sama sekali.
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat
kembali (ke dunia), pasti kami akan
berlepas diri dari mereka,
sebagaimana mereka berlepas diri
dari kami." Demikianlah Allah
memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan
bagi mereka; dan sekali-kali mereka
tidak akan ke luar dari api
neraka.” (QS Al-Baqarah ayat 165-167)
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Monday, 2 May 2011
Empat Hal Menyebabkan Su’ul Khatimah
Dalam kitab Ensiklopedia Kiamat
(aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah
ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-
Asyqar menulis pasal khusus
berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah (akhir kehidupan yang buruk)”. Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat perkara
yang dapat menyebabkan
seseorang mengakhiri hidupnya
dalam keadaan buruk sehingga
menghantarkannya ke Neraka di
kehidupan abadi negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan
keempat hal tersebut alangkah
baiknya kita perhatikan hadits di
bawah ini yang memuat salah satu
rukun iman yang fundamental, yaitu
iman akan taqdir Allah, baik itu taqdir yang terasa menyenangkan
maupun yang terasa pahit. ِﻪﻴِﻓ ُﺦُﻔْﻨَﻴَﻓ ُﻚَﻠَﻤْﻟﺍ ُﻞَﺳْﺮُﻳ َّﻢُﺛ ٍﺕﺎَﻤِﻠَﻛ ِﻊَﺑْﺭَﺄِﺑ ُﺮَﻣْﺆُﻳَﻭ َﺡﻭُّﺮﻟﺍ ِﻪِﻠَﻤَﻋَﻭ ِﻪِﻠَﺟَﺃَﻭ ِﻪِﻗْﺯِﺭ ِﺐْﺘَﻜِﺑ ﺎَﻟ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻮَﻓ ٌﺪﻴِﻌَﺳ ْﻭَﺃ ٌّﻲِﻘَﺷَﻭ ُﻩُﺮْﻴَﻏ َﻪَﻟِﺇ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇَﻭ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin
Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah
orang yang selalu benar dan
dibenarkan: “…Kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu
malaikat itu meniupkan ruh
kepadanya dan ia diperintahkan
menulis empat kalimat: Menulis
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib
celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan
selain-Nya, sesungguhnya ada
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk surga dan amalan
itu mendekatkannya ke surga
sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena
taqdir yang telah ditetapkan atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya. Dan
sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta,
namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke
dalamnya.” (HR. Muslim) Seorang yang beriman kepada taqdir
yang ditetapkan oleh Allah pastilah
sangat khawatir bilamana dirinya
termasuk ke dalam golongan yang
disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya ada diantara kamu
yang melakukan amalan penduduk
surga dan amalan itu
mendekatkannya ke surga sehingga
jarak antara dia dan surga kurang
satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya,
lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan
Allah seperti itu. Namun tentunya
melalui pelajaran ini Nabi shollallahu
’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang
amalan baiknya selama ini sekedar
yang tampak pada manusia.
Sedangkan bisa jadi pada
hakikatnya tersimpan dalam hatinya
kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Sebaliknya golongan orang yang
digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan sesungguhnya ada seseorang
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang
sangat beruntung dan disayang
Allah ta’aala. Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena
perilakunya selama ini, namun
sesungguhnya ia memiliki suatu
kebaikan tertentu yang tersembunyi
dari penglihatan orang lain
sedangkan Allah memandang kebaikannya itu layak menjauhkan
dirinya dari neraka dan
menghantarkannya ke surga.
Wallahu a’lam. Yang pasti, beriman kepada taqdir
akan menghasilkan rasa takut yang
mendalam akan nasib akhir hidup
dan menumbuhkan semangat yang
tinggi untuk beramal dan istiqomah
dalam ketaatan demi mengharap husnul khatimah. Beriman kepada
taqdir bukanlah alasan untuk
bermaksiat dan bermalas-malasan.
Beriman kepada taqdir justru
semakin membuat seseorang
berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah sekaligus menjauhi segala
bentuk kemungkaran dan
kemaksiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya su’ul khatimah. Shiddiq Hasan Khan mengatakan
bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai
oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah, walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika
ia memiliki kerusakan dalam aqidah
dan ia meyakininya sambil tidak
menganggap itu salah, terkadang
kekeliruan aqidahnya itu tersingkap
pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia
menyadari dan kembali ke iman
yang benar, maka ia mendapatkan
su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang
yang beraqidah secara keliru berada
dalam bahaya besar dan zuhud serta
kesholehannya akan sia-sia. Yang
berguna adalah aqidah yang benar
yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh
ayat Allah berikut: َﻦﻳِﺮَﺴْﺧَﺄْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻜُﺌِّﺒَﻨُﻧ ْﻞَﻫ ْﻞُﻗ ْﻢُﻬُﻴْﻌَﺳ َّﻞَﺿ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎًﻟﺎَﻤْﻋَﺃ ْﻢُﻫَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﻮُﻨِﺴْﺤُﻳ ْﻢُﻬَّﻧَﺃ َﻥﻮُﺒَﺴْﺤَﻳ ﺎًﻌْﻨُﺻ ”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?" Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104) Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh
memori tersebut saat kematian
menjelang. Sebaliknya bila
seseorang seumur hidupnya banyak
melakukan ketaatan, maka memori
tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak
dosanya sehingga melebihi
ketatannya maka ini sangat
berbahaya baginya. Dominasi
maksiat akan terpateri di dalam
hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada
gilirannya menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam
kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah seseorang mati
kecuali ditampilkan kepadanya
orang-orang yang biasa ia gauli.
Seorang lelaki yang suka main catur
sekarat, lalu dikatakan kepadanya:
”Ucapkanlah La ilaha illa Allah. ” Ia menjawab: ”Skak!” kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya
adalah kebiasaan permainan dalam
hidupnya. Sebagai ganti kalimat
Tauhid, ia mengatakan skak. Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang yang istiqomah pada
awalnya, lalu berubah dan
menyimpang dari awalnya bisa
menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang pada
mulanya merupakan pemimpin dan
guru malaikat serta malaikat yang
paling gigih beribadah, tapi
kemudian tatakala ia diperintah
untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan
menyombongkan diri, sehingga ia
masuk golongan kafir. Demikian
pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat
berikut: ُﻩﺎَﻨْﻴَﺗَﺁ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﺄَﺒَﻧ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞْﺗﺍَﻭ ُﻪَﻌَﺒْﺗَﺄَﻓ ﺎَﻬْﻨِﻣ َﺦَﻠَﺴْﻧﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺁ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ﺎَﻨْﺌِﺷ ْﻮَﻟَﻭ َﻦﻳِﻭﺎَﻐْﻟﺍ َﻦِﻣ َﻥﺎَﻜَﻓ ﻰَﻟِﺇ َﺪَﻠْﺧَﺃ ُﻪَّﻨِﻜَﻟَﻭ ﺎَﻬِﺑ ُﻩﺎَﻨْﻌَﻓَﺮَﻟ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ِﻞَﺜَﻤَﻛ ُﻪُﻠَﺜَﻤَﻓ ُﻩﺍَﻮَﻫ َﻊَﺒَّﺗﺍَﻭ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﻞِﻤْﺤَﺗ ْﻥِﺇ ِﺐْﻠَﻜْﻟﺍ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ُﻪْﻛُﺮْﺘَﺗ ْﻭَﺃ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ُﻞَﺜَﻣ َﻚِﻟَﺫ َﺺَﺼَﻘْﻟﺍ ِﺺُﺼْﻗﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻭُﺮَّﻜَﻔَﺘَﻳ ْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ﺎًﻠَﺜَﻣ َﺀﺎَﺳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ْﻢُﻬَﺴُﻔْﻧَﺃَﻭ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻮُﻤِﻠْﻈَﻳ ”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian dia melepaskan diri
daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti
oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-
orang yang sesat. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat) nya dengan ayat-
ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-
kisah itu agar mereka berfikir. Amat
buruklah perumpamaan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka
sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177) Keempat, iman yang lemah. Hal ini dapat melemahkan cinta kepada
Allah dan menguatkan cinta dunia
dalam hatinya. Bahkan lemahnya
iman dapat mendominasi dirinya
sehingga tidak tersisa dalam hatinya
tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga
pengaruhnya tidak tampak dalam
melawan jiwa dan menahan maksiat
serta menganjurkan berbuat baik.
Akibatnya ia terperosok ke dalam
lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda
hitam dosa menumpukdi dalam hati
dan akhirnya memadamkan cahaya
iman yang lemah dalam hati. Dan
ketika sakratul maut tiba, cinta Allah
semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan
dunia yang dicintainya. Kecintaannya
pada dunia sangat kuat, sehingga ia
tidak rela meninggalkannya dan tak
kuasa berpisah dengannya. Pada
saat yang sama timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka
dan tidak mencintainya. Cinta Allah
yang sudah lemah itu berbalik
menjadi benci. Akhirnya bila ia mati
dalam kondisi iman seperti ini, maka
ia mendapat su’ul khatimah dan sengsara selamanya. Ya Allah, kami memohon kepadaMu
husnul khatimah dan berlindung
kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-
(aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah
ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-
Asyqar menulis pasal khusus
berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah (akhir kehidupan yang buruk)”. Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat perkara
yang dapat menyebabkan
seseorang mengakhiri hidupnya
dalam keadaan buruk sehingga
menghantarkannya ke Neraka di
kehidupan abadi negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan
keempat hal tersebut alangkah
baiknya kita perhatikan hadits di
bawah ini yang memuat salah satu
rukun iman yang fundamental, yaitu
iman akan taqdir Allah, baik itu taqdir yang terasa menyenangkan
maupun yang terasa pahit. ِﻪﻴِﻓ ُﺦُﻔْﻨَﻴَﻓ ُﻚَﻠَﻤْﻟﺍ ُﻞَﺳْﺮُﻳ َّﻢُﺛ ٍﺕﺎَﻤِﻠَﻛ ِﻊَﺑْﺭَﺄِﺑ ُﺮَﻣْﺆُﻳَﻭ َﺡﻭُّﺮﻟﺍ ِﻪِﻠَﻤَﻋَﻭ ِﻪِﻠَﺟَﺃَﻭ ِﻪِﻗْﺯِﺭ ِﺐْﺘَﻜِﺑ ﺎَﻟ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻮَﻓ ٌﺪﻴِﻌَﺳ ْﻭَﺃ ٌّﻲِﻘَﺷَﻭ ُﻩُﺮْﻴَﻏ َﻪَﻟِﺇ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ َّﻥِﺇَﻭ ُﻥﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ ﻰَّﺘَﺣ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ﺎَﻬَﻨْﻴَﺑَﻭ ُﻪَﻨْﻴَﺑ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﻴَﻓ ٌﻉﺍَﺭِﺫ ﺎَّﻟِﺇ ِﻞْﻫَﺃ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﻴَﻓ ُﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﺎَﻬُﻠُﺧْﺪَﻴَﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin
Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah
orang yang selalu benar dan
dibenarkan: “…Kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu
malaikat itu meniupkan ruh
kepadanya dan ia diperintahkan
menulis empat kalimat: Menulis
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib
celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan
selain-Nya, sesungguhnya ada
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk surga dan amalan
itu mendekatkannya ke surga
sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena
taqdir yang telah ditetapkan atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya. Dan
sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta,
namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke
dalamnya.” (HR. Muslim) Seorang yang beriman kepada taqdir
yang ditetapkan oleh Allah pastilah
sangat khawatir bilamana dirinya
termasuk ke dalam golongan yang
disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya ada diantara kamu
yang melakukan amalan penduduk
surga dan amalan itu
mendekatkannya ke surga sehingga
jarak antara dia dan surga kurang
satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya,
lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia
masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan
Allah seperti itu. Namun tentunya
melalui pelajaran ini Nabi shollallahu
’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang
amalan baiknya selama ini sekedar
yang tampak pada manusia.
Sedangkan bisa jadi pada
hakikatnya tersimpan dalam hatinya
kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Sebaliknya golongan orang yang
digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan sesungguhnya ada seseorang
diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka
sehingga jarak antara dia dan
neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang
sangat beruntung dan disayang
Allah ta’aala. Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena
perilakunya selama ini, namun
sesungguhnya ia memiliki suatu
kebaikan tertentu yang tersembunyi
dari penglihatan orang lain
sedangkan Allah memandang kebaikannya itu layak menjauhkan
dirinya dari neraka dan
menghantarkannya ke surga.
Wallahu a’lam. Yang pasti, beriman kepada taqdir
akan menghasilkan rasa takut yang
mendalam akan nasib akhir hidup
dan menumbuhkan semangat yang
tinggi untuk beramal dan istiqomah
dalam ketaatan demi mengharap husnul khatimah. Beriman kepada
taqdir bukanlah alasan untuk
bermaksiat dan bermalas-malasan.
Beriman kepada taqdir justru
semakin membuat seseorang
berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah sekaligus menjauhi segala
bentuk kemungkaran dan
kemaksiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya su’ul khatimah. Shiddiq Hasan Khan mengatakan
bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai
oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah, walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika
ia memiliki kerusakan dalam aqidah
dan ia meyakininya sambil tidak
menganggap itu salah, terkadang
kekeliruan aqidahnya itu tersingkap
pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia
menyadari dan kembali ke iman
yang benar, maka ia mendapatkan
su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang
yang beraqidah secara keliru berada
dalam bahaya besar dan zuhud serta
kesholehannya akan sia-sia. Yang
berguna adalah aqidah yang benar
yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh
ayat Allah berikut: َﻦﻳِﺮَﺴْﺧَﺄْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻜُﺌِّﺒَﻨُﻧ ْﻞَﻫ ْﻞُﻗ ْﻢُﻬُﻴْﻌَﺳ َّﻞَﺿ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎًﻟﺎَﻤْﻋَﺃ ْﻢُﻫَﻭ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﻮُﻨِﺴْﺤُﻳ ْﻢُﻬَّﻧَﺃ َﻥﻮُﺒَﺴْﺤَﻳ ﺎًﻌْﻨُﺻ ”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?" Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104) Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh
memori tersebut saat kematian
menjelang. Sebaliknya bila
seseorang seumur hidupnya banyak
melakukan ketaatan, maka memori
tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak
dosanya sehingga melebihi
ketatannya maka ini sangat
berbahaya baginya. Dominasi
maksiat akan terpateri di dalam
hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada
gilirannya menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam
kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah seseorang mati
kecuali ditampilkan kepadanya
orang-orang yang biasa ia gauli.
Seorang lelaki yang suka main catur
sekarat, lalu dikatakan kepadanya:
”Ucapkanlah La ilaha illa Allah. ” Ia menjawab: ”Skak!” kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya
adalah kebiasaan permainan dalam
hidupnya. Sebagai ganti kalimat
Tauhid, ia mengatakan skak. Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang yang istiqomah pada
awalnya, lalu berubah dan
menyimpang dari awalnya bisa
menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang pada
mulanya merupakan pemimpin dan
guru malaikat serta malaikat yang
paling gigih beribadah, tapi
kemudian tatakala ia diperintah
untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan
menyombongkan diri, sehingga ia
masuk golongan kafir. Demikian
pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat
berikut: ُﻩﺎَﻨْﻴَﺗَﺁ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﺄَﺒَﻧ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞْﺗﺍَﻭ ُﻪَﻌَﺒْﺗَﺄَﻓ ﺎَﻬْﻨِﻣ َﺦَﻠَﺴْﻧﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺁ ُﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ﺎَﻨْﺌِﺷ ْﻮَﻟَﻭ َﻦﻳِﻭﺎَﻐْﻟﺍ َﻦِﻣ َﻥﺎَﻜَﻓ ﻰَﻟِﺇ َﺪَﻠْﺧَﺃ ُﻪَّﻨِﻜَﻟَﻭ ﺎَﻬِﺑ ُﻩﺎَﻨْﻌَﻓَﺮَﻟ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ِﻞَﺜَﻤَﻛ ُﻪُﻠَﺜَﻤَﻓ ُﻩﺍَﻮَﻫ َﻊَﺒَّﺗﺍَﻭ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﻞِﻤْﺤَﺗ ْﻥِﺇ ِﺐْﻠَﻜْﻟﺍ ْﺚَﻬْﻠَﻳ ُﻪْﻛُﺮْﺘَﺗ ْﻭَﺃ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ُﻞَﺜَﻣ َﻚِﻟَﺫ َﺺَﺼَﻘْﻟﺍ ِﺺُﺼْﻗﺎَﻓ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻭُﺮَّﻜَﻔَﺘَﻳ ْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟ ﺍﻮُﺑَّﺬَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ﺎًﻠَﺜَﻣ َﺀﺎَﺳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ْﻢُﻬَﺴُﻔْﻧَﺃَﻭ ﺎَﻨِﺗﺎَﻳَﺂِﺑ َﻥﻮُﻤِﻠْﻈَﻳ ”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian dia melepaskan diri
daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti
oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-
orang yang sesat. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat) nya dengan ayat-
ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-
kisah itu agar mereka berfikir. Amat
buruklah perumpamaan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka
sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177) Keempat, iman yang lemah. Hal ini dapat melemahkan cinta kepada
Allah dan menguatkan cinta dunia
dalam hatinya. Bahkan lemahnya
iman dapat mendominasi dirinya
sehingga tidak tersisa dalam hatinya
tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga
pengaruhnya tidak tampak dalam
melawan jiwa dan menahan maksiat
serta menganjurkan berbuat baik.
Akibatnya ia terperosok ke dalam
lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda
hitam dosa menumpukdi dalam hati
dan akhirnya memadamkan cahaya
iman yang lemah dalam hati. Dan
ketika sakratul maut tiba, cinta Allah
semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan
dunia yang dicintainya. Kecintaannya
pada dunia sangat kuat, sehingga ia
tidak rela meninggalkannya dan tak
kuasa berpisah dengannya. Pada
saat yang sama timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka
dan tidak mencintainya. Cinta Allah
yang sudah lemah itu berbalik
menjadi benci. Akhirnya bila ia mati
dalam kondisi iman seperti ini, maka
ia mendapat su’ul khatimah dan sengsara selamanya. Ya Allah, kami memohon kepadaMu
husnul khatimah dan berlindung
kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-
Subscribe to:
Posts (Atom)