“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Wednesday, 3 October 2012
Dekat kepada allah swt
kita
sudah
maklum
bahwa
Allah
s.w.t. adalah
dekat
dengan
kita.
Tetapi
hamba- hamba
Allah yang shaleh merasakan bahwa
mereka dekat dengan Allah
s.w.t. Bagaimana pengertian hal
keadaan ini, tentu saja kita ingin
mempelajarinya. Maka dalam hal
ini yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary telah
mengungkapkannya dalam
Kalam Hikmah beliau sebagai
berikut: "Dekat anda kepadaNya ialah
bahwa anda melihat dekatNya.
Jika tidak(demikian), maka di
manakah anda dan di manakah
wujud dekatNya? Kalam Hikmah ini sepintas lalu
agak sulit difahami dan
dimengerti,
karena itu marilah kita jelaskan
sebagai berikut: I. Pengertian "dekat Allah s.w.t.
dengan kita" ialah dekat pada
ilmu, pada kekuasaan (qudrat)
dan paa kehendak (iradah).
DekatNya Allah dengan kita pada
'Ilmu', artinya segala sesuatu apa pun yang terdapat pada kita dan
yang terjadi pada kita, lahir dan
bathin, semuanya diketahui oleh
Allah s.w.t. dengan IlmuNya
sejak azali, artinya sejak alam
mayapada ini belum diciptakanNya, selain yang ada
hanya Dia, yakni Allah s.w.t.
Dekatnya Allah dengan kita pada
'kekuasaan' (qudrat), artinya
segala sesuatu apa pun, baik
yang adanya dari tiak ada atau kebalikannya, ataupun apa saja
yang terjadi, sama sekali tidak
l;uput dari kekuasaanNya atau
qudratNya. Maka demikian
pulalah dengan iradahNya
(kehendakNya). Dan atas inilah semua tafsir dari dirman-firman
Allah s.w.t. yang
menggambarkan dekatNya
kepada makhluk-makhlukNya
sebagai berikut di bawah ini: Pertama, ayat 16 dalam Surat Qaf
juz 26: "Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Qaf: 16) Kedua, ayat 85 dalam Surat Al-
Waqi'ah juz 27: "Dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada kamu.
Tetapi kamu tidak melihat." (Al-
Waqi'ah: 85) Ketiga, ayat 4 dalam Surat Al-
Hadid juz 27: "...Dan Dia bersama kamu di
mana saja kamu berada. Dan
Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan." (Al-Hadid: 4) II. Pengertian dekat kita kepada
Allah ialah kita merasakan
dengan "Ilmul-Yaqin" bahwa:
Alam mayapada ini pada
hakikatnya tidak ada, yakni tidak
ada padanya wujud yang hakiki, karena ia berasal dari tidak ada
dan akan kembali kepada tiada.
Atau asalnya tiada, kemudian
ada dan seterusnya dengan
kehedak Allah dan
kekuasaanNya. Ia akan ada terus, seperti syurga dan neraka.
Sedangkan wujud yang hakiki,
yakni wujud yang tiada
permulaannya dan tiada pula
disudahi dengan tiada, ialah
wujudnya Allah s.w.t. Dia tidak diliputi oleh tempat dan zaman
atau masa. Bahkan Dia tidak
seumpama dengan sesuatu apa
pun dalam alam mayapada ini. Apabila hal keadaan ini semua
sudah merupakan Ilmul-Yaqin
bagi kita, kemudian masuk
meresap ke dalam bathin
penghayatan kita, maka barulah
ketika itu hati dan semua perasaan kita dapat melihat
bahwa Allah s.w.t. dekat dengan
kita. Dia melihat kita dan melihat
segala gerak-gerik kita, lahiriah
kita dan bathiniah kita. Barulah
ketika itu kita merasakan cinta kepadaNya dengan
melaksanakan apa-apa yang
diridhaiNya, dan begitu takut
padaNya apabila terkerjakan
apa-apa yang tidak diridhaiNya.
Dan pada ketika itu pula kita senantiasa menjaga dan
memelihara adab dan akhlak
terhadapNya dengan adab-adab
kita sebagai hambaNya kepada
Dia yang bersifat dengan
kemahasempurnaan dalam sekalian sifat-sifatNya. Penghayatan yang sedemikian
rupa adalah merupakan zikrullah
yang paling penting yakni
ingatnya kita kepadaNya dalam
segala pekerjaan lahiriah yang
kita sedang kerjakan, apakah itu bersifat dunia atau bersifat
agama. Dan apalagi jikalau
penghayatan yang demikian itu
kita bawa serta ke dalam shalat
kita dan ibadat-ibadat kita
lainnya. Yang demikian itulah disebut
dengan hakikat "Al-Ihsan",
yakni keterpaduan antara "Al-
Iman" dengan "Al-Islam", atau
dengan kata lain keterpaduan
antara kepercayaan kepada Allah s.w.t. dengan pelaksanaan
jaran-ajaranNYa seperti apa yang
Dia telah wahyukan kepada
Nabi-nabiNya sepanjang zaman,
sejak Adam a.s. hingga Nabi dan
RasulNya terakhir Muhammad s.a.w. III. Dengan demikian jelaslah
bagi kita bahwa pengertian
"dekat" di sini bukanlah
maksudnya pendekatan dalam
arti biasa dan umum menurut
kelaziman kita sebagai makhlukNya, tetapi adalah
menurut arti dan makna seperti
yang kita uraikan di atas. Kesimpulan: Apabila kita telah merasakan
pendekatan seperti tersebut di
atas berarti tingkatan Tauhid kita
kepada Allah s.w.t. sudah berada
dalam lingkungan daerah
lapangan Tauhid buat hamba- hamba Allah yang shaleh, yakni
para WaliNya menurut tingkatan
nilai kemuliaan yang ditentukan
olehNya. Mudah-mudahan kita
semua dengan bantuan Allah
dapat berjalan ke arah lapangan tersebut agar dapat dekat
kepada Allah. Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment