Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday 14 August 2011

Kaya Hati, Itulah Kaya Senyatanya

Orang kaya pastikah selalu merasa
cukup? Belum tentu. Betapa banyak
orang kaya namun masih merasa
kekurangan. Hatinya tidak merasa
puas dengan apa yang diberi Sang
Pemberi Rizki. Ia masih terus mencari- cari apa yang belum ia raih. Hatinya
masih terasa hampa karena ada saja
yang belum ia raih. Coba kita perhatikan nasehat suri
tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ِﺽَﺮَﻌْﻟﺍ ِﺓَﺮْﺜَﻛ ْﻦَﻋ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ َﺲْﻴَﻟ ، ِﺲْﻔَّﻨﻟﺍ ﻰَﻨِﻏ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ َّﻦِﻜَﻟَﻭ “Kaya bukanlah diukur dengan
banyaknya kemewahan dunia. Namun
kaya (ghina’) adalah hati yang selalu
merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446
dan Muslim no. 1051) Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
nasehat berharga kepada sahabat
Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu
berkata, ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ﻪَّﻠﻟﺍ ﻝﻮُﺳَﺭ ﻲِﻟ َﻝﺎَﻗ َﻢَّﻠَﺳَﻭ : َﻮُﻫ ﻝﺎَﻤْﻟﺍ ﺓَﺮْﺜَﻛ ﻯَﺮَﺗَﺃ ّﺭَﺫ ﺎَﺑَﺃ ﺎَﻳ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ ؟ ﺖْﻠُﻗ : ْﻢَﻌَﻧ . َﻝﺎَﻗ : ﺔَّﻠِﻗ ﻯَﺮَﺗَﻭ ﺮْﻘَﻔْﻟﺍ َﻮُﻫ ﻝﺎَﻤْﻟﺍ ؟ ﺖْﻠُﻗ : ﺎَﻳ ْﻢَﻌَﻧ ﻪَّﻠﻟﺍ ﻝﻮُﺳَﺭ . َﻝﺎَﻗ : ﻰَﻨِﻏ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ ﺎَﻤَّﻧِﺇ ﺐْﻠَﻘْﻟﺍ ، ﺐْﻠَﻘْﻟﺍ ﺮْﻘَﻓ ﺮْﻘَﻔْﻟﺍَﻭ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata padaku, “Wahai Abu
Dzar, apakah engkau memandang
bahwa banyaknya harta itulah yang
disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab
Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa
sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan
jawaban serupa. Lantas beliau pun
bersabda, “Sesungguhnya yang
namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa
cukup). Sedangkan fakir adalah
fakirnya hati (hati yang selalu merasa
tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa
sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim) Inilah nasehat dari suri tauladan kita.
Nasehat ini sungguh berharga. Dari
sini seorang insan bisa menerungkan
bahwa banyaknya harta dan
kemewahan dunia bukanlah jalan
untuk meraih kebahagiaan senyatanya. Orang kaya selalu merasa
kurang puas. Jika diberi selembah
gunung berupa emas, ia pun masih
mencari lembah yang kedua, ketiga
dan seterusnya. Oleh karena itu,
kekayaan senyatanya adalah hati yang selalu merasa cukup dengan apa
yang Allah beri. Itulah yang namanya
qona’ah. Itulah yang disebut dengan
ghoni (kaya) yang sebenarnya. Ibnu Baththol rahimahullah
mengatakan, “Hakikat kekayaan
sebenarnya bukanlah dengan
banyaknya harta. Karena begitu
banyak orang yang diluaskan rizki
berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa puas dengan apa
yang diberi. Orang seperti ini selalu
berusaha keras untuk menambah dan
terus menambah harta. Ia pun tidak
peduli dari manakah harta tersebut ia
peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-akan begitu fakir karena
usaha kerasnya untuk terus menerus
memuaskan dirinya dengan harta.
Perlu dikencamkan baik-baik bawa
hakikat kekayaan yang sebenarnya
adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang
yang kaya hati inilah yang selalu
merasa cukup dengan apa yang
diberi, selalu merasa qona’ah (puas)
dengan yang diperoleh dan selalu
ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak begitu tamak untuk
menambah harta dan ia tidak seperti
orang yang tidak pernah letih untuk
terus menambahnya. Kondisi orang
semacam inilah yang disebut ghoni
(yaitu kaya yang sebenarnya).” Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah
menerangkan pula, “Orang yang
disifati dengan kaya hati adalah orang
yang selalu qona’ah (merasa puas)
dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak
begitu tamak untuk menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak
seperti orang yang tidak pernah letih
untuk mencarinya. Ia tidak meminta-
minta dengan bersumpah untuk
menambah hartanya. Bahkan yang
terjadi padanya ialah ia selalu ridho dengan pembagian Allah yang Maha
Adil padanya. Orang inilah yang
seakan-akan kaya selamanya. Sedangkan orang yang disifati dengan
miskin hati adalah kebalikan dari
orang pertama tadi. Orang seperti ini
tidak pernah qona’ah (merasa pus)
terhadap apa yang diberi. Bahkan ia
terus berusaha kerus untuk menambah dan terus menambah
dengan cara apa pun (entah cara halal
maupun haram). Jika ia tidak
menggapai apa yang ia cari, ia pun
merasa amat sedih. Dialah seakan-
akan orang yang fakir, yang miskin harta karena ia tidak pernah merasa
puas dengan apa yang telah diberi.
Oran inilah orang yang tidak kaya
pada hakikatnya. Intinya, orang yang kaya hati berawal
dari sikap selalu ridho dan menerima
segala ketentuan Allah Ta’ala. Ia tahu
bahwa apa yang Allah beri, itulah yang
terbaik dan akan senatiasa terus ada.
Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk menambah apa yang ia cari.” Perkataan yang amat bagus
diungkapkan oleh para ulama: ﺔَﺟﺎَﺣ ّﺪَﺳ ْﻦِﻣ ﻚﻴِﻔْﻜَﻳ ﺎَﻣ ﺲْﻔَّﻨﻟﺍ ﻰَﻨِﻏ ﺍًﺮْﻘَﻓ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ َﻙﺍَﺫ َﺩﺎَﻋ ﺎًﺌْﻴَﺷ َﺩﺍَﺯ ْﻥِﺈَﻓ “Kaya hati adalah merasa cukup pada
segala yang engkau butuh. Jika lebih
dari itu dan terus engkau cari, maka itu
berarti bukanlah ghina (kaya hati),
namun malah fakir (miskinnya
hati).”[1] An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kaya yang terpuji adalah kaya hati,
hati yang selalu merasa puas dan tidak
tamak dalam mencari kemewahan
dunia. Kaya yang terpuji bukanlah
dengan banyaknya harta dan terus menerus ingin menambah dan terus
menambah. Karena barangsiapa yang
terus mencari dalam rangka untuk
menambah, ia tentu tidak pernah
merasa puas. Sebenarnya ia bukanlah
orang yang kaya hati.”[2] Namun bukan berarti kita tidak boleh
kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ُﺔَّﺤِّﺼﻟﺍَﻭ ﻰَﻘَّﺗﺍ ِﻦَﻤِﻟ ﻰَﻨِﻐْﻟﺎِﺑ َﺱْﺄَﺑ َﻻ ُﺐﻴِﻃَﻭ ﻰَﻨِﻐْﻟﺍ َﻦِﻣ ٌﺮْﻴَﺧ ﻰَﻘَّﺗﺍ ِﻦَﻤِﻟ ِﻢَﻌِّﻨﻟﺍ َﻦِﻣ ِﺲْﻔَّﻨﻟﺍ “Tidak apa-apa dengan kaya bagi
orang yang bertakwa. Dan sehat bagi
orang yang bertakwa itu lebih baik
dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari
kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no.
2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) Dari sini bukan berarti kita tercela
untuk kaya harta, namun yang tercela
adalah tidak pernah merasa cukup
dan puas (qona’ah) dengan apa yang
Allah beri. Padahal sungguh
beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al
‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ﺎًﻓﺎَﻔَﻛ َﻕِﺯُﺭَﻭ َﻢَﻠْﺳَﺃ ْﻦَﻣ َﺢَﻠْﻓَﺃ ْﺪَﻗ ُﻩﺎَﺗﺁ ﺎَﻤِﺑ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪَﻌَّﻨَﻗَﻭ “Sungguh sangat beruntung orang
yang telah masuk Islam, diberikan
rizki yang cukup dan Allah
menjadikannya merasa puas dengan
apa yang diberikan kepadanya.” (HR.
Muslim no. 1054) Sifat qona’ah dan selalu merasa cukup
itulah yang selalu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam minta pada Allah
dalam do’anya. Dari Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, َّﻲﺒﻨﻟﺍ َّﻥﺃ - ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ - ﻝﻮﻘﻳ َﻥﺎَﻛ )) : َﻚُﻟﺄْﺳﺃ ﻲِّﻧﺇ َّﻢُﻬَّﻠﻟﺍ ﻯَﺪُﻬﻟﺍ ، ﻰَﻘُّﺘﻟﺍﻭ ، َﻑﺎَﻔَﻌﻟﺍﻭ ، ﻰَﻨِﻐﻟﺍﻭ “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa membaca do’a: “Allahumma inni
as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal
ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-
Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan
sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721). An Nawawi –rahimahullah-
mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah
bermakna menjauhkan dan menahan
diri dari hal yang tidak diperbolehkan.
Sedangkan al ghina adalah hati yang
selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”[3] Saudaraku ... milikilah sifat qona’ah,
kaya hati yang selalu merasa cukup
dengan apa yang Allah beri. Semoga
Allah menganugerahkan kita sekalian
sifat yang mulia ini. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.

No comments: