Nonton iklan bentar ya...!!!

Thursday 18 August 2011

kenali diri

Mengenal diri itu adalah “anak kunci”
untuk Mengenal Allah. Hadis ada
mengatakan : MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA
RABBAHU (Siapa yang kenal kenal dirinya akan
Mengenal Allah) Firman Allah Taala : “Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu
tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan
segala sesuatu?“ (QS. Fush Shilat
[41]:53 ) Tidak ada hal yang melebihi diri
sendiri. Jika anda tidak kenal diri
sendiri, bagaimana anda hendak tahu
hal-hal yang lain? Yang dimaksudkan
dengan Mengenal Diri itu bukanlah
mengenal bentuk lahir anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain
anggota anda itu. karena mengenal
semua hal itu tidak akan membawa
kita mengenal Alloh. Dan bukan pula
mengenal perilaku dalam diri anda
yaitu bila anda lapar anda makan, bila dahaga anda minum, bila marah anda
memukul dan sebagainya. Jika anda
bermaksud demikian, maka binatang
itu sama juga dengan anda. Yang
dimaksudkan sebenarnya mengenal
diri itu ialah: Apakah yang ada dalam diri anda itu? Dari mana anda datang? Kemana anda
pergi? Apakah tujuan anda berada
dalam dunia fana ini? Apakah
sebenarnya bagian dan apakah
sebenarnya derita? Sebagian daripada sifat-sifat anda
adalah bercorak kebinatangan.
Sebagian pula bersifat Iblis dan
sebagian pula bersifat Malaikat. Anda
hendaklah tahu sifat yang mana perlu
ada, dan yang tidak perlu. Jika anda tidak tahu, maka tidaklah anda tahu
di mana letaknya kebahagiaan anda
itu. Kerja binatang ialah makan, tidur dan
berkelahi. Jika anda hendak jadi
binatang, buatlah itu saja. Iblis dan
syaitan itu sibuk hendak menyesatkan
manusia, pandai menipu dan
berpura-pura. Kalau anda hendak menurut mereka itu, lakukan
sebagaimana kerja-kerja mereka itu.
Malaikat sibuk dengan memikir dan
memandang Keindahan Ilahi. Mereka
bebas dari sifat-sifat kebinatangan. Jika anda ingin bersifat dengan sifat
KeMalaikatan, maka berusahalah
menuju asal anda itu agar dapat anda
mengenali dan menuju pada Alloh
Yang Maha Tinggi dan bebas dari
belenggu hawa nafsu. Sebaiknya hendaklah anda tahu kenapa anda
dilengkapi dengan sifat-sifat
kebintangan itu. Adakah sifat-sifat kebinatangan itu
akan menaklukkan anda atau adakah
anda menakluki mereka?. Dan dalam
perjalanan anda ke atas martabat
yang tinggi itu, anda akan gunakan
mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata. Langkah pertama untuk mengenal diri
ialah mengenal bahwa anda itu terdiri
dari bentuk yang zhohir, yaitu
tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati
atau Ruh . Yang dimaksudkan
dengan “HATI” itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri
tubuh. Yang dimaksudkan dengan “HATI” itu
ialah satu hal yang dapat
menggunakan semua kekuatan,
yang lain itu hanyalah sebagai alat
dan kaki tangannya saja. Pada
hakikat hati itu bukan termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi
adalah termasuk dalam Alam Ghaib.
Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat
pengembara yang melawat negeri
asing untuk tujuan berniaga dan
akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri asalnya. Mengenal hal
seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang
menjadi “Anak Kunci” untuk
mengenal Alloh. ISLAM yang telah Allah redhakan
untuk menjadi agama kita, dan
disampaikan melalui utusan-Nya Nabi
Muhammad SAW merupakan satu
syariat yang mencakup persoalan
hidup lahir dan batin. Syariat lahir disebut syariat. Syariat batin disebut
hakikat. Hal itu sangat sesuai dengan
struktur kejadian manusia itu sendiri
yang merupakan kombinasi antara
jasad lahir dan jasad batin. Jasad lahir adalah semua anggota
tubuh kita yang nampak dengan
mata. Sedangkan jasad batin adalah
jasad gaib yang menggerakkan
seluruh anggota lahir. Jasad batin
dapat merasa, mengingat, memikirkan, mengetahui, memahami
segala sesuatu yang terjadi di dalam
diri kita masing-masing. Allah SWT
menetapkan bahwa syariat lahir
untuk diamalkan oleh jasad lahir
sedangkan syariat batin untuk diamalkan oleh jasad batin yaitu ruh. Sesuai dengan keadaan lahir batin kita
yang saling berkaitan erat tanpa
terpisah-pisah maka begitu pula
amalan lahir dan batin wajib
dilaksanakan secara serentak di setiap
waktu dan keadaan. Kalau kita membeda-bedakan atau menolak
salah satu dari amalan itu, maka kita
tidak mungkin menjadi hamba Allah
yang sebenarnya sebab Islam
memandang syariat itu sebagai kulit,
sedangkan hakikat itu adalah intipati. Kedua-duanya sama-sama penting
dan saling memerlukan, ibarat kulit
dan isi pada buah-buahan. Keduanya
mesti ada untuk kesempurnaan
wujud buah itu sendiri. Tanpa kulit, isi
tidak selamat malah isi tidak mungkin ada kalau kulit tidak ada. Sebaliknya
tanpa isi, kulit jadi tidak berarti apa-
apa. Sebab buah yang dimakan
adalah isinya bukan kulitnya. Begitu juga hubungan syariat dan
hakikat. Keduanya mesti diterima dan
diamalkan serentak. Keduanya saling
mengisi dan memerlukan. Kalau kita
bersyariat saja (artinya berkulit saja
tanpa isi), itu tidak membawa arti apa- apa di sisi Allah. Sabda Rasulullah SAW: Terjemahannya : “Allah tidak
memandang rupa dan harta kamu
tetapi Dia memandang hati dan
amalan kamu.” (Riwayat : Muslim) Sebaliknya kalau kita berhakikat saja
(isi tanpa kulit), maka tidak ada
jaminan keselamatan dari Allah SWT.
Hakikat itu akan mudah rusak, dan
kita sama sekali tidak akan
memperoleh apa-apa, bahkan agama Islam yang kita anut akan rusak tanpa
kita sadari. Berkata Imam Malik Rahimahullahu
Taala: Terjemahannya : “Barangsiapa
berfiqih (syariat) dan tidak bertasawuf
maka ia jadi fasik. Barangsiapayang
bertasawuf (hakikat) tanpa fiqih maka
ia adalah kafir zindik.” Artinya kita mesti mengamalkan
keduanya sekaligus, yaitu syariat dan
hakikat. Kalau kita pilih salah satu, kita
tidak akan selamat. Kalau kita
bersyariat saja tanpa dilindungi oleh
hakikat, kita akan menjadi fasik. Dan kalau kita berhakikat saja tanpa
dikawal oleh syariat, maka hakikat itu
akan mudah rusak sehingga kita jatuh
kafir zindik (kafir tanpa sadar). Begitulah pentingnya syariat dan
hakikat. Tetapi bila kedua-duanya
ada, maka hakikatlah yang lebih
utama. Seperti dalam sabda Rasulullah SAW: Terjemahannya : Allah tidak
memandang rupa dan harta kamu
tetapi Dia memandang hati dan
amalan kamu. (Riwayat : Muslim) Hadis itu tidak bermaksud bahwa
syariat tidak penting. Bahkan syariat
juga adalah hukum-hukum fardhu
yang wajib diamalkan oleh seluruh
umat Islam. Hanya saja dalam keadaan
keduanya (syariat dan hakikat) itu sama-sama diamalkan, Allah memberi
keutamaan pada amalan hakikat.
Perbandingannya seperti antara kulit
dan isi buah. Kedua-duanya sama
penting, tetapi manusia memberi
keutamaan pada isi sebab bisa dimakan. Begitulah peranan hakikat.
Peranannya menentukan berakhlak
atau tidaknya seorang manusia
kepada Allah dan kepada sesama
manusia. Orang yang kuat amalan
batinnya atau tinggi pencapaian tasawufnya adalah orang yang
hatinya selalu dekat dengan Allah. Ia
senantiasa merasakan kebesaran
Allah, dibandingkan dirinya yang
maha lemah dan senantiasa
memerlukan pertolongan Allah. Ia sangat beradab dengan Allah dan
dapat mengorbankan dunia untuk
Tuhannya. Ia juga mampu mengasihi
semua manusia, bersedia susah untuk
manusia dan akan menyelamatkan
manusia dari tipuan dunia, nafsu dan syaitan. Sebaliknya orang yang lemah dalam
amalan batin adalah orang yang
hatinya jauh dan terpisah dari Allah. Ia
tidak takut dengan Allah, tidak malu,
tidak harap, dan tidak cinta kepada
Allah. Ia tidak redha dan tidak sabar, kurang beradab dengan Allah, penuh
hasad dengki, sombong, bakhil,
dendam dan pemarah. Ia akan
menjadi seorang pencinta dunia yang
bekerja keras hanya untuk dunianya.
Orang seperti itu selalu dibelenggu oleh kecintaan kepada dunia hingga
takut berjuang dan berjihad untuk
agama Allah serta untuk kehidupan
akhirat yang kekal abadi. Orang yang tidak berhakikat,
sekalipun melakukan ibadah shalat,
puasa, dan banyak membaca Al Quran
serta gigih berjuang adalah orang
yang kurang berakhlak dengan Allah
dan kurang berakhlak dengan manusia. Kurangnya amalan batin dapat
menyebabkan orang-orang yang
tidak berhakikat itu biasanya mati
dalam dosa yang tidak sadar. Mungkin
dosa karena buruk sangka dengan
Allah, putus asa dengan ketentuan Allah, tidak redha dengan takdir Allah
atau dosa karena merasa bahwa
amalannya lah yang akan
menyelamatkan dirinya dari neraka
Allah. Rasa riya’, ujub atau merasa diri bersih
itu pun adalah dosa batin. Dosa batin,
tak seorang pun yang dapat
melihatnya, bahkan diri sendiri pun
tidak dapat merasakannya. Hanya
orang yang mempunyai basirah (pandangan hati yang tembus) saja
yang dapat mengetahuinya. Nanti, bila Allah bukakan segala
kesalahan (dosa-dosa batin itu) di
akhirat, barulah manusia akan
terkejut dan tersentak. Ulama tasawuf berkata: “Biarlah sedikit amalan beserta rasa
takut pada Allah, karena itu lebih baik
daripada banyak amalan tetapi tidak
ada rasa takut dengan Allah. Lebih
baik orang yang merasa berdosa dan
bersalah dengan Allah daripada orang yang banyak amalan tetapi tidak rasa
berdosa pada Allah bahkan dia
merasa telah cukup dengan amalan
itu.” Firman Allah : Terjemahannya : Hari kiamat ialah hari
dimana harta dan anak-anak tidak
dapat memberi manfaat, kecuali
mereka yang menghadap Allah
membawa hati yang selamat sejahtera.
(Asy Syuara: 88-89) Hati yang selamat sejahtera ialah hati
orang bertaqwa yang berisi iman,
yakin, ikhlas, redha, sabar, syukur,
tawakal, takut, harap dan lain-lain
rasa hati dengan Allah SWT. Hati yang
senantiasa merasa sehat dalam kesakitan, kaya dalam kemiskinan,
ramai dalam kesendirian, lapang
dalam kesempitan dan terhibur dalam
kesusahan. Ia bersikap redha dengan
apa saja pemberian Tuhan-Nya. Untuk memperoleh hati yang seperti
itu, kita mesti bersungguh-sungguh
melawan hawa nafsu untuk
melakukan amalan lahir dan batin
(syariat dan hakikat). Kedua-duanya
akan saling mengawal untuk mengangkat kita ke taraf taqwa. Syariat dan hakikat akan mendidik
dan memimpin kita menjadi seorang
insan kamil yang mampu memenuhi
keinginan dan keperluan fitrah murni
manusia secara suci lagi mulia. Orang
seperti itulah yang Allah maksudkan sebagai golongan As Siddiqin atau
golongan Al ‘Arifin. Sifat mereka Allah
uraikan dalam Surah Al Furqaan ayat
63-74: Terjemahannya : “Dan hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Penyayang (hamba-
hamba yang baik) itu ialah mereka
yang berjalan di atas muka bumi
dengan rendah hati dan apabila orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan. Dan
mereka yang melalui malam hari
dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka (orang-orang yang
melakukan shalat tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah). Dan
orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan
kami, jauhkanlah azab jahannam dari
kami. Sesungguhnya azabnya itu
adalah kebinasaan yang kekal.”
Sesungguhnya jahannam itu seburuk- buruk tempat menetap dan tempat
kediaman. Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta)
mereka tidak berlebih-lebihan dan
tidak (pula) bakhil, dan adalah
(perbelanjaan itu) pertengahan. Dan mereka juga tidak mengharap
(menyembah) yang lain di samping
Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (orang Islam)
kecuali yang dibenarkan syarak
(pembunuh, penzina, murtad) dan tidak juga berzina. Barang siapa yang
melakukan yang demikian itu niscaya
dia akan menerima pembalasan
dosanya. (Yakni) akan
dilipatgandakan azab untuknya pada
hari kiamat dan dia kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Kecuali
mereka yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal soleh, kejahatan
mereka Allah gantikan dengan
kebajikan. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal soleh maka
sesungguhnya mereka bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya. Dan orang-orang
yang tidak memberikan kesaksian palsu dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaedah, mereka lalui
(saja) dengan menjaga kehormatan
dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan
ayat-ayat Tuhan mereka tidak
menghadapinya sebagai orang-orang
yang tuli dan buta. Dan orang-orang
yang sering berdoa, “Ya Tuhan kami
anugerahkanlah kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami) dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” Merekalah orang-orang bertaqwa
yang akan memperoleh ketenangan
hidup di dunia dan di akhirat. Mereka
adalah tempat untuk kita mempelajari
dan mencontoh kehidupan yang
aman dan bahagia. Suasana seperti itu pernah terjadi, yaitu dalam kehidupan
salafussoleh. Mereka telah menjalani
suatu kehidupan, di mana mereka
menerima dan mengamalkan
sepenuhnya kehendak syariat dan
hakikat. Hasilnya, mereka (para salafussoleh) menjadi orang-orang
yang bahagia dan membahagiakan
orang lain. Sejarah 15 abad yang silam
memberitahu kepada kita bahwa 3/4
dunia menjadi tenang, aman dan
damai di bawah pemerintahan
mereka. Kawan maupun lawan
merasa selamat berada di dalam kekuasaan mereka. Demikianlah satu
kenyataan yang membuktikan bahwa
sekiranya manusia patuh menjalani
syariat lahir dan batin, maka selamat
dan berbahagialah mereka di dunia
dan di akhirat. Allah berfirman : Terjemahannya : “Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang
beriman dan yang mengerjakan amal
soleh di antara kamu bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka
berkuasa. Dia akan menegakkan bagi
mereka agama yang telah diredhai-
Nya untuk mereka dan Dia benar-
benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah berada dalam
ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tidak mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang ingkar sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-
orang fasik.” (QS An Nur [24] : 55 )

No comments: