Nonton iklan bentar ya...!!!

Tuesday 13 September 2011

Fadillah Al-Quran

1. Orang yang mengajarkan Al-Qur an
pada anaknya pada masa kecil dan
selalu membacanya oada masa tuanya
akan mendapat perlindungan arasy
Allah swt dihari kiamat.
2. Tanda – tanda kecintaan Allah swt adalah bahwa Allah swt memasukkan
rasa cinta pada Al-Qur an dalam hati
seseorang.
3. Seseorang yang benar-benar sibuk
menghafal / mempelajari / memahami
Al-Qur an sehingga tidak mempunyai waktu untuk berdo`a, maka Allah swt
akan memberikan sesuatu yang lebih
utama daripada yang diberikan pada
orang yang berdo`a.
4. Orang yang beriman pada Al-Qur an
dan mengamalkannya, maka Allah akan mengangkat derjadnya dan
memuliakannya dunia dan akhirat
5. Orang yang ahli dalam Al-Qur an
( benar-benar menghafalnya, sering
membacanya, memahami makna dan
maksudnya ), di padang mahsyar akan berada bersama malaikat
pencatat yang mulia dan benar. Dan
orang yang terbata-bata dalam
membaca Al-Qur an dan bersusah
payah mempelajarinya mendapat
pahala 2 X lipat ( satu dari bacaannya dan satu lagi dalam kesungguhannya
dalam berusaha membetulkan
bacaannya ).
6. Barangsiapa yang sungguh-
sungguh ingin menghafal Al-Qur an
tapi tidak mampu, namun terus menerus membacanya, maka Allah
akan membangkitkannya dihari
kiamat dengan para hafidz Al-Qur an.
7. Barangsiapa yang menghormati,
menunaikan hak-haknya dan
mengamalkan Al-Qur an maka al-Qur an akanmembelanya dihadapan Allah
swt dan memberi syafaat serta
menaikkan derjatnya.
8. Barangsiapa yang membaca Al-Qur
an dan mengamalkan apa yang ada
didalamnya, maka pada hari kiamat dia dan kedua orang tuanya akan
dipakaikan mahkota yang cahayanya
lebih terang daripada cahaya matahari
walaupun dia berada dalam rumah,
serta dipakaikan pakaian yang
keindahannya tidak ada yang sanggup menandinginya.
9. Barangsiapa yang membaca dan
menghafal Al-Qur an serta
menghalalkan apa yang dihalalkan Al-
Qur an dan mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Al-Qur an, maka Allah swt akan memasukkannya ke
dalam surga dan menjaminnya untuk
dapat memberi syafaat kepada 10
orang ahli keluarganya yang wajib
neraka bagi mereka karena dosa-
dosa yang mereka lakukan ( kecuali bagi yang kafir – Al-Maidah :72 ).
10. Banyak membaca Al-qur an dapat
menguatkan ingtan, membersihkan
bathin, menguatkan rohani dan
mewangikan mulut.
11. Barangsiapa yang mengajarkan anaknya membaca Al-Qur an, maka
akan diampuni dosa-dosanya yang
lalu dan yang akan datang.
12. Membaca 1 huruf Al-Qur an
pahalanya 10 kebaikan ( Al-An ~am :
160 ) 13. Barangsiapa yang mendengarkan
Al-Qur an akan dituliskan 1 kebaikan
berlipat ganda dan yang membacanya
akan diberi nur pada hari kiamat.
14. Suatu kaum yang berkumpul
membaca al-Qur an dan saling mengajarkan akan diberi sakinah,
disirami rahmat, dikerumuni malaikat
dan Allah swt menyebut-nyebut
mereka dihadapat majlis para
malaikat..
15. Rumah rumh didalamnya dibacakan Al-qur an, ahli rumah akan
diberikan berkah dan kebaikan,
malaikat pun turun memenuhi rumah
tersebut dan syetan akan keluar.
Sebaliknya rumah yang didalamnya
tidak dibacakan Al-qur an, maka kehidupannya kan dipenuhi dengan
kesempitan, ketidak berkahan,
malaikat akan keluar dan syetan akan
memasuki rumah tersebut.
16. Membaca Al-Qur an akan memberi
nur di bumi dan simpanan bagi kita dilangit, dan rumah yang didalamnya
dibacakan Al-Qur an akan menyinari
ahli-ahli langit seperti bintang yang
menyinari ahli bumi
17. Barangsiapa yang membaca 10
ayat pada malam hari, maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang
yang lalai. Membaca 100 ayat akan
dicatat sebagai orang yang taat dan
diselamatkan dari tuntutan Al-Qur an.
Membaca 200 ayat mendapat pahala
ibadah semalam suntuk. 18. Barangsiapa yang membaca Al-
Qur an yang dengannya ia mendapat
makanan dari manusia ( untuk tujuan
keduniaan ), maka ia akan datang
pada hari kiamat dengan muka
bertulang tanpa daging. 19. Sebaik-baik kamu adalah orang
yang belajar dan mengajarkan Al-Qur
an.
20. Membaca / mempelajari beberapa
ayat Al-Qur an adalah lebih berharga
daripada kerajaan seluas 7 benua yang bersifat sementara dan
pahalanya bermanfaat untuk selama-
lamanya.
21. Tidak ada derjat yang lebih baik
daripada derjat orang yang suka
membaca al-Qur an. 22. Membaca Al-Qur an tanpa melihat
mushaf memdapat 1000 derjat dan
dengan malihat mushaf akan
mendapat 2000 derjat ( lebih afdhal ).
23. Dengan banyak membaca Al-Qur
an dan banyak mengingat maut akan menyebabkan hati bersinar dan alam
semakin memantulkan sifat ma`rifat
yang terang ( pengkilat hati dan
seperti besi berkarat dalam air ).
24. Bacaan Al-Qur an dalam shalat
lebih baik dari bacaan Al-Qur an diluar shalat. Bacaan diluar shalat lebih baik
dari membaca tasbih dan takbir,
bacaan tasbih dan takbir lebih baik
dari pada puasa dan puasa adalah
perisai ( penghalang ) dari api neraka.
25. Setiap membaca huruf Al-Quran dalam shalat mendapat pahala 100
kebaikan, membaca tanpa wudhu
mendapat 10 kebaikan.
26. Kebanggaan, kemuliaan dan
kehormatan umat ini adalah dengan
membaca Al-Qur an, menghafalnya, mengajarkannya dan beramal
dengannya dan apa saja yang
berhubungan dengan Al-Qur an.
27. Tidak ada yang mendekatkan diri
kepada Allah swt kecuali dengan
perantaraan Al-Qur an dan membaca Al-Qur an akan menyebabkan kita
lebih bertawajuh dan memberi kesan
tersendiri pada diri pembacanya.
28. Ahli Al-Qur an ( yang selalu
menyibukkan diri dengan Al-Qur an )
adalah ahli Allah swt dimana setiap waktu Allah akan selalau mengirim
kasih sayang-Nya dan mereka orang-
orang istimewa Allah swt sehingga
mendapat kemuliaan.
29. Membaca Al-Qur an dengan suara
keras adalah seperti memberi shadaqah dengan terang-terangan
dan membaca dengan perlahan
seperti memberi shadaqah dengan
sembunyi.
30. Tidak ada penolong yang lebih
utama kedudukannya disisi Allah swt pada hari kiamat daripada Al-Qur an,
bukan nabi atau malaikat yang
lainnya.
31. Mempelajari 1 ayat Al-Qur an pada
pagi hari lebih baik dari pada shalat
100 rakaat, mempelajari 1 bab dari ilmu pada pagi hari lebih baik
daripada shalat 1000 rakaat.
32. Mengamalkan kandungan Al-Qur
an akan menghindarkan kita dari
fitnah.
33. Seseorang yang mempelajari Al- Qur an memjaga dan membacanya
pada tengah malam dalam shalat
dimisalkan seperti mangkok terbuka
tutupnya yang penuh dengan kasturi
yang baunya menyebar keseluruh
tempat, sedang seorang hafidz Al-Qur an yang tidur / tidak membaca Al-Qur
an karena lalai tapi Al-Qur an berada
dalam hatinya adalah seperti
mangkok yang penuh kasturi tetapi
nur berkah yang akan menyebar
pada orang lain akan terhalang. Adab Membaca Al-Qur an :
1. Adab lahiriyah;
? Membersihkan mulut, badan,
pakaian dan berwudhu.
? Mengambil Al-Qur an dengan tangan
kanan dan meletakkannya pada posisi yang lebih tinggi.
? Membaca Al-Qur an ditempat yang
bersih dan menghadap kiblat dengan
penuh hormat dan tenang.
? Niat membaca karena Allah swt
dengan mengharrap keridhaan dan hidayah-Nya
? Mulai membaca dengan ta`awudz
dan surat Al-Fatihah.
? Tidak membaca dengan cepat tapi
dengan tartil dan tajwid serta dengan
suara yang merdu. ? Berusaha untuk menangis,
walaupun terpaksa berpura-pura
menangis.
? Memenuhi hak-hak azab dan
rahmat, jika menemui ayat tentang
janji yang bagus, ampunan dan rahmat hendaknya hati meresa
senang dan gembira dan berdo`a
memohon ampunan dan rahmat Allah
swt. Jika menemui ayat tentang
ancaman, azab dan neraka
hendaknya hati merasa gentar dan takut serta berdo`a agar terhindar
darinya. Jika menemui ayat tentang
keagungan dan kemuliaan Allah swt,
maka ucapkan subhanallaah. Jika
memahami arti ayat maka bacalah
dengan penuh tafakkur. ? Jika dikhawatirkan akan timbul riya`
di hati / mengganggu orang lain maka
baca dengan suara perlahan. Jika
tidak maka sebaiknya dibaca dengan
suara keras.
? Jika sedang membaca Al-Qur an jangan berbicara, tapi bila terpaksa
harus berbicara maka tutuplah Al-Qur
an lebih dulu, setelah selesai bicara
mulai lagi dengan ta`awudz.
? Disunahkan untuk sujud tilawah
setiap kali menemukan ayat-ayat sajadah dan setiap kali membaca akhir
ayat.
? Disunahkan setelah khatam
memperbanyak dzikir dan
mengumpulkan anggota keluarga
untuk berdo`a bersama-sama. Pembacaan Tartil ( terang dan jelas )
bermakna :
? Huruf-huruf diucapkan dengan
makhraj yang betul.
? Berhenti pada tempat yang betul.
? Membaca harakat dengan betul dan jelas
? Baca dengan tasydid dab mad yang
sempurna dan benar-benar jelas
sehingga menimbulkan rasa
keagungan Allah swt dan membantu
mempercepat masuknya kesan ke dalam hati.
? Keraskan sedikit suara agar
terdengar di telinga sendiri sehingga
berpengaruh pada hati. 2. Adab Bathiniyah;
? Agungkan Al-Qur an sebagai
perkataan yang tinggi.
? Masukkan kedalam hati yang
keagungan dan kebesaran Allah swt
sama seperti kalam-Nya. ? Hindarkan diri dari keraguan dan
kebimbangan
? Renungkan makana setiap ayat dan
baca dengan penuh kenikmatan.
? Ayat-ayat yang dibaca hendaknya
berkesan dakam hati. ? Tawajuhkan telinga seolah-olah
Allah swt berbicara dengan kita dan
kita sedang mendengarkannya.
? Menghafalkan ayat-ayat Al-Qur an
untuk keperluan bacaan shalat
hukumnya fardhu `ain dan menghafalkan seluruh ayat
hukumnya fardhu kifayah. “ Dan apabila dibacakan Al-Qur an
dengarkanlah baik-baik dan
perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapat rahmat “. ( QS. Al-
A`raaf : 204 ) FADHILAH SURAT-SURAT UTAMA
DALAM
AL-QUR AN Surat Al-Fatihah :
1. Pahalanya menyamai 2/3 Al-Qur an
2. Bila dibaca, iblis akan menangis
kesal dan akan menaburkan debu-
debu dengan keras ke kepalanya
3. Bila dibaca dengan surat Al-Ikhlas ketika akan tidur lalu dihembuskan
keseluruh badan, maka akan
terhindar dari segala bahaya kecuali
maut.
4. Bila dibaca dengan penuh
keimanan dapat menjadi obat penyakit :
? dibaca dan disapukan dengan air
liur pada tempat yang sakit.
? Dibaca 7 X dan ditiupkan pada yang
sakit gigi,sakit kepala, sakit perut dan
sakit pinggang. ? Dibaca dan dihembuskan pada
orang yang digigit ular, kalajengking,
pada orang lumpuh dan orang gila.
? Dibaca dan ditiupkan pada air lalu
diminumkan pada orang yang kena
sihir / sakit. ? Ditulis dan dicelupkan pada air
mawar kasturi dan za`faran lalu
diminumkan pada orang yang sudah
lama berpenyakit.
5. Pada hari kiamat surat Al-fatihah
dan akhir surat Al-Baqarah akan berjalan dihadapan pembacanya
sebagai nur yang menerangi jalan
mereka.
6. Untuk memohon hajat dengan cara
membaca :
? Antara shalat sunat subuh dan shalat subuh dengan menyatukan mim
dalam bismillahirrahmanirrahiim
dengan alhamdulillaah 41 X selama 40
hari.
? Dibaca pada hari ahad I pada awal
bulan antara shalat sunat subuh dan shalat subuh dengan menyatukan
mim bersambung dengan
alhamdulillaah 70 X dan setiap harinya
pada waktu yang sama dikurang 10
hingga hari ke 7 tinggal dibaca 10 X.
Jika belum terkabul ulangi sampai bulan ke II / III. Surat Yaasiin :
1. Pembacanya mendapat pahala 10 X
membaca Al-Qur an.
2. Sebagai hatinya Al-Qur an
3. Bagi pembaca yang hanya
mengharapkan keridhaan Allah swt, maka dosa yang terdahulu akan
dimaafkan untuk dijadikan bacaan
keatas orang-orang yang mati.
4. Membawa kebaikan pada urusan
dunia dan akhirat serta dijauhkan dari
segala kesusahan dunia dan akhirat. 5. Mengangkat derjat orang-orang
yang beriman dan merendahkan
derjat orang-orang kafir.
6. Barangsiapa yang selalu
membacanya pada malam hari lalu
meninggal dunia maka dia mati syahid 7. Bila dibaca pada permulaan hari
maka hajat-hajatnya akan dipenuhi /
dibaca berturut-turut 3 X.
8. Jika dibaca pada saat lapar maka
akan dihilangkan kelaparannya. Jika
dibaca saat tersesat maka akan ditemukan jalannya. Jika dibaca saat
kehilangan binatang maka akan
ditemukan binatangnya.
9. Jika dibacakanpada orang yang
akan mati maka akan dimudahkan
matinya. Jika dibacakan pada wanita yang sulit melahirkan , maka akan
dimudahkan.
10. Jika dibaca takut kurang makanan
maka akan dicukupkan makanan
baginya. Jika dibaca ketika takut
kepada raja / musuh maka akan dihilangkan ketakutannya.
11. Jika membaca yasiin dan as-safaat
pada hari jum`at kemudian berdo`a
menginginkan sesuatu hajat maka
hajatnya akan terpenuhi.
12. Bila dibaca tiap malam jum`at maka akan mendapat agama yang
kuat.
13. Bila dibaca pada malam hari maka
diampuni dosanya sampai pagi
harinya.
14. Bila dibaca pada saat ziarah kubur maka dapat meringankan siksa ahli
kubur dan mendapat pahala yang
sama dengan kebaikan ahli kubur. Surat Al-Mulk dan As-Sajadah :
1. Bila dibaca diantara shalat maghrib
dan isya adalah seumpama berdiri
shalat disepanjang malam pada malam
lailatul qadar dan akan ditulis baginya
70 pahala kebaikan dan dijauhkan dari 70 keburukan.
2. Bila dibaca setiap hari ) walaupun
tidak membaca surat lain, seoranmg
pendosa akan diberi syafaat dan
setiap kesalahannya diganti dengan
pahala ). 3. Menghindarkan dari siksa kubur
dan akan memberikan syafaat
sehingga diampunkan oleh Allah swt
( muncul dalam bentuk seekor
burung ).
4. Bila dibaca diatas kuburan maka akan menjauhkan mereka dari azab
Allah swt dan memberikan
keselamatan.
5. Mempunyai 60 kelebihan dibanding
dengan semua surat yang ada
didalam Al-Qur an. Surat Al-Waqi`ah :
1. Sebagai surat kekayaan, tapi bila
dibaca dengan maksud untuk
mengayakan hati dan iman serta
untuk mencari akhirat maka dengan
sendirinya dunia akan datang. 2. Bila dibaca tiap malam akan
dijauhkan dari kemelaratan /
terhindar dari kelaparan selamanya. Surat Ad-Dukhan :
? Dimintakan ampun oleh 7.000
malaikat. Barangsiapa selalu membaca surat Al-
Waqi`ah, Al-Hadid, Ar-Rahman maka
digolongkan sebagai ahli surga
firdaus. Surat Al-Kahfi :
? Ayat 1 – 10 pertama dan 10 ayat
terakhir : Dilindungi dari fitnah dajjal.
? Bila dibaca pada malam jum`at
istiqamah, maka dosa-dosa yang 1
minggu dan minggu yang akan datang diampuni. Surat Al-Ikhlash : Dibaca sebelum tidur
3 X pahalanya sama dengan
mengkhatamkan Al-Qur an.

Sunday 11 September 2011

Rahasia di Balik Sakit

Hidup
ini
tidak
lepas
dari
cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam
kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit ,kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia. 1. Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang
mukmin,sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim) 2. Sakit akan menghapuskan dosa Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy- Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa- dosanya. (HR. Muslim) 3. Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,” Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa- dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran- kotoran besi. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk
sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” (HR. Al Bazzar, shohih) 4. Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb- nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb- Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat- umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. al- An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain- Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir) 5. Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai musibah Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullahberikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas) Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.

Sikap Seorang Muslim KetikaSedang Menderita Sakit

Setiap orang yang beriman pasti
akan diberikan ujian oleh Allah
subhanahu wata’ala. Ujian tersebut
beragam bentuknya, sesuai kondisi
dan kadar keimanan seseorang.
Ujian bisa berupa kesenangan dan bisa pula berupa kesusahan. Dan
salah satu dari bentuk ujian
tersebut adalah tertimpanya
seseorang dengan suatu penyakit
yang menggerogoti dirinya. Sebagaimana yang Allah
subhanahu wata’ala sebutkan
dalam surat Al-‘Ankabut ayat
1sampai 3, bahwa hikmah
diberikannya ujian kepada kaum
mukminin adalah untuk mengetahui[1] siapa yang jujur dan
siapa yang dusta dalam pengakuan
iman mereka tersebut. Demikian juga ketika sakit,
seseorang akan teruji tingkat
kejujuran iman dan aqidah dia.
Sangat disayangkan, ternyata di
sana masih banyak terjadi
pelanggaran-pelanggaran syari’at yang dilakukan oleh orang yang
sedang tertimpa penyakit. Di antara mereka ada yang tidak
menerima bahkan menolak takdir
Allah yang sedang dia rasakan
tersebut. Bahkan ada yang
mengatakan dan mengklaim
bahwa Allah tidak adil kepada dirinya, Allah telah berbuat zhalim
kepadanya, dan sebagainya,
na’udzubillah min dzalik. Ada pula
yang tidak sabar dan putus asa
dengan keadaannya tersebut
sehingga dia sangat berharap ajal segera menjemputnya. Dan bahkan
ada pula yang nekad melakukan
upaya bunuh diri dengan harapan
penderitaannya segera berakhir.
Ini semua menunjukkan lemahnya
iman dan kurang jujurnya dia dalam ikrar keimanannya tersebut. Lalu bagaimana bimbingan syari’at
yang mulia dan sempurna ini dalam
menyikapi permasalahan-
permasalahan seperti itu? Solusi apa yang seharusnya
dilakukan oleh setiap hamba yang
mengaku beriman kepada Allah
‘azza wajalla, Rasul-Nya dan hari
akhir jika tertimpa suatu penyakit
agar iman dan aqidah ini senantiasa terjaga? Maka kali ini insya Allah akan
kami tengahkan kepada anda,
bagaimana syari’at membimbing
anda tentang sikap yang
seharusnya dilakukan oleh
seseorang yang sedang mengalami sakit agar dia dikatakan sebagai
seorang yang jujur dalam
keimanan dan aqidahnya. Di antara sikap tersebut adalah[2]: 1. Hendaknya dia merasa ridha
dengan takdir dan ketentuan Allah
subhanahu wata’ala tersebut,
bersabar dengannya dan berbaik
sangka kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan apa yang sedang dia rasakan. Karena segala yang
dia terima adalah merupakan
sesuatu terbaik yang Allah
subhanahu wata’ala berikan
padanya. Ini merupakan sikap
seorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
keimanan yang benar. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sungguh sangat menakjubkan urusan seorang mukmin, karena
segala urusannya adalah berupa
kebaikan. Dan tidaklah didapatkan
keadaan yang seperti ini kecuali
pada diri seorang mukmin saja.
Ketika dia mendapatkan kebahagiaan, dia segera
bersyukur. Maka itu menjadi
kebaikan baginya. Dan ketika dia
mendapatkan kesusahan dia
bersabar. Maka itu menjadi
kebaikan baginya.” (HR. Muslim dari shahabat Shuhaib bin Sinan
radhiyallahu ‘anhu) Beliau juga bersabda: “Janganlah salah seorang diantara
kalian meninggal kecuali dalam
keadaan dia berbaik sangka
kepada Allah.” (HR. Muslim dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma) 2. Hendaknya dia memiliki sikap
raja’ (berharap atas rahmat Allah
subhanahu wata’ala) dan rasa
khauf (takut dan cemas dari adzab
Allah subhanahu wata’ala) “Suatu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
mendatangi seorang pemuda yang
sedang sakit. kemudian beliau
bertanya kepadanya: “Bagaimana
keadaanmu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah ya
Rasulullah, sungguh saya sangat
mengharapkan rahmat Allah dan
saya takut akan siksa Allah
dikarenakan dosa-dosa saya.”
Maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidaklah dua sifat
tersebut ada pada seorang hamba
yang dalam keadaan seperti ini,
kecuali Allah akan memberikan
apa yang dia harapkan dan akan memberi rasa aman dengan apa
yang dia takutkan.” (HR. At- Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
shahabat Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu). 3. Tidak diperbolehkan baginya
untuk mengharapkan kematian
segera menjemputnya ketika
penyakitnya ternyata semakin
menjadi parah dan memburuk. “Suatu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
mendatangi pamannya ‘Abbas
yang sedang sakit. Dia mengeluh
dan berharap kematian segera
datang menjemputnya. Maka beliau bersabda kepadanya:
“Wahai pamanku, janganlah
engkau berharap kematian itu
datang. Jika engkau adalah orang
baik, maka engkau bisa menambah
kebaikanmu, dan itu baik untukmu. Namun jika engkau adalah orang
yang banyak melakukan
kesalahan, maka engkau dapat
mengingkari dan membenahi
kesalahanmu itu, dan itu baik
bagimu. maka janganlah berharap akan kematian.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim dari shahabiyyah Ummul
Fadhl radhiyallahu ‘anha) Namun ketika ternyata dia tidak
bisa bersabar dan harus
melakukannya, maka hendaknya
dia mengucapkan: “Ya Allah hidupkanlah aku apabila
kehidupan itu lebih baik bagiku.
Dan matikanlah aku apabila
kematian itu lebih baik
bagiku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu) 4. Hendaknya dia berwasiat ketika
merasa ajalnya telah dekat untuk
dipersiapkan dan dilakukan
pengurusan jenazahnya nanti
sesuai dengan bimbingan syari’at
dan tidak melakukan perbuatan- perbuatan bid’ah. Hal ini sebagai
bentuk pengamalan firman Allah
subhanahu wata’ala : “Wahai orang-orang yang beriman
jagalah diri kalian dan keluarga
kalian dari api neraka.” (At-Tahrim: 6) Dan di sana banyak kisah- kisah
para sahabat yang mereka
berwasiat dengan hal ini ketika
merasa ajal segera menjemputnya.
Salah satunya adalah kisah
shahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang pernah berwasiat
ketika dia merasa ajal telah dekat.
Dia berkata: “Jika aku mati, janganlah kalian mengumumkannya. aku takut
kalau perbuatan tersebut termasuk
na’i (mengumumkan kematian
yang dilarang sebagaimana
dilakukan orang-orang jahiliyyah),
karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah melarang
perbuatan na’i tersebut.” (HR. At- Tirmidzi) Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
berkata dalam kitabnya Al-Adzkar:
“Sangat dianjurkan bagi seorang
muslim untuk berwasiat kepada
keluarganya agar meninggalkan
kebiasaan atau adat yang ada dari berbagai bentuk kebid’ahan dalam
penyelenggaraan jenazah. Dan
hendaknya dia menekankan
permasalahan itu.” Wallahu A’lam. Diringkas dari Kitab Ahkamul Jana-iz
karya Al-‘Allamah Al-Muhaddits
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah oleh Al-Ustadz Abdullah
Imam. [1] Dan Allah subhanahu wata’ala
Maha Mengetahui kadar dan tingkat
kejujuran iman seseorang walaupun
tidak memberikan ujian kepada
hamba-Nya itu. [2] Diringkas dari kitab Ahkamul Jana-
iz karya Asy-Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu
ta’ala.

Friday 9 September 2011

dongeng Singa dan kambing

Alkisah,
di
sebuah hutan belantara
ada
seekor
induk
singa
yang mati
setelah
melahirkan
anaknya.
Bayi
singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerakgerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan
melindungi bayi singa itu.Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum! la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa. Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala. “Kamu singa, cepat hadapi serigala itu!
Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar. tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala. Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah, “Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang jahat itu!” Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya. Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya! Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras, “Emmbiiik!” Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi. Melihat tingkah anak singa itu, serigala
yang ganas dan licik itu langsung tahu
bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing. Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing itu! Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan
cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang
kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan? Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa itu.
Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun. Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat. Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit- birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa. Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata, “Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku takkan memangsa anak singa! Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan, “Jangan bunuh aku, ammpuun!” “Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!” Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, “Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!” Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing. Sang singa dewasa heran bukan main.
Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa. Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, “Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!” “Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!” Tegas singa dewasa. “Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!” “Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!” Kata sang singa dewasa. Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu. Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan, “Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!” Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.

Thursday 8 September 2011

IBU...
Kaulah segalanya dalam hidupku
pemberi semangat,
pemberi motivasi,
pemberi harapan dalam hidupku
semua yang kau lakukan, hanya
untukku Anakmu tersayang.

IBU...
Nasihatmu adalah jalan lurusku
kau memberikanku yang terbaik
lebih baik dari segalanya yang pernah
kulihat
kau lakukan itu, hanya untukku
Anakmu tersayang. IBU... Semua yang kulakukan adalah yang
terbaik
terbaik untuk diriku, tapi tidak untuk
ibu
kutinggalkan semua yang tidak ibu
restui semua ini agar ibu bahagia.

IBU...
Ingin sekali aku membahagiakanmu
melihat ibu tersenyum sepanjang
masa
tapi untuk saat ini aku belum bisa
maafkan aku ibu,,,
aku yakin suatu saat nanti pasti bisa.

IBU...
Melihatmu sedih adalah kegagalan
dalam hidupku
kegagalan seumur hidup yang pernah
terjadi
aku akan berusaha membuat ibu
bahagia sepanjang hari walaupun harus mengabaikan
sesuatu terpenting dalam hidupku
DEMI IBU...
Semua akan kulakukan
walaupun berat untukku
aku akan selalu ingat kabaikan dan
pengorbananmu
untuk sekarang dan selamanya.

Tuesday 6 September 2011

Istri Shalihah, Keutamaan danSifat-Sifatnya

Apa yang sering diangankan oleh
kebanyakan laki-laki tentang wanita
yang bakal menjadi pendamping
hidupnya? Cantik, kaya, punya
kedudukan, karir bagus, dan baik
pada suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan
yang lebih tepat disebut angan-
angan, karena jarang ada wanita yang
memiliki sifat demikian. Kebanyakan
laki-laki lebih memperhatikan
penampilan dzahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang
diperhatikan. Padahal akhlak dari
pasangan hidupnya itulah yang akan
banyak berpengaruh terhadap
kebahagiaan rumah tangganya. Seorang muslim yang shalih, ketika
membangun mahligai rumah tangga
maka yang menjadi dambaan dan
cita-citanya adalah agar kehidupan
rumah tangganya kelak berjalan
dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan,
adanya saling ta‘awun (tolong
menolong), saling memahami dan
saling mengerti. Dia juga mendamba
memiliki istri yang pandai
memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan
tempat beristirahat dari ruwetnya
kehidupan di luar. Ia berharap dari
rumah tangga itu kelak akan lahir
anak turunannya yang shalih yang
menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.
Demikian harapan demi harapan
dirajutnya sambil meminta kepada Ar-
Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi)
agar dimudahkan segala urusannya.
Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak
akan terwujud dengan baik terkecuali
bila wanita yang dipilihnya untuk
menemani hidupnya adalah wanita
shalihah. Karena hanya wanita
shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka
maupun lara, yang akan membantu
dan mendorong suaminya untuk taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hanya dalam diri wanita shalihah
tertanam aqidah tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia
akan berupaya ta‘awun dengan
suaminya untuk menjadikan rumah
tangganya bangunan yang kuat lagi
kokoh guna menyiapkan generasi
Islam yang diridhai Ar-Rahman. Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai
pendamping hidup adalah wanita
yang tidak terdidik dalam agama1 dan
tidak berpegang dengan agama,
maka dia akan menjadi duri dalam
daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga
selalu sarat dengan keruwetan,
keributan, dan perselisihan. Istri
seperti inilah yang sering dikeluhkan
oleh para suami, sampai-sampai ada di
antara mereka yang berkata: “Aku telah berbuat baik kepadanya dan
memenuhi semua haknya namun ia
selalu menyakitiku.”
Duhai kiranya wanita itu tahu betapa
besar hak suaminya, duhai kiranya dia
tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati
suaminya….! Namun dari mana
pengetahuan dan kesadaran itu akan
didapatkan bila dia jauh dari
pengajaran dan bimbingan agamanya
yang haq? Wallahu Al-Musta‘an. Keutamaan wanita shalihah
Abdullah bin Amr radhiallahu
'anhuma meriwayatkan sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: ُﺔَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟﺍ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﻉﺎَﺘَﻣ ُﺮْﻴَﺧَﻭ ٌﻉَﺎﺘَﻣ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ “Sesungguhnya dunia itu adalah
perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan
dunia adalah wanita shalihah.” (HR.
Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu: ُﺀْﺮَﻤْﻟﺍ ُﺰِﻨْﻜَﻳ ﺎَﻣ ِﺮْﻴَﺨِﺑ َﻙَﺮِﺒْﺧُﺃ َﻻَﺃ ، ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟَﺍ ُﺔَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ، ﺎَﻫَﺮَﻣَﺃ ﺍَﺫِﺇَﻭ َﻪْﺗَّﺮَﺳ ﺎَﻬْﻴَﻟِﺇ َﺮَﻈَﻧ ﺍَﺫِﺇ
َﻪْﺘَﻈِﻔَﺣ ﺎَﻬْﻨَﻋ َﺏﺎَﻏ ﺍَﺫِﺇَﻭ َﻪْﺘَﻋﺎَﻃَﺃ “Maukah aku beritakan kepadamu
tentang sebaik-baik perbendaharaan
seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang
bila dipandang akan
menyenangkannya3, bila diperintah4
akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR.
Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh
Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-
Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini
shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam
menerangkan kepada para
sahabatnya bahwa tidak berdosa
mereka mengumpulkan harta selama
mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar
gembira kepada mereka dengan
menganjurkan mereka kepada apa
yang lebih baik dan lebih kekal yaitu
istri yang shalihah yang cantik (lahir
batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila
engkau pandang menyenangkanmu,
ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau
membutuhkannya. Engkau dapat
bermusyawarah dengannya dalam
perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu.
Engkau dapat meminta bantuannya
dalam keperluan-keperluanmu, ia
mentaati perintahmu dan bila engkau
meninggalkannya ia akan menjaga
hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah pula bersabda: ِﺓَﺩﺎَﻌَّﺴﻟﺍ َﻦِﻣ ٌﻊَﺑْﺭَﺃ : ُﺔَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟَﺍ ، ُﻊِﺳﺍَﻮْﻟﺍ ُﻦَﻜْﺴَﻤْﻟﺍَﻭ ، ُﺢِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﺭﺎَﺠْﻟﺍَﻭ ، ُﺐَﻛْﺮَﻤْﻟﺍَﻭ ُّﻲِﻨَﻬْﻟﺍ . ِﺀﺎَﻘّﺸﻟﺍ َﻦِﻣ ٌﻊَﺑْﺭَﺃَﻭ : ُﺀﻮّﺴﻟﺍ ُﺭﺎَﺠْﻟﺍ ، ُﺀﻮُّﺴﻟﺍ ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟَﺍَﻭ ، ُﺀﻮُّﺴﻟﺍ ُﺐَﻛﺮَﻤْﻟﺍَﻭ ، ُﻦَﻜْﺴَﻤْﻟﺍَﻭ
ُﻖِّﻴَّﻀﻟﺍ. “Empat perkara termasuk dari
kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang
shalihah, tempat tinggal yang luas/
lapang, tetangga yang shalih, dan
tunggangan (kendaraan) yang
nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu
tetangga yang jelek, istri yang jelek
(tidak shalihah), kendaraan yang
tidak nyaman, dan tempat tinggal
yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam
Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy- Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush
Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani
dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab
radhiallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, harta apakah yang
sebaiknya kita miliki?” Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab: ًﺔَﺟْﻭَﺯَﻭ ﺍًﺮِﻛﺍَﺫ ًﺎﻧﺎَﺴِﻟَﻭ ﺍًﺮِﻛﺎَﺷ ﺎًﺒْﻠَﻗ ْﻢُﻛُﺪَﺣَﺃ ْﺬِﺨَّﺘَﻴِﻟ
ِﺓَﺮِﺧﻵﺍ ِﺮْﻣَﺃ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻛَﺪَﺣَﺃ ُﻦْﻴِﻌُﺗ ًﺔَﻨِﻣْﺆُﻣ “Hendaklah salah seorang dari kalian
memiliki hati yang bersyukur, lisan
yang senantiasa berdzikir dan istri
mukminah yang akan menolongmu
dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu
Majah no. 1856, dishahihkan Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah dalam
Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan
bagi wanita shalihah dengan anjuran
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang
selainnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟﺍ ُﺢَﻜْﻨُﺗ :ٍﻊَﺑْﺭََﻷِ ﺎَﻬِﺒَﺴَﺤِﻟَﻭ ﺎَﻬِﻟﺎَﻤِﻟ ﺎَﻬِﻨْﻳِﺪِﻟَﻭ ﺎَﻬِﻟﺎَﻤَﺠِﻟَﻭ . ْﺖَﺑِﺮَﺗ ِﻦْﻳِّﺪﻟﺍ ِﺕﺍَﺬِﺑ ْﺮَﻔْﻇﺎَﻓ
َﻙﺍَﺪَﻳ “Wanita itu dinikahi karena empat
perkara yaitu karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya,
dan karena agamanya. Maka pilihlah
olehmu wanita yang punya agama,
engkau akan beruntung.” (HR. Al- Bukhari no. 5090 dan Muslim no.
1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor
penyebabdipersuntingnya seorang
wanita dan ini merupakan
pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia,
bukan suatu perintah untuk
mengumpulkan perkara-perkara
tersebut, demikian kata Al-Imam Al-
Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir
hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu
dari empat perkara tersebut, akan
tetapi memilih wanita karena
agamanya lebih utama. (Fathul Bari,
9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(ِﻦْﻳِّﺪﻟﺍ ِﺕﺍَﺬِﺑ ْﺮَﻔْﻇﺎَﻓ), maknanya: yang sepatutnya bagi
seorang yang beragama dan memiliki
muruah (adab) untuk menjadikan
agama sebagai petunjuk
pandangannya dalam segala sesuatu
terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri).
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan untuk
mendapatkan seorang wanita yang
memiliki agama di mana hal ini
merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran
untuk berteman/ bersahabat dengan
orang yang memiliki agama dalam
segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak
mereka (teman yang baik tersebut),
berkah mereka, baiknya jalan mereka,
dan aman dari mendapatkan
kerusakan mereka.” (Syarah Shahih
Muslim, 10/52) Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ﺎَﻤِﺑ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ ٌﺕﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ٌﺕﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ُﺕﺎَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺎَﻓ
ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻆِﻔَﺣ “Wanita (istri) shalihah adalah yang
taat lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada dikarenakan Allah
telah memelihara mereka.” (An-Nisa:
34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita
shalihah adalah taat kepada Allah dan
kepada suaminya dalam perkara yang
ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika
suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas
seorang istri adalah menunaikan
ketaatan kepada Rabbnya dan taat
kepada suaminya, karena itulah Allah
berfirman: “Wanita shalihah adalah
yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak
ada.” Yakni taat kepada suami mereka
bahkan ketika suaminya tidak ada
(sedang bepergian, pen.), dia menjaga
suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir
Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menghadapi permasalahan
dengan istri-istrinya sampai beliau
bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyatakan
kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi
wa sallam: ﺍًﺮْﻴَﺧ ﺎًﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ُﻪَﻟِﺪْﺒُﻳ ْﻥَﺃ َّﻦُﻜَﻘَّﻠَﻃ ْﻥِﺇ ُﻪُّﺑَﺭ ﻰَﺴَﻋ
ٍﺕﺎَﺒِﺋﺂﺗ ٍﺕﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ٍﺕﺎَﻨِﻣْﺆُﻣ ٍﺕﺎَﻤِﻠْﺴُﻣ َّﻦُﻜْﻨِﻣ
ﺍًﺭﺎَﻜْﺑَﺃَﻭ ٍﺕﺎَﺒِّﻴَﺛ ٍﺕﺎَﺤِﺋﺂﺳ ٍﺕﺍَﺪِﺑﺎَﻋ “Jika sampai Nabi menceraikan
kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya
akan memberi ganti kepadanya
dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kalian, muslimat, mukminat,
qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-
Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas
disebutkan beberapa sifat istri yang
shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala),
tunduk kepada perintah Allah ta‘ala
dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang
membenarkan perintah dan larangan
Allah Subhanahu wa Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu
bertaubat dari dosa-dosa mereka,
selalu kembali kepada perintah
(perkara yang ditetapkan) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang
disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak
melakukan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala (dengan
mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di
dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma).
f. Saihat: wanita-wanita yang
berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir,
8/132)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyatakan: ﺎَﻬَﺴْﻤَﺧ ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟﺍ ِﺖَّﻠَﺻ ﺍَﺫِﺇ ، ﺎَﻫَﺮْﻬَﺷ ْﺖَﻣﺎَﺻَﻭ ، ﺎَﻬَﺟْﺮَﻓ ْﺖَﻈِﻔَﺣَﻭ ، ﺎَﻬَﺟْﻭَﺯ ْﺖَﻋﺎَﻃَﺃَﻭ ، ﺎَﻬَﻟ َﻞْﻴِﻗ :
ِﺖْﺌِﺷ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﺏﺍَﻮْﺑَﺃ ِّﻱَﺃ ْﻦِﻣ َﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ﻲِﻠُﺧْﺩﺍ “Apabila seorang wanita shalat lima
waktu, puasa sebulan (Ramadhan),
menjaga kemaluannya dan taat
kepada suaminya, maka dikatakan
kepadanya: Masuklah engkau ke
dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191,
dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani
rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.
660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di
atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai
berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dengan mempersembahkan
ibadah hanya kepada-Nya tanpa
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala, terus menerus
dalam ketaatan kepada-Nya dengan
banyak melakukan ibadah seperti
shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala
perintah dan larangan Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
3. Menjauhi segala perkara yang
dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang
rendah. 4. Selalu kembali kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan bertaubat
kepada-Nya sehingga lisannya
senantiasa dipenuhi istighfar dan
dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh
dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa
seperti dusta, ghibah, namimah, dan
lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara
kebaikan bukan dalam bermaksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-hak suami
sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak
berada di sisinya. Ia menjaga
kehormatannya dari tangan yang
hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang
hendak mendengar. Demikian juga
menjaga anak-anak, rumah, dan harta
suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci
berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali
kepada suaminya dan mencari
maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : ُﺩْﻭُﺩَﻮْﻟَﺍ ؟ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺃ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜِﺋﺎَﺴِﻨِﺑ ْﻢُﻛُﺮِﺒْﺧُﺃ َﻻَﺃ ﺎَﻬِﺟْﻭَﺯ ﻰَﻠَﻋ ُﺩْﻭُﺆَﻌْﻟﺍ ُﺩْﻮُﻟَﻮْﻟﺍ ، َﺐِﻀَﻏ ﺍَﺫِﺇ ﻰِﺘَّﻟﺍ ﺎَﻬِﺟْﻭَﺯ ِﺪَﻳ ﻲِﻓ ﺎَﻫَﺪَﻳ َﻊَﻀَﺗ ﻰَّﺘَﺣ ْﺕَﺀﺎَﺟ ، ُﻝْﻮُﻘَﺗَﻭ :
ﻰَﺿْﺮَﺗ ﻰَّﺘَﺣ ﺎًﻤْﻀَﻏ ُﻕﻭُﺫَﺃ َﻻ “Maukah aku beritahukan kepada
kalian, istri-istri kalian yang menjadi
penghuni surga yaitu istri yang penuh
kasih sayang, banyak anak, selalu
kembali kepada suaminya. Di mana
jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya
pada tangan suaminya seraya
berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum
engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam
Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-
Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat
kepada suami) seperti menyiapkan
makan minumnya, tempat tidur,
pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan
hubungan intim antara dia dan
suaminya. Asma’ bintu Yazid
radhiallahu 'anha menceritakan dia
pernah berada di sisi Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang
duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya: “Barangkali ada
seorang suami yang menceritakan
apa yang diperbuatnya dengan
istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang
mengabarkan apa yang diperbuatnya
bersama suaminya?” Maka mereka
semua diam tidak ada yang
menjawab. Aku (Asma) pun
menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka
(para istri) benar-benar
melakukannya, demikian pula mereka
(para suami).” Beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: ﺍﻮُﻠَﻌْﻔَﺗ َﻼَﻓ ، َﻲِﻘَﻟ ِﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ُﻞْﺜِﻣ َﻚِﻟَﺫ ﺎَﻤَّﻧِﺈَﻓ
ُﺱﺎَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻬَﻴِﺸَﻐَﻓ ٍﻖْﻳِﺮَﻃ ﻲِﻓ ًﺔَﻧﺎَﻄْﻴَﺷ
َﻥْﻭُﺮُﻈْﻨَﻳ “Jangan lagi kalian lakukan, karena
yang demikian itu seperti syaithan
jantan yang bertemu dengan syaitan
betina di jalan, kemudian digaulinya
sementara manusia
menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah
dalam Adabuz Zafaf (hal. 63)
menyatakan ada syawahid
(pendukung) yang menjadikan hadits
ini shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya
sehingga bila suaminya memandang
akan menyenangkannya. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ُﺀْﺮَﻤْﻟﺍ ُﺰِﻨْﻜَﻳ ﺎَﻣ ِﺮْﻴَﺨِﺑ َﻙَﺮِﺒْﺧُﺃ َﻻَﺃ ، ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟَﺍ ُﺔَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ، ﺎَﻫَﺮَﻣَﺃ ﺍَﺫِﺇَﻭ َﻪْﺗَّﺮَﺳ ﺎَﻬْﻴَﻟِﺇ َﺮَﻈَﻧ ﺍَﺫِﺇ
َﻪْﺘَﻈِﻔَﺣ ﺎَﻬْﻨَﻋ َﺏﺎَﻏ ﺍَﺫِﺇَﻭ َﻪْﺘَﻋﺎَﻃَﺃ “Maukah aku beritakan kepadamu
tentang sebaik-baik perbendaharaan
seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang
bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah
akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR.
Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh
Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-
Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini
shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia
tidak menyibukkan dirinya dengan
melakukan ibadah sunnah yang
dapat menghalangi suaminya untuk
istimta‘ (bernikmat-nikmat)
dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: َّﻻِﺇ ٌﺪِﻫﺎَﺷ ﺎَﻬُﺟْﻭَﺯَﻭ َﻡﻮُﺼَﺗ ْﻥَﺃ ِﺓَﺃْﺮَﻤْﻠِﻟ ُّﻞِﺤَﻳ َﻻ
ِﻪِﻧْﺫِﺈِﺑ “Tidak halal bagi seorang istri
berpuasa (sunnah) sementara
suaminya ada (tidak sedang
bepergian) kecuali dengan izinnya”.
(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim
no. 1026) 6. Pandai mensyukuri pemberian dan
kebaikan suami, tidak melupakan
kebaikannya, karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: “Diperlihatkan neraka
kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah
kaum wanita yang kufur.” Ada yang
bertanya kepada beliau: “Apakah
mereka kufur kepada Allah?” Beliau
menjawab: “Mereka mengkufuri suami
dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah
seorang dari kalian berbuat baik
kepada seorang di antara mereka
(istri) setahun penuh, kemudian dia
melihat darimu sesuatu (yang tidak
berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat
darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-
Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
juga pernah bersabda: َﻲِﻫَﻭ ﺎَﻬِﺟْﻭَﺰِﻟ ُﺮُﻜْﺸَﺗ َﻻ ٍﺓَﺃَﺮْﻣﺍ ﻰَﻟِﺇ ُﻪﻠﻟﺍ ُﺮُﻈْﻨَﻳ َﻻ
ُﻪْﻨَﻋ ﻲِﻨْﻐَﺘْﺴَﺗ َﻻ “Allah tidak akan melihat kepada
seorang istri yang tidak bersyukur
kepada suaminya padahal dia
membutuhkannya.” (HR. An-Nasai
dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah no. 289) 7. Bersegera memenuhi ajakan suami
untuk memenuhi hasratnya, tidak
menolaknya tanpa alasan yang syar‘i,
dan tidak menjauhi tempat tidur
suaminya, karena ia tahu dan takut
terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: ُﻪَﺗَﺃَﺮْﻣﺍ ﻮُﻋْﺪَﻳ ٍﻞُﺟَﺭ ْﻦِﻣ ﺎَﻣ ِﻩِﺪَﻴِﺑ ﻲِﺴْﻔَﻧ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻭ
ﻲِﻓ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﻥﺎَﻛ َّﻻِﺇ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﻰَﺑْﺄَﺘَﻓ ِﻪِﺷﺍَﺮِﻓ ﻰَﻟِﺇ
ﺎَﻬْﻨَﻋ ﻰَﺿْﺮَﻳ ﻰَّﺘَﺣ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ ﺎًﻄِﺧﺎَﺳ ِﺀﺎَﻤَّﺴﻟﺍ “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang suami
memanggil istrinya ke tempat tidurnya
lalu si istri menolak (enggan)
melainkan yang di langit murka
terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436) ﺎَﻬْﺘَﻨَﻌَﻟ ﺎَﻬِﺟْﻭَﺯ َﺵﺍَﺮِﻓ ًﺓَﺮِﺟﺎَﻬُﻣ ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟﺍ ِﺖَﺗﺎَﺑ ﺍَﺫِﺇ
َﻊِﺟْﺮَﺗ ﻰَّﺘَﺣ ُﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻟﺍ “Apabila seorang istri bermalam dalam
keadaan meninggalkan tempat tidur
suaminya, niscaya para malaikat
melaknatnya sampai ia kembali (ke
suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194
dan Muslim no. 1436) Demikian yang dapat kami sebutkan
dari keutamaan dan sifat-sifat istri
shalihah, mudah-mudahan Allah
Subhanahu wa Ta'ala memberi taufik
kepada kita agar dapat menjadi
wanita yang shalihah, amin. 1 Atau ia belajar agama namun tidak
mengamalkannya
2 Tempat untuk bersenang-senang
(Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam
As-Sindi rahimahullah, 6/69)
3 Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau
karena bagusnya akhlaknya secara
batin atau karena dia senantiasa
menyibukkan dirinya untuk taat dan
bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun
Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596,
‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
4 Dengan perkara syar‘i atau perkara
biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya
(‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6 Bukan dalam bermaksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena
tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq. 7 Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha
Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya
tidak akan menceraikan istri-istrinya
(ummahatul mukminin), akan tetapi
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya,
bila sampai Nabi menceraikan mereka,
Dia akan menggantikan untuk beliau
istri-istri yang lebih baik daripada
mereka dalam rangka menakuti-
nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan ancaman
untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi ,
bukan berarti ada orang yang lebih
baik daripada shahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan
berarti istri-istri beliau tidak baik
bahkan mereka adalah sebaik-baik
wanita. Al-Qurthubi rahimahullah
berkata: “Permasalahan ini dibawa
kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini
merupakan janji dari Allah Subhanahu
wa Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam, seandainya beliau
menceraikan mereka di dunia Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan
wanita-wanita yang lebih baik
daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil
Qur’an, 18/127)

Mendidik Anak Meraih SuksesKeluarga

Posisi anak dalam keluarga ada dua.
Pertama, sebagai penyambung
generasi –lihat QS. Al-Anbiya (21): 89.
Sebagai penyambung generasi, anak
menjadi pewaris karya yang
dihasilkan orang tuanya –lihat QS. 19: 6.—dan penyejuk jiwa orang tuanya –
lihat QS. Al-Furqan (25): 74. Yang
kedua, sebagai pelanjut tugas dan
cita-cita orang tuanya –lihat QS. Al-
Furqan (25): 74. Perlakuan orang tua terhadap
anaknya sangat dipengaruhi oleh dua
faktor. Pertama, faktor harapan dan
cita-cita berkeluarga kedua orang
tuanya. Cita-cita adalah harapan
tertinggi yang sangat ingin diraih yang diupayakan dengan rencana
dan segala kemampuan yang paling
maksimal. Sebab, membentuk
keluarga bukanlah tujuan, tapi sarana
untuk mencapai sebuah tujuan.
Karena itu, pastikan Anda tidak salah dalam menetapkan cita-cita
berkeluarga. Faktor yang kedua adalah kesadaran
untuk melaksanakan tugas terpenting
dalam berkeluarga. Apakah tugas
terpenting dalam berkeluarga itu?
Allah swt. menyebebutkan dalam QS.
At-Tahrim (66): 6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan
bebatuan; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar dan keras,
mereka tidak mendurhakai Allah dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan-Nya.” Jadi, keluarga sukses adalah keluarga
yang di dunia berhasil menjalankan
misi sebagai pemimpin orang yang
bertakwa dan di akhirat, berhasil
mencapai visinya terbebas dari
neraka. Inilah makna dari doa yang kita pinta: rabbana aatinaa fiid dunya
hasanah wa fiil akhirati hasanah wa
qinaa ‘adzaaban naar. Ya Tuhan kami,
berilah kami kebahagiaan di duniah
dan kebahagiaan di akhirat; dan
jauhkan kami dari api neraka. Allah swt. berfirman, “Maka barangsiapa
yang telah dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah sukses.” [QS. Ali
Imran (3): 185] Untuk meraih kesuksesan dalam
berkeluarga, posisi anak menjadi
penting. Jadikan anak sebagai aset
penting untuk meraih sukses
keluarga. Perlakukan dan persiapkan
mereka agar mampu menjadi pemimpin umat dan bangsa;
perlakukan dan bekali mereka agar
mampu menjadi penyelamat orang tua
dan keluarganya dari neraka. Ada dua ciri yang menandakan
bahwa Anda telah merasakan anak
Anda adalah aset penting keluarga,
yaitu: 1. Jika ada rasa khawatir jika anak
yang dititipan Allah kepada Anda
tidak menjadi seperti yang
diamanahkan. 2. Jika ada rasa cemas jika anak yang
sebagai modal berharga untuk meraih
sukses keluarga menjadi sia-sia tidak
berguna. Allah swt. pun menyuruh kita, orang
tua, punya rasa khawatir terhadap
anak-anak kita. “Dan hendaklah takut
(cemas) orang-orang yang
seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap keadaan mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang
benar.” [QS. An-Nisa (4): 9] Di ayat itu juga Allah swt. memberi
resep kepada kita agar tidak
meninggalkan anak-anak yang
lemah. Resepnya adalah tingkatkan
kapasitas moral kita dengan bertakwa
kepada Allah, menambah kapasitas konsepsional kita sehingga kita
mampu berkata yang benar (qaulan
sadiidan), dan perbaiki kualitas amal
kita (tushlihu’ ‘amal). [Lihat QS. Al-
Ahzab (33): 70-71] Resep itu harus dilakukan secara
bersama-sama dalam keluarga, bukan
sendiri-sendiri. Ini terlihat dari ayat itu
ditulis Allah swt. dengan bentuk
jamak. Jadi klop dengan prinsip
ta’awun alal birri wat taqwa (tolong menolong dalam ketakwaan) dan al-
mu’minuna wal mu’minaat ba’duhum
auliyaa’u ba’d (lelaki yang beriman
dan wanita yang beriman mereka satu
sama lain saling bantu-membantu). Step to step-nya seperti ini. Mulailah
kedua orang tua, yaitu kita,
memperbaiki diri. Lalu, hadirkan
untuk anak Anda lingkungan terbaik
dan hindarkan mereka dari
lingkungan yang merusak. Beri mereka makanan yang terjamin gizi
dan kehalalannya. Berikan
pendidikan yang berkualitas sesuai
dengan visi dan misi keluarga. Tentu
saja siapkan anggaran yang cukup.
Setelah itu, bertawakalah kepada Allah swt. Doakan selalu anak Anda. Dalam memberikan pendidikan
kepada anak, yang harus menjadi titik
tekan adalah: 1. Mengikatnya dengan (suasana) Al-
Qur’an 2. Menjadikannya terus menerus
merasa dalam pengawasan Allah swt. 3. Menumbuhkan cinta kepada Nabi
saw., keluarga dan para sahabatnya.
Menjadikan mereka sebagai sumber
panutan dan rujukan hidup 4. Membiasakannya mencintai segala
hal yang diridhai Allah; dan
menjadikanya benci terhadap yang
dimurkai Allah. 5. Membekalinya dengan
keterampilan memimpin dan
berjuang. 6. Membekalinya dengan
keterampilan hidup. 7. Membekalinya dengan
keterampilan belajar. 8. Menjadikannya mampu
menggunakan berbagai sarana
kehidupan (sain dan teknologi).

Agar Pernikahan MembawaBerkah

Di saat seseorang melaksanakan aqad
pernikahan, maka ia akan
mendapatkan banyak ucapan do’a
dari para undangan dengan do’a
keberkahan sebagaimana diajarkan
oleh Rasulullah SAW; “Semoga Allah memberkahimu, dan menetapkan
keberkahan atasmu, dan
mengumpulkan kalian berdua dalam
kebaikan.” Do’a ini sarat dengan
makna yang mendalam, bahwa
pernikahan seharusnya akan mendatangkan banyak keberkahan
bagi pelakunya. Namun
kenyataannya, kita mendapati banyak
fenomena yang menunjukkan tidak
adanya keberkahan hidup berumah
tangga setelah pernikahan, baik di kalangan masyarakat umum maupun
di kalangan keluarga du’at (kader
dakwah). Wujud ketidakberkahan
dalam pernikahan itu bisa dilihat dari
berbagai segi, baik yang bersifat
materil ataupun non materil. Munculnya berbagai konflik dalam
keluarga tidak jarang berawal dari
permasalahan ekonomi. Boleh jadi
ekonomi keluarga yang selalu
dirasakan kurang kemudian
menyebabkan menurunnya semangat beramal/beribadah. Sebaliknya
mungkin juga secara materi
sesungguhnya sangat mencukupi,
akan tetapi melimpahnya harta dan
kemewahan tidak membawa
kebahagiaan dalam pernikahannya. Seringkali kita juga menemui
kenyataan bahwa seseorang tidak
pernah berkembang kapasitasnya
walau pun sudah menikah. Padahal
seharusnya orang yang sudah
menikah kepribadiannya makin sempurna; dari sisi wawasan dan
pemahaman makin luas dan
mendalam, dari segi fisik makin sehat
dan kuat, secara emosi makin matang
dan dewasa, trampil dalam berusaha,
bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas
kehidupannya sehingga dirasakan
manfaat keberadaannya bagi
keluarga dan masyarakat di
sekitarnya. Realitas lain juga menunjukkan
adanya ketidakharmonisan dalam
kehidupan keluarga, sering muncul
konflik suami isteri yang berujung
dengan perceraian. Juga muncul
anak-anak yang terlantar (broken home) tanpa arahan sehingga
terperangkap dalam pergaulan bebas
dan narkoba. Semua itu menunjukkan
tidak adanya keberkahan dalam
kehidupan berumah tangga. Memperhatikan fenomena kegagalan
dalam menempuh kehidupan rumah
tangga sebagaimana tersebut di atas,
sepatutnya kita melakukan
introspeksi (muhasabah) terhadap diri
kita, apakah kita masih konsisten (istiqomah) dalam memegang teguh
rambu-rambu berikut agar tetap
mendapatkan keberkahan dalam
meniti hidup berumah tangga ? 1. Meluruskan niat/motivasi (Ishlahun
Niyat) Motivasi menikah bukanlah semata
untuk memuaskan kebutuhan
biologis/fisik. Menikah merupakan
salah satu tanda kebesaran Allah SWT
sebagaimana diungkap dalam
Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah
juga merupakan perintah-Nya (QS.
An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas
yang bernilai ibadah dan merupakan
Sunnah Rasul dalam kehidupan
sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang
dimudahkan baginya untuk menikah,
lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia
termasuk golonganku” (HR.At-
Thabrani dan Al-Baihaqi). Oleh karena
nikah merupakan sunnah Rasul, maka selayaknya proses menuju
pernikahan, tata cara (prosesi)
pernikahan dan bahkan kehidupan
pasca pernikahan harus mencontoh
Rasul. Misalnya saat hendak
menentukan pasangan hidup hendaknya lebih mengutamakan
kriteria ad Dien (agama/akhlaq)
sebelum hal-hal lainnya (kecantikan/
ketampanan, keturunan, dan harta);
dalam prosesi pernikahan (walimatul
‘urusy) hendaknya juga dihindari hal- hal yang berlebihan (mubadzir),
tradisi yang menyimpang (khurafat)
dan kondisi bercampur baur
(ikhtilath). Kemudian dalam
kehidupan berumah tangga pasca
pernikahan hendaknya berupaya membiasakan diri dengan adab dan
akhlaq seperti yang dicontohkan
Rasulullah saw. Menikah merupakan upaya menjaga
kehormatan dan kesucian diri, artinya
seorang yang telah menikah
semestinya lebih terjaga dari
perangkap zina dan mampu
mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an
kepada mereka yang mengambil
langkah ini; “ Tiga golongan yang
wajib Aku (Allah) menolongnya, salah
satunya adalah orang yang menikah
karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi) Menikah juga merupakan tangga
kedua setelah pembentukan pribadi
muslim (syahsiyah islamiyah) dalam
tahapan amal dakwah, artinya
menjadikan keluarga sebagai ladang
beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami)
yang diwarnai akhlak Islam dalam
segala aktifitas dan interaksi seluruh
anggota keluarga, sehingga mampu
menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi
masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim
pembawa rahmat diharapkan dapat
terwujud komunitas dan lingkungan
masyarakat yang sejahtera. 2. Sikap saling terbuka (Mushorohah) Secara fisik suami isteri telah
dihalalkan oleh Allah SWT untuk saling
terbuka saat jima’ (bersenggama),
padahal sebelum menikah hal itu
adalah sesuatu yang diharamkan.
Maka hakikatnya keterbukaan itu pun harus diwujudkan dalam interaksi
kejiwaan (syu’ur), pemikiran (fikrah),
dan sikap (mauqif) serta tingkah laku
(suluk), sehingga masing-masing
dapat secara utuh mengenal hakikat
kepribadian suami/isteri-nya dan dapat memupuk sikap saling percaya
(tsiqoh) di antara keduanya. Hal itu dapat dicapai bila suami/isteri
saling terbuka dalam segala hal
menyangkut perasaan dan keinginan,
ide dan pendapat, serta sifat dan
kepribadian. Jangan sampai terjadi
seorang suami/isteri memendam perasaan tidak enak kepada
pasangannya karena prasangka
buruk, atau karena kelemahan/
kesalahan yang ada pada suami/isteri.
Jika hal yang demikian terjadi hal
yang demikian, hendaknya suami/ isteri segera introspeksi
(bermuhasabah) dan mengklarifikasi
penyebab masalah atas dasar cinta
dan kasih sayang, selanjutnya mencari
solusi bersama untuk
penyelesaiannya. Namun apabila perasaan tidak enak itu dibiarkan
maka dapat menyebabkan interaksi
suami/isteri menjadi tidak sehat dan
potensial menjadi sumber konflik
berkepanjangan. 3. Sikap toleran (Tasamuh) Dua insan yang berbeda latar
belakang sosial, budaya, pendidikan,
dan pengalaman hidup bersatu dalam
pernikahan, tentunya akan
menimbulkan terjadinya perbedaan-
perbedaan dalam cara berfikir, memandang suatu permasalahan,
cara bersikap/bertindak, juga selera
(makanan, pakaian, dsb). Potensi
perbedaan tersebut apabila tidak
disikapi dengan sikap toleran
(tasamuh) dapat menjadi sumber konflik/perdebatan. Oleh karena itu
masing-masing suami/isteri harus
mengenali dan menyadari kelemahan
dan kelebihan pasangannya,
kemudian berusaha untuk
memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya.
Layaknya sebagai pakaian (seperti
yang Allah sebutkan dalam QS.
Albaqarah:187), maka suami/isteri
harus mampu mem-percantik
penampilan, artinya berusaha memupuk kebaikan yang ada
(capacity building); dan menutup
aurat artinya berupaya meminimalisir
kelemahan/kekurangan yang ada. Prinsip “hunna libasullakum wa antum
libasullahun (QS. 2:187) antara suami
dan isteri harus selalu dipegang,
karena pada hakikatnya suami/isteri
telah menjadi satu kesatuan yang
tidak boleh dipandang secara terpisah. Kebaikan apapun yang ada
pada suami merupakan kebaikan bagi
isteri, begitu sebaliknya; dan
kekurangan/ kelemahan apapun
yang ada pada suami merupakan
kekurangan/kelemahan bagi isteri, begitu sebaliknya; sehingga muncul
rasa tanggung jawab bersama untuk
memupuk kebaikan yang ada dan
memperbaiki kelemahan yang ada. Sikap toleran juga menuntut adanya
sikap mema’afkan, yang meliputi 3
(tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al ‘Afwu
yaitu mema’afkan orang jika memang
diminta, (2) As-Shofhu yaitu
mema’afkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfirah
yaitu memintakan ampun pada Allah
untuk orang lain. Dalam kehidupan
rumah tangga, seringkali sikap ini
belum menjadi kebiasaan yang
melekat, sehingga kesalahan- kesalahan kecil dari pasangan suami/
isteri kadangkala menjadi awal konflik
yang berlarut-larut. Tentu saja
“mema’afkan” bukan berarti
“membiarkan” kesalahan terus terjadi,
tetapi mema’afkan berarti berusaha untuk memberikan perbaikan dan
peningkatan. 4. Komunikasi (Musyawarah) Tersumbatnya saluran komunikasi
suami-isteri atau orang tua-anak
dalam kehidupan rumah tangga akan
menjadi awal kehidupan rumah
tangga yang tidak harmonis.
Komunikasi sangat penting, disamping akan meningkatkan jalinan
cinta kasih juga menghindari
terjadinya kesalahfahaman. Kesibukan masing-masing jangan
sampai membuat komunikasi suami-
isteri atau orang tua-anak menjadi
terputus. Banyak saat/kesempatan
yang bisa dimanfaatkan, sehingga
waktu pertemuan yang sedikit bisa memberikan kesan yang baik dan
mendalam yaitu dengan cara
memberikan perhatian (empati),
kesediaan untuk mendengar, dan
memberikan respon berupa jawaban
atau alternatif solusi. Misalnya saat bersama setelah menunaikan shalat
berjama’ah, saat bersama belajar, saat
bersama makan malam, saat bersama
liburan (rihlah), dan saat-saat lain
dalam interaksi keseharian, baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan
sarana telekomunikasi berupa surat,
telephone, email, dsb. Alqur’an dengan indah
menggambarkan bagaimana proses
komunikasi itu berlangsung dalam
keluarga Ibrahim As sebagaimana
dikisahkan dalam QS.As-
Shaaffaat:102, yaitu : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata; Hai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka fikirkanlah apa pendapatmu, Ia menjawab; Hai Bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu,
insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”. Ibrah yang dapat diambil dalam kisah
tersebut adalah adanya komunikasi
yang timbal balik antara orang tua-
anak, Ibrahim mengutarakan dengan
bahasa dialog yaitu meminta
pendapat pada Ismail bukan menetapkan keputusan, adanya
keyakinan kuat atas kekuasaan Allah,
adanya sikap tunduk/patuh atas
perintah Allah, dan adanya sikap
pasrah dan tawakkal kepada Allah;
sehingga perintah yang berat dan tidak logis tersebut dapat terlaksana
dengan kehendak Allah yang
menggantikan Ismail dengan seekor
kibas yang sehat dan besar. 5. Sabar dan Syukur Allah SWT mengingatkan kita dalam
Alqur’an surat At Taghabun ayat 14:
”Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya diantara istri-istrimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika
kamu mema’afkan dan tidak
memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” Peringatan Allah tersebut nyata dalam
kehidupan rumah tangga dimana
sikap dan tindak tanduk suami/istri
dan anak-anak kadangkala
menunjukkan sikap seperti seorang
musuh, misalnya dalam bentuk menghalangi-halangi langkah
dakwah walaupun tidak secara
langsung, tuntutan uang belanja yang
nilainya di luar kemampuan, menuntut
perhatian dan waktu yang lebih,
prasangka buruk terhadap suami/ isteri, tidak merasa puas dengan
pelayanan/nafkah yang diberikan
isteri/suami, anak-anak yang aktif dan
senang membuat keributan,
permintaan anak yang berlebihan,
pendidikan dan pergaulan anak, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak
dihadapi dengan kesabaran dan
keteguhan hati, bukan tidak mungkin
akan membawa pada jurang
kehancuran rumah tangga. Dengan kesadaran awal bahwa isteri
dan anak-anak dapat berpeluang
menjadi musuh, maka sepatutnya kita
berbekal diri dengan kesabaran.
Merupakan bagian dari kesabaran
adalah keridhaan kita menerima kelemahan/kekurangan pasangan
suami/isteri yang memang diluar
kesang-gupannya. Penerimaan
terhadap suami/isteri harus penuh
sebagai satu “paket”, dia dengan
segala hal yang melekat pada dirinya, adalah dia yang harus kita terima
secara utuh, begitupun penerimaan
kita kepada anak-anak dengan segala
potensi dan kecenderungannya.
Ibaratnya kesabaran dalam
kehidupan rumah tangga merupakan hal yang fundamental (asasi) untuk
mencapai keberkahan, sebagaimana
ungkapan bijak berikut:“Pernikahan
adalah Fakultas Kesabaran dari
Universitas Kehidupan”. Mereka yang
lulus dari Fakultas Kesabaran akan meraih banyak keberkahan. Syukur juga merupakan bagian yang
tak dapat dipisahkan dalam
kehidupan berumah tangga.
Rasulullah mensinyalir bahwa banyak
di antara penghuni neraka adalah
kaum wanita, disebabkan mereka tidak bersyukur kepada suaminya. Mensyukuri rezeki yang diberikan
Allah lewat jerih payah suami
seberapapun besarnya dan bersyukur
atas keadaan suami tanpa perlu
membanding-bandingkan dengan
suami orang lain, adalah modal mahal dalam meraih keberkahan; begitupun
syukur terhadap keberadaan anak-
anak dengan segala potensi dan
kecenderungannya, adalah modal
masa depan yang harus dipersiapkan. Dalam keluarga harus dihidupkan
semangat “memberi” kebaikan, bukan
semangat “menuntut” kebaikan,
sehingga akan terjadi surplus
kebaikan. Inilah wujud tambahnya
kenikmatan dari Allah, sebagaimana firmannya: Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih
(QS. Ibrahim:7). Mensyukuri kehadiran keturunan
sebagai karunia Allah, harus
diwujudkan dalam bentuk mendidik
mereka dengan pendidikan Rabbani
sehingga menjadi keturunan yang
menyejukkan hati. Keturunan yang mampu mengemban misi risalah dien
ini untuk masa mendatang, maka
jangan pernah bosan untuk selalu
memanjatkan do’a: Ya Rabb kami karuniakanlah kami
isteri dan keturunan yang sedap
dipandang mata, dan jadikanlah kami
pemimpin orang yang bertaqwa. Ya Rabb kami karuniakanlah kami
anak-anak yang sholeh. Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari
sisi Engkau keturunan yang baik. Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari
sisi Engkau keturunan yang Engkau
Ridha-i. Ya Rabb kami jadikanlah kami dan
keturunan kami orang yang
mendirikan shalat. Do’a diatas adalah ungkapan harapan
para Nabi dan Rasul tentang sifat-sifat
(muwashshofat) ketuturunan
(dzurriyaat) yang diinginkan,
sebagaimana diabadikan Allah dalam
Alqur’an (QS. Al-Furqon:74; QS. Ash- Shaafaat:100 ; QS.Al-Imran:38; QS.
Maryam: 5-6; dan QS. Ibrahim:40).
Pada intinya keturun-an yang
diharapkan adalah keturunan yang
sedap dipandang mata (Qurrota
a’yun), yaitu keturunan yang memiliki sifat penciptaan jasad yang sempurna
(thoyyiba), ruhaniyah yang baik
(sholih), diridhai Allah karena misi
risalah dien yang diperjuangkannya
(wali radhi), dan senantiasa dekat dan
bersama Allah (muqiimash-sholat). Demikianlah hendaknya harapan kita
terhadap anak, agar mereka memiliki
muwashofaat tersebut, disamping
upaya (ikhtiar) kita memilihkan guru/
sekolah yang baik, lingkungan yang
sehat, makanan yang halal dan baik (thoyyib), fasilitas yang memadai,
keteladanan dalam keseharian, dsb;
hendaknya kita selalu memanjatkan
do’a tersebut. 6. Sikap yang santun dan bijak
(Mu’asyarah bil Ma’ruf) Merawat cinta kasih dalam keluarga
ibaratnya seperti merawat tanaman,
maka pernikahan dan cinta kasih
harus juga dirawat agar tumbuh
subur dan indah, diantaranya dengan
mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik
orang diantara kamu adalah orang
yang paling baik terhadap isterinya,
dan aku (Rasulullah) adalah orang
yang paling baik terhadap
isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi) Sikap yang santun dan bijak dari
seluruh anggota keluarga dalam
interaksi kehidupan berumah tangga
akan menciptakan suasana yang
nyaman dan indah. Suasana yang
demikian sangat penting untuk perkembangan kejiwaan
(maknawiyah) anak-anak dan
pengkondisian suasana untuk betah
tinggal di rumah. Ungkapan yang menyatakan “Baiti
Jannati” (Rumahku Syurgaku) bukan
semata dapat diwujudkan dengan
lengkapnya fasilitas dan luasnya
rumah tinggal, akan tetapi lebih
disebabkan oleh suasana interaktif antara suami-isteri dan orang tua-
anak yang penuh santun dan
bijaksana, sehingga tercipta kondisi
yang penuh keakraban, kedamain,
dan cinta kasih. Sikap yang santun dan bijak
merupakan cermin dari kondisi
ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi
ruhiyah seseorang labil maka
kecenderungannya ia akan bersikap
emosional dan marah-marah, sebab syetan akan sangat mudah
mempengaruhinya. Oleh karena itu
Rasulullah saw mengingatkan secara
berulang-ulang agar jangan marah
(Laa tagdlob). Bila muncul amarah
karena sebab-sebab pribadi, segeralah menahan diri dengan
beristigfar dan mohon perlindungan
Allah (ta’awudz billah), bila masih
merasa marah hendaknya berwudlu
dan mendirikan shalat. Namun bila
muncul marah karena sebab orang lain, berusahalah tetap menahan diri
dan berilah ma’af, karena Allah
menyukai orang yang suka
mema’afkan. Ingatlah, bila karena
sesuatu hal kita telanjur marah
kepada anak/isteri/suami, segeralah minta ma’af dan berbuat baiklah
sehingga kesan (atsar) buruk dari
marah bisa hilang. Sesungguhnya
dampak dari kemarahan sangat tidak
baik bagi jiwa, baik orang yang marah
maupun bagi orang yang dimarahi. 7. Kuatnya hubungan dengan Allah
(Quwwatu shilah billah) Hubungan yang kuat dengan Allah
dapat menghasilkan keteguhan hati
(kemapanan ruhiyah), sebagaimana
Allah tegaskan dalam QS. Ar-Ra’du:28.
“Ketahuilah dengan mengingat Allah,
hati akan menjadi tenang”. Keberhasilan dalam meniti kehidupan
rumah tangga sangat dipengaruhi
oleh keteguhan hati/ketenangan jiwa,
yang bergantung hanya kepada Allah
saja (ta’alluq billah). Tanpa adanya
kedekatan hubungan dengan Allah, mustahil seseorang dapat
mewujudkan tuntutan-tuntutan besar
dalam kehidupan rumah tangga.
Rasulullah saw sendiri selalu
memanjatkan do’a agar mendapatkan
keteguhan hati: “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika
wa’ala thoo’atika” (wahai yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku untuk tetap konsisten dalam
dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu). Keteguhan hati dapat diwujudkan
dengan pendekatan diri kepada Allah
(taqarrub ila Allah), sehingga ia
merasakan kebersamaan Allah dalam
segala aktifitasnya (ma’iyatullah) dan
selalu merasa diawasi Allah dalam segenap tindakannya
(muraqobatullah). Perasaan tersebut
harus dilatih dan ditumbuhkan dalam
lingkungan keluarga, melalui
pembiasaan keluarga untuk
melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap dan dimutaba’ah bersama,
seperti : tilawah, shalat tahajjud,
shaum, infaq, do’a, ma’tsurat, dll.
Pembiasaan dalam aktifitas tersebut
dapat menjadi sarana menjalin
keakraban dan persaudaraan (ukhuwah) seluruh anggota keluarga,
dan yang penting dapat menjadi
sarana mencapai taqwa dimana Allah
swt menjamin orang-orang yang
bertaqwa, sebagaimana firman-Nya
dalam QS. Ath-Thalaaq: 2-3. “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan bagi-
nya jalan keluar (solusi) dan
memberinya rezeki dari arah yang
tidak disangka-sangka. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupi (keperluan) nya.” Wujud indahnya keberkahan
keluarga Keberkahan dari Allah akan muncul
dalam bentuk kebahagiaan hidup
berumah tangga, baik kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat.
Kebahagiaan di dunia, boleh jadi tidak
selalu identik dengan kehidupan yang mewah dengan rumah dan perabotan
yang serba lux. Hati yang selalu
tenang (muthma’innah), fikiran dan
perasaan yang selalu nyaman adalah
bentuk kebahagiaan yang tidak bisa
digantikan dengan materi/ kemewahan. Kebahagiaan hati akan semakin
lengkap jika memang bisa kita
sempurnakan dengan 4 (empat) hal
seperti dinyatakan oleh Rasulullah,
yaitu : (1) Isteri yang sholihah, (2)
Rumah yang luas, (3) Kendaraan yang nyaman, dan (4) Tetangga yang baik. Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas
rumah yang luas dan kendaraan yang
nyaman tanpa harus memiliki,
misalnya di saat-saat rihlah, safar,
silaturahmi, atau menempati rumah
dan kendaraan dinas. Paling tidak keterbatasan ekonomi yang ada tidak
sampai mengurangi kebahagiaan
yang dirasakan, karena pemilik hakiki
adalah Allah swt yang telah
menyediakan syurga dengan segala
kenikmatan yang tak terbatas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa,
dan menjadikan segala apa yang ada
di dunia ini sebagai cobaan. Kebahagiaan yang lebih penting
adalah kebahagiaan hidup di akhirat,
dalam wujud dijauhkannya kita dari
api neraka dan dimasukkannya kita
dalam syurga. Itulah hakikat sukses
hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Imran : 185 “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu.
Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan kedalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” Selanjutnya alangkah indahnya ketika
Allah kemudian memanggil dan
memerintahkan kita bersama-sama
isteri/suami dan anak-anak untuk
masuk kedalam syurga; sebagaimana
dikhabarkan Allah dengan firman- Nya: “Masuklah kamu ke dalam syurga,
kamu dan isteri-isteri kamu
digembirakan”. (QS, Az-Zukhruf:70) “Dan orang-orang yang beriman dan
yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, kami
hubungkan (pertemukan) anak cucu
mereka dengan mereka (di syurga),
dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa
yang dikerjakannya. (QS. Ath-
Thuur:21).

Bidadari yang cantikBidadari yang cantik

Mereka sangat
cangat cantik, memiliki suara-suara
yang indah dan berakhlaq yang mulia.
Mereka mengenakan pakaian yang
paling bagus dan siapapun yang
membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka,
seakan-akan dia sudah melihat secara
langsung bidadari-bidadari itu.
Siapapun ingin bertemu dengan
mereka, ingin bersama mereka dan
ingin hidup bersama mereka. Semuanya itu adalah anugrah dari
Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang
memberikan sifat-sifat terindah
kepada mereka, yaitu bidadari-
bidadari surga. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa'ib,
jama' dari ka'ib yang artinya gadis-
gadis remaja. Yang memiliki bentuk
tubuh yang merupakan bentuk
wanita yang paling indah dan pas
untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati
mereka sebagai bidadari-bidadari,
karena kulit mereka yang indah dan
putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha
pernah berkata: "warna putih adalah
separoh keindahan" Bangsa Arab biasa menyanjung
wanita dengan warna puith. Seorang
penyair berkata: Kulitnya putih bersih gairahnya tiada
diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak
boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena
perkataannya lembut Islam menghalanginya untuk
mengucapkan perkataan jahat Al-'In jama' dari aina', artinya wanita
yang matanya lebar, yang berwarna
hitam sangat hitam, dan yang
berwarna puith sangat putih, bulu
matanya panjang dan hitam. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari
yang baik-baik lagi cantik, yaitu
wanita yang menghimpun semua
pesona lahir dan batin. Ciptaan dan
akhlaknya sempurna, akhlaknya baik
dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati
mereka sebagai wanita-wanita yang
suci. Firman Alloh Subhanahu wa
Ta’ala, yang artinya: "Dan untuk
mereka di dalamnya ada istri-istri yang
suci." (QS: Al-Baqarah: 25) Makna dari Firman diatas adalah
mereka suci, tidak pernah haid, tidak
buang air kecil dan besar serta tidak
kentut. Mereka tidak diusik dengan
urusan-urusan wanita yang
menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak
cemburu, tidak menyakiti dan tidak
jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga
mensifati mereka sebagai wanita-
wanita yang dipingit di dalam rumah.
Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan
mereka tidak pernah keluar dari
rumah suaminya, tidak melayani
kecuali suaminya. Alloh Subhanahu
wa Ta’ala juga mensifati mereka
sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih
sempurna lagi. Oleh karena itu
bidadari yang seperti ini
diperuntukkan bagi para penghuni
dua surga yang tertinggi. Diantara
wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan
pandangan yang liar, karena cinta dan
keridhaanyya, dan dia juga tidak mau
memamndang kepada laki-laki selain
suaminya, sebagaimana yang
dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika
kau ingin cinta kita selalu mekar. Di samping keadaan mereka yang
dipingit di dalam rumah dan tidak liar
pandangannnya, mereka juga
merupakan wanita-wanita gadis,
bergairah penuh cinta dan sebaya
umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam, yang
artinya: "Wahai Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata
engkau melewati rerumputan yang
pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang
belum pernah dijadikan tempat
menggambala, maka dimanakah
engkau menempatkan onta
gembalamu?" Beliau menjawab,"Di
tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan." (Ditakhrij Muslim)
Dengan kata lain, beliau tidak pernah
menikahi perawan selain dari Aisyah. Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam
bertanya kepada Jabir yang menikahi
seorang janda, yang artinya:
"Mengapa tidak engkau nikahi wanita
gadis agar engkau bisa mencandainya
dan ia pun mencandaimu?" (Diriwayatkan Asy-
Syaikhany) Sifat bidadari penghuni surga yang
lain adalah Al-'Urub, jama' dari al-arub,
artinya mencerminkan rupa yang
lemah lembut, sikap yang luwes,
perlakuan yang baik terhadap suami
dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus. Al-Bukhary berkata di dalam
Shahihnya, "Al-'Urub, jama' dari tirbin.
Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun",
artinya Fulan berumur sebaya dengan
orang yang dimaksudkan. Jadi
mereka itu sebaya umurnya, sama- sama masih muda, tidak terlalu muda
dan tidak pula tua. Usia mereka adalah
usia remaja. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala menyerupakan mereka dengan
mutiara yang terpendam, dengan telur
yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan,
kecemerlangan dan kehalusan
sentuhannya. Putih telor yang
tersembunyi adalah sesuatu yang
tidak pernah dipegang oleh tangan
manusia, berwarna puith kekuning- kuningan. Berbeda dengan putih
murni yang tidak ada warna kuning
atau merehnya. Yaqut dan Marjan
diambil keindahan warnanya dan
kebeningannya. Semoga para wanita-wanita di dunia
ini mampu memperoleh kedudukan
untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang
lebih mulia dari Bidadari-Bidadari
yang tidak pernah hidup di dunia ini.
Wallahu A'lam

Shalat dengan MengenakanBaju Ketat

Memakai pakaian yang ketat dan
sesak tidak dianjurkan (makruh) baik
dari sudut pandang syari’ah maupun
dari sudut pandang kesehatan. Ada
sebagian jenis baju ketat membuat
orang yang mengenakannya sulit melakukan sujud. Jika baju seperti ini
menyebabkan si pemakai sukar
mengerjakan shalat atau bahkan
menyebabkan dia meninggalkan
shalat, maka jelas hukum memakai
baju seperti ini adalah haram. Asy-Syaikh al Albaniy berkata bahwa
celana ketat itu mendatangkan dua
macam musibah: Musibah pertama,
bahwa orang yang memakainya
menyerupai orang-orang kafir.
Sedangkan Kaum Muslim memang memakai celana, akan tetapi model
celana yang lebar dan longgar. Model
seperti ini masih banyak dipakai di
daerah Suriah dan Libanon. Ummat
Islam baru mengenal celana ketat
setelah mereka dijajah bangsa eropa. Pengaruh buruk itulah yang
diwariskan oleh kaum penjajah
kepada ummat Islam. Akan tetapi
karena kebodohan dan ketololan
ummat Islam sendiri, mereka
mengambil tradisi buruk tersebut. Musibah kedua, celana ketat
menyebabkan bentuk aurat terlihat
dengan jelas. Memang benar bahwa
aurat pria adalah anggota badan
antara pusar dan lutut. Namun
seorang hamba yang sedang melakukan shalat dituntut untuk
berbuat lebih dari ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syariat (dalam
masalah busana ini, lihat Al Qur’an
Surah 7:31-pen-). Tidak pantas dia
melakukan maksiat kepada Alloh subhanahu wa ta'ala ketika sedang
sujud bersimpuh di hadapan-Nya.
Ketika dia mengenakan celana ketat,
maka kedua pantatnya akan
terbentuk dengan jelas. Bahkan lebih
dari itu, bagian tubuh yang membelah keduanya juga terlihat nyata ! Bagaimana seorang hamba
melakukan shalat dan menghadap
Rabb Semesta Alam dalam keadaan
seperti ini ?! Yang lebih aneh lagi
adalah mayoritas pemuda Muslim
biasanya menentang keras apabila kaum wanita Muslimah memakai baju
ketat. Alasan mereka bahwa baju
ketat yang dipakai wanita bisa
menunjukkan bentuk tubuhnya
secara jelas. Akan tetapi pemuda ini
lupa akan dirinya sendiri. Dia tidak sadar bahwa dia telah mengerjakan
suatu hal yang dia sendiri
membencinya. Jika demikian, tidak ada bedanya
antara wanita yang memakai baju
ketat sehingga terlihat lekuk
tubuhnya dengan pria yang memakai
celana ketat (jeans dan semacamnya-
pen-) sehingga terlihat bentuk kedua pantatnya. Ketika pantat pria dan
wanita dianggap sebagai aurat, maka
hal menggunakan baju ketat bagi
mereka itu sama saja hukumnya,
yakni dilarang. Sebenarnya para
pemuda wajib menyadari musibah yang telah melanda mayoritas mereka. Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi
Wasallam telah melarang kaum pria
shalat dengan memakai celana tanpa
gamis (kemeja). Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud dan al
Hakim. Sanad hadits ini sendiri berkualitas hasan. Lihat Shahiih al
Jaami’ al Shaghiir nomor 6830 dan
juga diriwayatkan oleh al Thahawiy
dalam Syarh Ma’aaniy al Atsaar
(I/382). Adapun jika model celana yang
dikenakan ketika shalat tidak ketat
dan berukuran longgar, maka sah
shalat yang dikerjakan. Yang lebih
baik adalah dirangkap dengan gamis
yang bisa menutup anggota tubuh antara pusar dan lutut. Akan tetapi
lebih baik lagi apabila panjang gamis
itu sampai setengah betis atau sampai
mata kaki (asalkan tidak sampai
menutupi mata kaki –pen). Hal seperti
ini adalah cara menutup aurat yang paling sempurna (mungkin pakaian
seperti ini di daerah kita agak sukar
didapatkan di pasaran, namun cukup
banyak sarung yang bisa
menggantikan fungsinya –pen-). (Al
Fataawaa I/69, tulisan Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdullah bin Baz). Dengan latar belakang inilah Komite
Tetap Pembahasan Masalah ‘Ilmiyyah
dan fatwa Saudi Arabia (semacam MUI
di Indonesia -pen-) menjawab
pertanyaan mengenai hukum Islam
tentang shalat memakai celana. Jawaban yang dirumuskan adalah
sebagai berikut: “Jika pakaian
tersebut tidak menyebabkan aurat
terbentuk dengan jelas, karena
modelnya longgar dan tidak bersifat
transparan sehingga anggota aurat tidak bisa dilihat dari arah belakang,
maka boleh dipakai ketika shalat.
Namun apabila busana itu terbuat dari
bahan yang tipis sehingga
memungkinkan aurat yang memakai
dilihat dari belakang, maka shalat yang dikerjakan batal hukumnya. Jika
sifat busana yang dipakai hanya
mempertajam atau memperjelas
bentuk aurat saja, maka makruh
mengenakan busana tersebut ketika
shalat. Terkecuali jika tidak ada busana lain yang dapat dikenakan

Orang – orang yang Didoakanoleh Malaikat

Orang – orang yang Didoakan oleh
Malaikat
Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi Allah SWT berfirman, “Sebenarnya
(malaikat – malaikat itu) adalah hamba
– hamba yang dimuliakan, mereka
tidak mendahului-Nya dengan
perkataan dan mereka mengerjakan
perintah – perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang
dihadapan mereka dan yang
dibelakang mereka, dan mereka tidak
memberikan syafa’at melainkan
kepada orang – orang yang diridhai
Allah, dan mereka selalu berhati – hati karena takut kepada-Nya” (QS Al
Anbiyaa’ 26-28). Inilah orang – orang yang didoakan
oleh para malaikat : 1. Orang yang tidur dalam keadaan
bersuci. Imam Ibnu Hibban
meriwayatkan dari Abdullah bin Umar
ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang tidur dalam
keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia
tidak akan bangun hingga malaikat
berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu
si fulan karena tidur dalam keadaan
suci’”. (hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37). 2. Orang yang duduk menunggu
shalat. Imam Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairah ra., bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
salah seorang diantara kalian yang
duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali
para malaikat akan mendoakannya
‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah
sayangilah ia’”. (Shahih Muslim no.
469). 3. Orang – orang yang berada di shaf
bagian depan di dalam shalat. Imam
Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah)
dari Barra’ bin ‘Azib ra., bahwa
Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada
(orang – orang) yang berada pada
shaf – shaf terdepan”. (hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud
I/130). 4. Orang – orang yang menyambung
shaf (tidak membiarkan sebuah
kekosongan di dalm shaf). Para Imam
yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim
meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah dan para
malaikat selalu bershalawat kepada
orang – orang yang menyambung
shaf – shaf”. (hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272). 5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’
ketika seorang Imam selesai membaca
Al Fatihah. Imam Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika
seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh
dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh
kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa
ucapannya itu bertepatan dengan
ucapan malaikat, maka ia akan
diampuni dosanya yang masa lalu”. (Shahih Bukhari no. 782). 6. Orang yang duduk di tempat
shalatnya setelah melakukan shalat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Para malaikat akan selalu
bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam
tempat shalat dimana ia melakukan
shalat, selama ia belum batal
wudhunya, (para malaikat) berkata,
‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah
ia’”. (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits
ini).
Allah SWT berfirman, “Sebenarnya
(malaikat – malaikat itu) adalah hamba
– hamba yang dimuliakan, mereka
tidak mendahului-Nya dengan
perkataan dan mereka mengerjakan
perintah – perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang
dihadapan mereka dan yang
dibelakang mereka, dan mereka tidak
memberikan syafa’at melainkan
kepada orang – orang yang diridhai
Allah, dan mereka selalu berhati – hati karena takut kepada-Nya” (QS Al
Anbiyaa’ 26-28). Inilah orang – orang yang didoakan
oleh para malaikat : 6. Orang yang duduk di tempat
shalatnya setelah melakukan shalat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Para malaikat akan selalu
bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam
tempat shalat dimana ia melakukan
shalat, selama ia belum batal
wudhunya, (para malaikat) berkata,
‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah
ia’”. (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits
ini). 7. Orang – orang yang melakukan
shalat shubuh dan ‘ashar secara
berjama’ah. Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat
( yang menyertai hamba) pada malam
hari (yang sudah bertugas malam hari
hingga shubuh) naik (ke langit), dan
malaikat pada siang hari tetap tinggal.
Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat
yang ditugaskan pada siang hari
(hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit)
sedangkan malaikat yang bertugas
pada malam hari tetap tinggal, lalu
Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan
hambaku ?’, mereka menjawab, ‘Kami
datang sedangkan mereka sedang
melakukan shalat dan kami
tinggalkan mereka sedangkan
mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari
kiamat’”. (Al Musnad no. 9140, hadits
ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad
Syakir). 8. Orang yang mendoakan
saudaranya tanpa sepengetahuan
orang yang didoakan. Diriwayatkan
oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’
ra., bahwasannya Rasulullah SAW
bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan orang yang
didoakannya adalah doa yang akan
dikabulkan. Pada kepalanya ada
seorang malaikat yang menjadi wakil
baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan,
maka malaikat tersebut berkata
‘aamiin dan engkaupun mendapatkan
apa yang ia dapatkan’”. (Shahih
Muslim no. 2733). 9. Orang – orang yang berinfaq. Imam
Bukhari dan Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak satu hari pun dimana pagi
harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya,
salah satu diantara keduanya berkata,
‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang
yang berinfak’. Dan lainnya berkata,
‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang
yang pelit’”. (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010). 10. Orang yang makan sahur. Imam
Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani,
meriwayaatkan dari Abdullah bin
Umar ra., bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah dan
para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang makan
sahur”. (hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih At
Targhiib wat Tarhiib I/519). 11. Orang yang menjenguk orang
sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari
‘Ali bin Abi Thalib ra., bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
seorang mukmin menjenguk
saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya
yang akan bershalawat kepadanya di
waktu siang kapan saja hingga sore
dan di waktu malam kapan saja
hingga shubuh”. (Al Musnad no. 754,
Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”). 12. Seseorang yang mengajarkan
kebaikan kepada orang lain.
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari
Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan
seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang
yang paling rendah diantara kalian.
Sesungguhnya penghuni langit dan
bumi, bahkan semut yang di dalam
lubangnya dan bahkan ikan,
semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada
orang lain”. (dishahihkan oleh Syaikh
Al Albani dalam Kitab Shahih At
Tirmidzi II/343)