Nonton iklan bentar ya...!!!

Friday 8 July 2011

ibu yang tidak cantik

Ibu itu tampak letih. Dengan tubuh
gemuknya, ia duduk meneduhkan diri
di bawah pohon yang rindang. Duduk
di kursi kayu yang seolah masih
menjadi bagian dari pohon itu. Ia
seperti melamun, entah memikirkan apa. Wajahnya biasa saja, dan ya,
t...idak cantik. Wajah itu hanya
memancarkan irama kesabaran
seorang ibu. Begitulah kira-kira
kesanku. Tak jauh dari sana, teriakan anak-anak
yang tengah bermain di arena outbond
terdengar lebih ceria dibandingkan
kicau burung-burung di pucuk-pucuk
pohon. Berkejaran, berlari, mengatasi
rintangan. Tertawa senang, meringis ketakutan, bahkan yang hampir
menangis pun, semuanya
mendendangkan lagu kegembiraan. Tiba-tiba seorang anak lelaki bertubuh
ramping berlari-lari ke arah ibu tadi.
Tanpa intro apa-apa, ia menghambur
ke pangkuan sang ibu, dan berteriak
senang, “Umi, aku berani! Aku bisa!” Sang ibu tersenyum lebar,
mengimbangi kegembiraan sang anak.
Sang anak bercerita detail bagaimana ia
melewati detik-detik mendebarkan
ketika melakukan flying fox. Ia
bercerita dengan susunan kata yang menggemaskan yang
menggambarkan saat-saat seru tatkala
terbang melintasi danau sambil
berteriak. Sang ibu mendengarkan dengan wajah
yang nyata-nyata turut bangga, yang
semakin membuncahkan kegembiraan
sang anak. Nyatalah bagi sang anak,
bahwa sang ibu adalah orang pertama
yang berhak mengetahui prestasi terbaiknya. Hanya sang ibu. Bukan
orang lain. Tak lama kegembiraan itu pun terusik,
ketika dating seorang anak yang lebih
kecil, yang menghambur pula, namun
dengan wajah murung. Rupanya ia iri
dengan kegagahan kakaknya, dan
merajuk untuk dibolehkan menjajal keberanian pula. Sang ibu sedikit menunduk,
membisikkan kata-kata entah apa
untuk menghibur sang adik. Adik tadi
masih merajuk, memeluk sang ibu
dengan air mata yang mulai
mengembang. Ibu tadi pun mempererat dekapannya, meluruhkan
kegalauan hati sang anak. Bagi sang
adik, sang ibu adalah tempat pertama
baginya untuk menceritakan seluruh
kegalauan hatinya. Bukan orang lain.
Dan ia sungguh beruntung memiliki seorang ibu yang memiliki hati seluas
samudera, yang mampu menampung
apa saja keluh kesah sang anak. Aku tak tahu apa saja yang dikatakan
sang ibu, karena dialog privasi
keluarga itu berlangsung lirih. Namun
jelas sang adik telah terlipur. Wajahnya
berangsur tenang. Keluh kesahnya
telah tersampaikan. Sang ibu menampungnya dan menggantinya
dengan mengalirkan kasih sayangnya.
Kasih sayang yang ternyata mampu
meredakan keluh kesahnya. Pada titik ini, betapa redupnya
kecantikan dibandingkan kilau cahaya
kasih sayang. Betapa tak berartinya
kecantikan di mata sang anak
dibandingkan harapannya terhadap
limpahan cinta sang ibu. Sang kakak, yang telah puas berbagi
bahagia dengan sang ibu, kembali
melesat berlari, meninggalkan sang
ibu, dengan semangat yang telah
diperbarui. Sang adik menunggu di
pangkuan sang ibu. Bagi kakak yang baru lepas balita itu,
dan adik yang masih balita itu, ibu
barang kali adalah segalanya. Sehingga
wajar jika Islam mengajarkan satu doa
yang indah, “Wahai, Rabbku,
sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku
kecil.”Lewat ibulah seseorang pertama
kali mengenal kasih sayang, yang
dengannya seorang anak manusia bisa
belajar bahwa Allah itu Maha
Penyayang. Maka guru pertama dari pelajaran cinta dan kasih sayang Allah
adalah sang ibu. Wajar jika manusia
pertama yang berhak mendapatkan
bakti seorang anak manusia adalah
sang ibu itu sendiri. Namun ironisnya, bisa jadi lewat ibu
pulalah seorang anak manusia belajar
secara keliru tentang hakikat dunia ini.
Bisa jadi pula ia keliru memaknai sifat-
sifatNya. Seorang ibu yang kasih
sayangnya meredup, teredam gejolak duniawi yang memang acap
merontokkan keimanan, dapat menjadi
guru yang teramat buruk untuk
anaknya. Seorang ibu yang
kesabarannya berganti dengan
kegusaran, kata-kata manisnya terusir oleh hardikan, dan perhatiannya hanya
kepada dirinya sendiri, alih-alih kepada
anaknya, agaknya adalah seorang ibu
yang harus rajin-rajin meminta kepada
Allah agar dipulihkan kembali energi
kasih sayangny.Energi yang sejatinya ada pada diri setiap manusia, yang
telah Allah titipkan sejak ia lahir. Ibu yang tak mampu mengenalkan
anaknya kasih sayangNya, betapapun
cantiknya ia, takkan menjadi
pelabuhan bagi anaknya untuk belajar
menjadi hamba Allah yang sempurna. Namun bagaimana jika kita temukan
kasih sayang yang berpadu dengan
kecantikan? Jika kita menerima
anugerah tak terperi seperti ini, kita
harus mengimbangi geletaran jiwa ini,
dengan kata-kata subhanallah, wal hamdulillah, wallahu akbar!

No comments: