Nonton iklan bentar ya...!!!

Friday 8 July 2011

kisah seorang nenek penjual bunga cempaka

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada
seorang nenek tua penjual bunga
cempaka. Ia menjual bunganya di
pasar, setelah berjalan kaki cukup
jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid
Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat
Zhuhur. Setelah membaca wirid
sekedarnya, ia keluar masjid dan
membungkuk-bungkuk di halaman
masjid. Ia mengumpulkan dedaunan
yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya.
Tidak satu lembar pun ia lewatkan.
Tentu saja agak lama ia
membersihkan halaman masjid
dengan cara itu. Padahal matahari
Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi
seluruh tubuhnya. Banyak
pengunjung masjid jatuh iba
kepadanya. Pada suatu hari Takmir
masjid memutuskan untuk
membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari
itu, ia datang dan langsung masuk
masjid. Usai salat, ketika ia ingin
melakukan pekerjaan rutinnya, ia
terkejut. Tidak ada satu pun daun
terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras.
Ia mempertanyakan mengapa daun-
daun itu sudah isapukan sebelum
kedatangannya. Orang-orang
menjelaskan bahwa mereka kasihan
kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan
kesempatan kepadaku untuk
membersihkannya.” Singkat cerita,
nenek itu dibiarkan mengumpulkan
dedaunan itu seperti biasa. Seorang
Kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu
mengapa ia begitu bersemangat
membersihkan dedaunan itu.
Perempuan tua itu mau menjelaskan
sebabnya dengan dua syarat:
pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua,
rahasia itu tidak boleh disebarkan
ketika ia masih hidup. Sekarang ia
sudah me***l dunia, dan Anda dapat
mendengarkan rahasia itu. “Saya ini
perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya
yang kecil itu mungkin juga tidak
benar saya jalankan. Saya tidak
mungkin selamat pada hari akhirat
tanpa syafaat Kanjeng Nabi
Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya
ucapkan satu shalawat kepada
Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya
ingin Kanjeng Nabi menjemput saya.
Biarlah semua daun itu bersaksi
bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.” Kisah ini saya dengar
dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran,
membuat bulu kuduk saya
merinding. Perempuan tua dari
kampung itu bukan saja
mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga
menunjukkan kerendahan hati,
kehinaan diri, dan keterbatasan amal
dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia
juga memiliki kesadaran spiritual
yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat
bergantung pada rahmat Allah. Dan
siapa lagi yang menjadi rahmat
semua alam selain Rasulullah saw?
Semoga kisah ini menjadikan kita
semakin mencintai Nabi Muhammad, Rasulullah saw…… Allahhuma shalli
‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala aali
Sayyidina Muhammad. (Sumber :
buku “Rindu Rasul”, karangan
Jalaluddin Rakhmat, penerbit Rosda
Bandung, hal 31-33. cetakan pertama September 2001)

No comments: