“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah /9: 105).
Nonton iklan bentar ya...!!!
Tuesday, 28 February 2012
INDONESIA...porak poranda...Bangun lah kembali indonesia ku
Kita hampir paripurna menjadi bangsa
porak-poranda,
terbungkuk dibebani hutang dan
merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta
murid,
pecandu narkoba 6 juta anak muda,
pengungsi perang saudara 1 juta
orang,
VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebat disetiap tikungan
jalan
dan beban hutang di bahu 1600
trilyun rupiahnya. Pergelangan tangan dan kaki
Indonesia diborgol
diruang tamu Kantor Pegadaian Jagat
Raya,
dan dipunggung kita dicap sablon
besar-besar: Tahanan IMF dan Penunggak Bank
Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu,
menjual tenaga dengan upah paling
murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi
lihatlah mereka bersukacita antri
penuh harapan dan angan-angan di pelabuhan dan bandara,
ketika pulang lihat mereka
berdukacita
karena majikan mungkir tidak
membayar gaji,
banyak yang disiksa malah diperkosa dan pada jam pertama mendarat di
negeri sendiri diperas pula. Negeri kita tidak merdeka lagi,
kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
Selamat datang dalam zaman
kolonialisme baru, saudaraku. Dulu penjajah kita satu negara,
kini penjajah multi kolonialis banyak
bangsa.
Mereka berdasi sutra,
ramah-tamah luar biasa dan banyak
senyumnya. Makin banyak kita meminjam uang,
makin gembira karena leher kita
makin
mudah dipatahkannya. Di negeri kita ini, prospek industri
bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat
menjanjikan,
begitu laporan penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi,
dari depannya penuh janji, adalah
industri korupsi. Apalagi di negeri kita lama sudah
tidak jelas batas halal dan haram,
ibarat membentang benang hitam di
hutan kelam jam satu malam.
Bergerak ke kiri ketabrak copet,
bergerak ke kanan kesenggol jambret,
jalan di depan dikuasai maling,
jalan di belakang penuh tukang peras,
yang di atas tukang tindas. Untuk bisa bertahan berakal waras
saja di Indonesia, sudah untung.
Lihatlah para maling itu kini mencuri
secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur
berdisiplin dan betapa khusyu’. Begitu rapatnya mereka berdiri susah
engkau menembusnya.
Begitu sistematiknya prosedurnya tak
mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyu’nya, engkau kira
mereka beribadah. Kemudian kita bertanya, mungkinkah
ada maling yang istiqamah? Lihatlah jumlah mereka, berpuluh
tahun lamanya,
membentang dari depan sampai ke
belakang,
melimpah dari atas sampai ke bawah,
tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
Jamaah ini lintas agama, lintas suku
dan lintas jenis kelamin.
Bagaimana melawan maling yang
mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah
dilindungi dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka,
ternyata,
bagian juga dari yang pegang senjata
dan yang memerintah. Bagaimana ini? Tangan kiri jamaah ini
menandatangani disposisi MOU dan
MUO (Mark Up Operation),
tangan kanannya membuat yayasan
beasiswa,
asrama yatim piatu dan sekolahan. Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais
upeti ke sana kemari,
kaki kanannya bersedekah, pergi
umrah dan naik haji. Otak kirinya merancang prosentasi
komisi dan pemotongan anggaran,
otak kanannya berzakat harta,
bertaubat nasuha
dan memohon ampunan Tuhan. Bagaimana caranya melawan maling
begini yang mencuri secara
berjamaah? Jamaahnya kukuh seperti diding
keraton,
tak mempan dihantam gempa dan
banjir bandang,
malahan mereka juru tafsir peraturan
dan merancang undang-undang, penegak hukum sekaligus
penggoyang hukum,
berfungsi bergantian. Bagaimana caranya memroses hukum
maling-maling yang jumlahnya
ratusan ribu,
barangkali sekitar satu juta orang ini,
cukup jadi sebuah negara mini,
meliputi mereka yang pegang kendali perintah,
eksekutif, legislatif, yudikatif dan
dunia bisnis,
yang pegang pestol dan
mengendalikan meriam,
yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya? Mau diperiksa dan diusut secara
hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh
sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang
bebas dari ancaman? Hakim dan jaksa yang bersih dari
penyuapan? Percuma Seratus tahun pengadilan, setiap hari
8 jam dijadwalkan
Insya Allah tak akan terselesaikan.
Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
Bagaimana caranya supaya mereka
mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia
mengembalikan jarahan yang
berpuluh tahun
dan turun-temurun sudah mereka
kumpulkan.
Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak
dari mereka
orang yang shalat juga, orang yang
berpuasa juga, orang yang berhaji
juga.
Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka. Celakanya,
jika di antara jamaah maling itu ada
keluarga kita,
ada hubungan darah atau teman
sekolah,
maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya. Celakanya,
bila di antara jamaah maling itu ada
orang partai kita,
orang seagama atau sedaerah,
Kita cenderung menutup-nutupi fakta,
lalu dimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap
semoga kita mendapatkan cipratan
harta tanpa ketahuan. Maling-maling ini adalah kawanan
anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah
Indonesia dimakan rayap.
Kayu kosen, tiang,kasau, jeriau rumah
Indonesia dimakan anai-anai. Dinding dan langit-langit, lantai rumah
Indonesia digerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi
dan sofa, televisi rumah Indonesia
dijarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah
Indonesia sudah mulai habis
dikunyah-kunyah rayap.
Rumah Indonesia menunggu waktu,
masa rubuhnya yang sempurna. Aku berdiri di pekarangan, terpana
menyaksikannya.Tiba-tiba datang
serombongan anak muda dari
kampung sekitar.
“Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-
anainya! ” teriak mereka. “Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!”
bantahku.
Mereka berteriak terus dan
mendekatiku dengan sikap
mengancam. Aku melarikan diri kencang-kencang.
Mereka mengejarkan lebih kenjang
lagi.
Mereka menangkapku.
“Ambil bensin!” teriak seseorang.
“Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.
Bensin berserakan dituangkan ke
kepala dan badanku. Seseorang memantik korek api.
Aku dibakar.
Bau kawanan rayap hangus.
Membubung Ke udara.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment