Nonton iklan bentar ya...!!!

Tuesday 8 March 2011

Hukum perayaan hari ulang tahun..part 1

PERAYAAN HARI ULANG TAHUN
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya serta
mereka yang mengikuti jejak langkahnya. Amma
ba'd.
Pertanyaan.
Saya telah mengkaji makalah yang diterbitkan
oleh koran Al-Madinah yang terbit pada hari
Senin, tanggal 28/12/1410 H. Isinya menyebutkan
bahwa saudara Jamal Muhammad Al-Qadhi,
pernah menyaksikan program Abna ’ Al-Islam
yang disiarkan oleh televisi Saudi yang
menayangkan acara yang mencakup perayaan
hari kelahiran. Saudara Jamal menanyakan,
apakah perayaan hari kelahiran dibolehkan Islam?
dst.
Jawaban.
Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah
mensyari'atkan dua hari raya bagi kaum
muslimin, yang pada kedua hari tersebut mereka
berkumpul untuk berdzikir dan shalat, yaitu hari
raya ledul Fitri dan ledul Adha sebagai pengganti
hari raya-hari raya jahiliyah. Di samping itu Allah
pun mensyari'atkan hari raya-hari raya lainnya
yang mengandung berbagai dzikir dan ibadah,
seperti hari Jum'at, hari Arafah dan hari-hari
tasyriq. Namun Allah tidak mensyari'atkan
perayaan hari kelahiran, tidak untuk kelahiran Nabi
dan tidak pula untuk yang lainnya. Bahkan dalil-
dalil syar'i dari Al-Kitab dan As-Sunnah
menunjukkan bahwa perayaan-perayaan hari
kelahiran merupakan bid'ah dalam agama dan
termasuk tasyabbuh (menyerupai) musuh-
musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nashrani dan
lainnya. Maka yang wajib atas para pemeluk
Islam untuk meninggalkannya, mewaspadainya,
mengingkarinya terhadap yang melakukannya
dan tidak menyebarkan atau menyiarkan apa-apa
yang dapat mendorong pelaksanaannya atau
mengesankan pembolehannya baik di radio,
media cetak maupun televisi, berdasarkan sabda
Nabi Saw dalam sebuah hadits shahih.
"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam
urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat
(tuntunan) padanya, maka ia tertolak." [1]
Dan sabda beliau,
"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang
tidak kami perintahkan maka ia tertolak."[2]
Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya
dan dianggap mu'allaq oleh Al-Bukhari namun ia
menguatkannya.
Kemudian disebutkan dalam Shahih Muslim dari
Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa dalam salah satu
khutbah Jum'at beliau mengatakan.
"Amma ba ’du. Sesungguhnya sebaik-baik
perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan
adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal
baru yang diada-adakan dan setiap hal baru
adalah sesat."[3]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang
semakna. Disebutkan pula dalam Musnad Ahmad
dengan isnad jayyid dari Ibnu Umar , bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
berarti ia dari golongan mereka."[4]
Dalam Ash-Shahihain disebutkan, dari Abu Sa'id
Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa beliau bersabda.
"Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan,
seandainya mereka masuk ke dalam sarang
biawak pun kalian mengikuti mereka." Kami
bertanya, "Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan
Nashrani?" Beliau berkata, "Siapa lagi."[5]
Masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang
semakna dengan ini, semuanya menunjukkan
kewajiban untuk waspada agar tidak menyerupai
musuh-musuh Allah dalam perayaan-perayaan
mereka dan lainnya. Makhluk paling mulia dan
paling utama, Nabi kita Muhammad, tidak pernah
merayakan hari kelahirannya semasa hidupnya,
tidak pula para sahabat beliau pun, dan tidak juga
para tabi'in yang mengikuti jejak langkah mereka
dengan kebaikan pada tiga generasi pertama yang
diutamakan. Seandainya perayaan hari kelahiran
Nabi, atau lainnya, merupakan perbuatan baik,
tentulah para sahabat dan tabi'in sudah lebih dulu
melaksanakannya daripada kita, dan sudah
barang tentu Nabi Saw mengajarkan kepada
umatnya dan menganjurkan mereka
merayakannya atau beliau sendiri
melaksanakannya. Namun ternyata tidak
demikian, maka kita pun tahu, bahwa perayaan
hari kelahiran termasuk bid'ah, termasuk hal baru
yang diada-adakan dalam agama yang harus
ditinggalkan dan diwaspadai, sebagai pelaksanaan
perintah Allah Subhanahu wa Ta ’ala dan perintah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian ahli ilmu menyebutkan, bahwa yang
pertama kali mengadakan perayaan hari kelahiran
ini adalah golongan Syi'ah Fathimiyah pada abad
keempat, kemudian diikuti oleh sebagian orang
yang berafiliasi kepada As-Sunnah karena tidak
tahu dan karena meniru mereka, atau meniru
kaum Yahudi dan Nashrani, kemudian bid'ah ini
menyebar ke masyarakat lainnya. Seharusnya
para ulama kaum muslimin menjelaskan hukum
Allah dalam bid'ah-bid'ah ini, mengingkarinya dan
memperingatkan bahayanya, karena
keberadaannya melahirkan kerusakan besar,
tersebarnya bid'ah-bid'ah dan tertutupnya
sunnah-sunnah. Di samping itu, terkandung
tasyabbuh (penyerupaan) dengan musuh-musuh
Allah dari golongan Yahudi, Nashrani dan
golongan-golongan kafir lainnya yang terbiasa
menyelenggarakan perayaan-perayaan semacam
itu. Para ahli dahulu dan kini telah menulis dan
menjelaskan hukum Allah mengenai bid'ah-bid'ah
ini. Semoga Allah membalas mereka dengan
kebaikan dan menjadikan kita semua termasuk
orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan.
Pada kesempatan yang singkat ini, kami
bermaksud mengingatkan kepada para pembaca
tentang bid'ah ini agar mereka benar-benar
mengetahui. Dan mengenai masalah ini telah
diterbitkan tulisan yang panjang dan diedarkan
melalui media cetak-media cetak lokal dan lainnya.
Tidak diragukan lagi, bahwa wajib atas para
pejabat pemerintahan kita dan kementrian
penerangan secara khusus serta para penguasa di
negara-negara Islam, untuk mencegah
penyebaran bid'ah-bid'ah ini dan propagandanya
atau penyebaran sesuatu yang mengesankan
pembolehannya. Semua ini sebagai pelaksanaan
perintah loyal terhadap Allah dan para hambaNya,
dan sebagai pelaksanaan perintah yang
diwajibkan Allah, yaitu mengingkari kemungkaran
serta turut dalam memperbaiki kondisi kaum
muslimin dan membersihkannya dari hal-hal
yang menyelisihi syari'at yang suci. Hanya Allah
lah tempat meminta dengan nama-namaNya
yang baik dan sifat-sifat-Nya yang luhur, semoga
Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin dan
menunjuki mereka agar berpegang teguh dengan
KitabNya dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi
wa sallam serta waspada dari segala sesuatu
yang menyelisihi keduanya. Dan semoga Allah
memperbaiki para pemimpin mereka dan
menunjuki mereka agar menerapkan syari'at
Allah pada hamba hambaNya serta memerangi
segala sesuatu yang menyelisihinya.
Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas hal itu.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya
__________
Foote Note
[1]. Muttafaq ‘Alaih: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh
(2697). Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718).
[2]. Al-Bukhari menganggapnya mu'allaq dalam
Al-Buyu' dan Al-I'tisham. Imam Muslim
menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
[3]. HR. Muslim dalam Al-Jumu ’ah (867).
[4]. HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5093, 5094,
5634).
[5]. HR. AI-Bukhari dalam Al-I ’tisham bil Kitab was
Sunnah (7320). Muslim dalam Al-Ilm (2669).

No comments: