Nonton iklan bentar ya...!!!

Saturday 12 March 2011

Bersamamu ku tak ingin terluka

"..tangisan itu ada dan lelaki
tetaplah sosok berperasa. Hanya
saja, ia lebih berani untuk tidak
membulirkan air matanya di
hadapan kalian. Kerapkali tetesan
bening itu tersembunyi di balik raut
mukanya. Kerapkali, air mata itu
tertumpah di sepertiga malam
terakhir saat sujud di hadapan ar-
rahman..."
***
Sepertinya pena kami tak akan
jemu menulis hal-hal yang berkaitan
dengan kaum kalian, wahai wanita.
Kami harap kalian pun tak akan
jemu menelusuri kalimat-kalimat
kami. Dengan apa yang akan kami
bicarakan, kami tak berharap agar
kalian menjadi sosok yang
sempurna. Tetapi, dengan anugerah
Allah yang ada pada kalian, kami
begitu ingin agar kalian mendekati
kesempurnaan itu.
>>Malam Itu
Pernah suatu malam, kami
menghadiri acara makan malam
sebuah keluarga. Makanan istimewa
tengah terhidang di meja makan. Ini
adalah suasana penuh kehangatan
dan canda.
Tiba-tiba seorang wanita berteriak
memarahi seorang laki-laki yang
merupakan suaminya. Suara wanita
itu bernada tinggi dan lebih
tepatnya disebut sebagai bentakan.
Hanya karena kekeliruan yang
amat sepele, wanita itu
mempermalukan dan mencaci
suaminya habis-habisan.
Begitu kasihan sang suami. Di
hadapan kami sebagai tamu, ia
mendapat “menu istimewa”. Bukan
panah asmara yang tertancap
lembut di hatinya tetapi sebuah
tusukan jarum panas, tajam nan
pedas. Oleh sang istri, bukan sekali
atau dua kali ia dipermalukan tapi
begitu sering.
Walaupun episode pernikahan kami
belum menapaki jenjang
pernikahan, kami bisa merasakan
sakitnya hati yang tersayat lisan-
lisan berduri tajam seperti itu. Ah,
bagitu sedih terasa.
Inikah yang dinamakan kesetiaan
cinta seorang istri?
Inikah yang dinamakan ketaatan
kepada suami?
Dimanakah dawai-dawai cinta yang
terdengar syahdu di awal-awal
pernikahan itu?
Wahai wanita, kenapa lisan-lisan
kalian kerap kali menjelma menjadi
silet tajam yang mengiris dan
mencabik hati?
Wanita manakah yang kalian
teladani dalam adegan seperti ini?
Apakah kalian meneladani Khadijah
bintu Khuwailid? Oh tidak, tidak.
Khadijah tidaklah seperti itu. Dia
adalah wanita teladan sepanjang
masa yang mencontohkan ketaatan
yang luar biasa apiknya. Dia adalah
wanita yang menjadi sandaran hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan bukan wanita yang
menyayatkan hati.
Apakah kalian meneladani istri
Ayyub ‘alaihissalam? Oh tidak, tidak.
Istri Ayyub 'alaihissalam tidaklah
seperti itu. Seperti Ayyub
‘ alaihissalam, dia adalah salah satu
lambang wanita penyabar yang
begitu mengesankan hati, bukan
mengirisnya. Bertahun-tahun, ia
menemani Ayyub ‘alaihissalam
melewati episode-episode penuh
ujian.
>>Sinetron yang Tertuduh
Nampaknya sinetron adalah salah
satu tertuduh utama yang
menjadikan kalian berlidah tajam.
Artis-artis wanita yang melakoni
sejuta dusta kerapkali
“ meneladankan” wanita-wanita
yang bermulut kasar, mencaci-maki
suami mereka sepuas-puasnya,
terlebih di depan anak-anak. Apa
yang diharapkan dari adegan buruk
itu?
>>Dialah Pangeranmu
Lihatlah lelaki yang merupakan
suami kalian itu. Ia tak bisa terlelap
sebelum kalian nyenyak di malam
hari. Ia keluar rumah dengan
semangat untuk melawan asa
hidup. Ia mencari nafkah dan
berterik mentari di arena kehidupan.
Dahulu, bukankah ia yang engkau
damba menjadi pangeran di istana
hatimu?
Dengan kejantanannya, bukankah
ia yang datang melamarmu agar
engkau terselamatkan dari zina?
Bukankah dia yang menyuapimu
nasi dengan tangannya?
Bukankah dia yang mencumbumu
dengan mesra nan penuh kasih?
Lantas kenapa mulut-mulut kalian
begitu mudahnya menyemburkan
lisan api yang membakar hatinya?
Kenapa lisan kalian begitu semena-
menanya menancapkan busur-
busur tajam yang mengetuk pintu
air matanya?
>>Dengarlah Tangisannya
Tahukah engkau wahai wanita,
tangisan itu ada dan lelaki tetaplah
sosok berperasa. Hanya saja, ia lebih
berani untuk tidak membulirkan air
matanya di hadapan kalian.
Kerapkali tetesan bening itu
tersembunyi di balik raut mukanya.
Kerapkali, air mata itu tertumpah di
sepertiga malam terakhir saat sujud
di hadapan ar-rahman. Tak jarang
pula air matanya menjelma menjadi
keringat yang membasahi
pakaiannya saat berterik mentari
demi mencari rizki Allah. Itu
semuanya demi kebahagiaan
kalian.
>>Retak-retak Rumah Tangga
Wahai wanita yang kami muliakan.
Begitu sering terdengar bahwa lidah
itu tak bertulang. Begitu sering
terbaca bahwa wanita tidak
dibenarkan menyakiti hati
suaminya. Lantas apa yang
membuat kalian bicara dengan
begitu kasarnya, ceplas-ceplos,
seolah-olah kalianlah sang raja,
seolah-olah kalianlah kepala rumah
tangga?
Lihatlah di luar sana, lisan-lisan
kalian telah menghacurkan biduk
rumah tangga, melubangi bahtera
cinta hingga kandas tak sampai
tujuan. Betapa banyak kasus
perceraian di era modern ini yang
bermoduskan ketajaman lisan
kalian.
>>Ungkapan dan Nasehat
Ukhti yang kami muliakan, tidak
ada teladan kalian yang lebih
mendekatkan kalian ke surga Allah
selain mereka yang
mengadegankan sejuta kebaikan.
Merekalah wanita-wanita yang
telah dikisahkan tinta-tinta sejarah.
Temui dan teladanilah mereka yang
ada dalam kitab/buku-buku yang
banyak membicarakan tentang
mereka. Dan kami pun sedang
menyusun naskah buku khusus
kalian.
Ukhti, olehmu, biasakanlah berdzikir
pagi dan sore seperti apa yang
diajarkan Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wasallam. Ada banyak
manfaat. Salah satunya agar kalian
tak berlidah tajam, membiasakan
kalian agar meluncurkan kata-kata
yang terdengar apik oleh telinga.
Tahanlah lisan kalian agar tak
berduri hingga menusuk siapapun
yang mendengarnya, terlebih di
hadapan suami kalian yang
merupakan jejak-jejak menuju
surga.
Ukhtii.
Menutup catatan ini, jujur kami akui,
sebagai calon nahkoda dalam
bahtera pernikahan, kami akan
berpikir seratus kali untuk mengajak
wanita berlidah tajam sebagai
permaisuri hati. Kelak, kami tak
ingin bahtera itu kandas dan
tenggelam sebelum berlabuh
syahdu di surga. Kami tak ingin
mengambil resiko dengan menikahi
wanita tipe ini.
Akankah anak-anak kami mewarisi
lisan tajam ibunya? Tidak, tidak,
karena “bersamamu, aku tak ingin
terluka.”
***
Allahu a’lam wa subhanaka
allahumma wa bihamdika asyhadu
alla ila ha illa anta asytaghfiruka wa
atuubu ilaika.

No comments: