Nonton iklan bentar ya...!!!

Tuesday 8 March 2011

mutiara terkubur dalam diri..apa itu malu..?

Ia begitu indah. Menghiasi hati pemeliharanya
dengan pancaran sinar kebaikan. Akan tetapi, ia
kini menghilang. Terpendam dalam kegelapan
hati yang melupakannya. Itulah rasa malu.
Bagaikan mutiara yang terkubur. Ia adalah
keistimewaan para manusia, akhlak yang agung,
tanpanya tidak ada kebaikan sedikitpun dalam
kehidupan.
Apa Itu Malu?
Malu adalah getaran rasa takut dan segan yang
terjadi di dalam hati untuk melakukan sesuatu
yang telah diharamkan oleh Allah Ta ’ala, untuk
tidak melakukan sesuatu yang telah diwajibkan
Allah Ta ’ala, atau untuk melakukan sesuatu yang
tidak dianggap baik oleh manusia selama hal
tersebut juga tidak dianggap baik oleh syariat.
Sehingga rasa malu menjadi penghalang antara
keberanian untuk melakukan kemaksiatan dan
menahan diri dari melakukannya, karena rasa
malu ibarat bendungan yang apabila hancur,
maka air pun akan mengalir dan
menenggelamkan segala sesuatu. Oleh karena itu,
jika seseorang tidak memiliki rasa malu, maka dia
tidak memiliki bendungan, sehingga tidak ada
yang menghalanginya dari melakukan
kemaksiatan. Rasa malu juga tidak akan terjadi
kecuali karena kebaikan. Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam bersabda:
ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺀُ ﻟَﺎ ﻳَﺄْﺗِﻲ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺨَﻴْﺮ
“Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu
melainkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setangkai Cabang Keimanan
Seiring dengan bertambahnya rasa malu, maka
keimanan pun bertambah. Sebaliknya, jika rasa
malu itu berkurang, berkurang pula
keimanannya. Karena rasa malu adalah sebagian
dari iman. Sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda:
ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥُ ﺑِﻀْﻊٌ ﻭَﺳَﺒْﻌُﻮﻥَ ﺃَﻭْ
ﺑِﻀْﻊٌ ﻭَﺳِﺘُّﻮﻥَ ﺷُﻌْﺒَﺔً
ﻓَﺄَﻓْﻀَﻠُﻬَﺎ ﻗَﻮْﻝُ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺃَﺩْﻧَﺎﻫَﺎ ﺇِﻣَﺎﻃَﺔُ ﺍﻟْﺄَﺫَﻯ
ﻋَﻦْ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ ﻭَﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺀُ ﺷُﻌْﺒَﺔٌ
ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥ
“Keimanan memiliki tujuh puluh atau enam
puluh sekian cabang. Yang paling tinggi adalah
ucapan “Laa ilaaha illallaah” dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Sedangkan rasa malu adalah satu dari
cabang-cabang iman. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Obat Penawar Keburukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﻣِﻤَّﺎ ﺃَﺩْﺭَﻙَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻣِﻦْ
ﻛَﻠَﺎﻡِ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰ ﺇِﺫَﺍ
ﻟَﻢْ ﺗَﺴْﺘَﺤْﻲِ ﻓَﺎﺻْﻨَﻊْ ﻣَﺎ ﺷِﺌْﺖَ
“Sesungguhnya di antara perkara yang telah
dipahami oleh manusia dari perkataan kenabian
pertama adalah ‘Jika kamu tidak malu, maka
lakukanlah apa yang kamu suka.’” (HR. Bukhari)
Maksudnya adalah bahwa sesungguhnya
penghalang keburukan adalah rasa malu. Oleh
karena itu, orang yang rasa malu telah hilang dari
dalam hatinya, dia akan berbuat apa yang dia
suka. Dia tidak merasa malu di hadapan manusia,
di hadapan dirinya sendiri, bahkan di hadapan
Allah Ta’ala. Maka dia pasti akan mendapatkan
balasan dari apa yang dia perbuat.
Abu Dulaf al-’Ijli rahimahullahu berkata:
Apabila kamu tidak menjaga kehormatan..
Dan tidak takut Sang Pencipta..
Juga tidak merasa malu terhadap makhluk..
Maka lakukan apa yang kamu suka..
Rasa Malu Tidak Menghalangi Amar Ma’ruf
Dan Nahi Munkar
Allah Ta’ala berfirman(yang artinya):
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma ’ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. ” (QS. Ali ‘Imran: 104)
Dosa yang pernah kita perbuat bukanlah menjadi
alasan untuk meninggalkan amar ma ’ruf nahi
munkar. Karena meninggalkannya juga termasuk
dosa. Padahal setiap anak Adam sering
melakukan kesalahan, bahkan setiap da ’i pun
pernah berbuat kesalahan. Seorang penyair
berkata:
Jika saja orang yang berbuat dosa tidak pantas
untuk menasehati manusia
Siapakah yang pantas menasehati para pelaku
maksiat setelah kematian Nabi Muhammad
Rasa Malu Bukan Penghalang Menuntut Ilmu
Sebagaiamana yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam Shahih-nya dari Mujahid berkata:
“ Tidak akan belajar ilmu orang yang pemalu dan
sombong.” Rasa malu bukanlah penghalang
seseorang untuk berbuat kebaikan. Terlebih lagi
kebaikan yang sangat agung, dimana kita
diperintahkan untuk berlomba-lomba di
dalamnya, seperti menuntut ilmu. Sungguh tidak
sepatutnya rasa malu menghalangi kita
menghadiri majelis ta ’lim, bertanya tentang
agama, dan mendalami syariat Islam.
Sebagaimana kaum wanita anshor yang terkenal
dengan sifat malu, akan tetapi hal itu tidak
menghalangi mereka dari mempelajari agama
mereka. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Shahih-nya dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, dia mengabarkan:
ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀُ ﻧِﺴَﺎﺀُ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭِ
ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻳَﻤْﻨَﻌُﻬُﻦَّ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺀُ
ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﺄَﻟْﻦَ ﻋَﻦْ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﺃَﻥْ
ﻳَﺘَﻔَﻘَّﻬْﻦَ ﻓِﻴﻪِ
“Sebaik-baik wanita adalah wanita kaum Anshar.
Rasa malu mereka tidak menghalangi mereka
untuk mendalami ilmu agama. ”
Tidak Menampakkan Perbuatan
Kemaksiatan Adalah Rasa Malu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻛُﻞُّ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻣُﻌَﺎﻓًﻰ ﺇِﻟَّﺎ
ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺮِﻳﻦَ ﻭَﺇِﻥَّ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫَﺮَﺓِ )ﺍﻟْﻤَﺠَﺎﻧَﺔِ( ﺃَﻥْ
ﻳَﻌْﻤَﻞَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻋَﻤَﻠًﺎ
ﺛُﻢَّ ﻳُﺼْﺒِﺢَ ﻭَﻗَﺪْ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝَ ﻳَﺎ ﻓُﻠَﺎﻥُ ﻋَﻤِﻠْﺖُ
ﺍﻟْﺒَﺎﺭِﺣَﺔَ ﻛَﺬَﺍ ﻭَﻛَﺬَﺍ ﻭَﻗَﺪْ ﺑَﺎﺕَ
ﻳَﺴْﺘُﺮُﻩُ ﺭَﺑُّﻪُ ﻭَﻳُﺼْﺒِﺢُ ﻳَﻜْﺸِﻒُ
ﺳِﺘْﺮَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻨْﻪُ
“Seluruh umatku akan diampuni kecuali orang-
orang yang terang-terangan (bermaksiat). Di
antaranya adalah seorang lelaki yang pada malam
hari melakukan satu perbuatan maksiat, padahal
Allah Ta ’ala telah menutupi aibnya tersebut, tetapi
ketika di pagi hari, dia berkata: ‘Wahai Fulan, tadi
malam aku telah melakukan ini dan itu.’ Pada
malam hari Rabb-nya telah menutupi aibnya,
akan tetapi ketika pagi hari dia membuka penutup
tersebut darinya. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fenomena Rasa Malu
Sebagai contoh nyata adalah sikap malu seorang
remaja putri yang bertemu dengan Nabi Musa
‘ alaihis salam, yang kisahnya telah disebutkan
dalam Al-Qur’an:
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang
dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia
berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberikan Balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”.
Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib)
dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai
dirinya), Syu ’aib berkata: “Janganlah kamu takut.
kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu. ” (QS. Al-Qoshshoh: 25)
Allah Ta’ala telah menyifatinya dengan rasa malu
di dalam cara jalan dan bicaranya, yang
semuanya dihiasi dengan rasa malu.
Namun kenyataan sekarang berbicara lain.
Kebanyakan wanita sekarang menjadi pameran
fashion. Mereka keluar rumah membuka aurat,
ber-tabarruj, dan memakai wangi-wangian.
Sungguh rasa malu telah hilang dari mereka.
Bahkan tidak sedikit kaum lelaki tanpa rasa malu
mengumbar pandangan untuk mengintai aurat
wanita. Tidakkah mereka tahu bahwa Allah Ta ’ala
Maha Mengetahui mata-mata yang berkhianat dan
segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati?
Tidakkah mereka tahu bahwa pandangan mata
adalah panah beracun dari panah-panah setan
laknatullah? Panah tersebut bisa saja
menghancurkan keimanan. Sehingga ia
berpeluang besar berpindah dari satu maksiat ke
maksiat lain.
Ibnu as-Samaak rahimahullahu berkata:
Hai pecandu dosa, tidakkah kamu merasa malu..
Padahal Allah bersamamu di dalam
kesendirianmu..
Penangguhan dosa dari Rabbmu telah
menipumu..
Juga banyaknya keburukan yang telah ditutupi
untukmu..
Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kita agar
bersikap malu untuk melakukan kemaksiatan dan
meninggalkan kewajiban. Akan tetapi, tidak
selayaknya kita bersikap malu untuk
meninggalkan keburukan dan mengerjakan
kebaikan. Janganlah kita biarkan mutiara yang
begitu indah terkubur dalam kegelapan hati. Akan
tetapi, hiasilah hati kita dengan sinar kemuliaannya
yang berkilau. Allahu al-Musta ’an.
[Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah

No comments: