Nonton iklan bentar ya...!!!

Monday 16 May 2011

Aqiqah Atau Kurban

Hukum Aqiqah Aqiqah adalah sembelihan hewan
kurban untuk anak yang baru lahir
dan dilakukan pada hari ketujuh
kelahirannya. Hukum pelaksanaan
aqiqah ini adalah sunnah
muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa
Nabi saw bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara
dengan aqiqahnya dan
disembelihkan hewan untuknya
pada hari ketujuh, dicukur dan
diberikan nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan
Ashabush Sunan dan dishohihkan
oleh Tirmidzi) Waktu pelaksanaan aqiqah ini
adalah pada hari ketujuh dari hari
kelahirannya namun jika ia tidak
memiliki kesanggupan untuk
menagqiqahkannya pada hari itu
maka ia diperbolehkan mengaqiqahkannya pada hari
keempat belas, dua puluh satu atau
pada saat kapan pun ia memiliki
kelapangan rezeki untuk itu,
sebagaimana makna dari pendapat
para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali bahwa sembelihan untuk
aqiqah bisa dilakukan sebelum atau
setelah hari ketujuh. Adapun yang bertanggung jawab
melakukan aqiqah ini adalah ayah
dari bayi yang terlahir namun para
ulama berbeda pendapat apabila
yang melakukannya adalah selain
ayahnya : 1. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini
dibebankan kepada orang yang
menanggung nafkahnya. 2. Para ulama Madzhab Hambali dan
Maliki berpendapat bahwa tidak
diperkenankan seseorang
mengaqiqahkan kecuali ayahnya
dan tidak dieperbolehkan seorang
yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun dia sudah
besar dikarenakan menurut syariat
bahwa aqiqah ini adalah kewajiban
ayah dan tidak bisa dilakukan oleh
selainnya. 3. Sekelompok ulama Madzhab
Hambali berpendapat bahwa
seseorang diperbolehkan
mengaqiqahkan dirinya sendiri
sebagai suatu yang disunnahkan.
Aqiqah tidak mesti dilakukan saat masih kecil dan seorang ayah boleh
mengaqiqahkan anak yang terlahir
walaupun anak itu sudah baligh
karena tidak ada batas waktu
maksimalnya.(al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu juz IV hal 2748) Aqiqah atau Kurban Dari keterangan diatas bisa
disimpulkan bahwa aqiqah tidak
mesti dilakukan pada hari ketujuh
dan itu semua diserahkan kepada
kemampuan dan kelapangan rezeki
orang tuanya, bahkan ia bisa dilakukan pada saat anak itu sudah
besar / baligh. Orang yang paling bertanggung
jawab melakukan aqiqah adalah
ayah dari bayi terlahir pada waktu
kapan pun ia memiliki kesanggupan.
Namun jika dikarenakan si ayah
memiliki halangan untuk mengadakannya maka si anak bisa
menggantikan posisinya yaitu
mengaqiqahkan dirinya sendiri,
meskipun perkara ini tidak menjadi
kesepakatan dari para ulama. Dari dua hal tersebut diatas maka
ketika seseorang dihadapkan oleh
dua pilihan dengan keterbatasan
dana yang dimilikinya antara kurban
atau aqiqah maka kurban lebih
diutamakan baginya, dikarenakan hal berikut : 1. Perintah berkurban ini ditujukan
kepada setiap orang yang mukallaf
dan memiliki kesanggupan berbeda
dengan perintah aqiqah yang pada
asalnya ia ditujukan kepada ayah
dari bayi yang terlahir. 2. Meskipun ada pendapat yang
memperbolehkan seseorang
mengaqiqahkan dirinya sendiri
namun perkara ini bukanlah yang
disepakati oleh para ulama. Dalil mereka yang memperbolehkan
seseorang mengaqiqahkan dirinya
sendiri adalah apa yang
diriwayatkan dari Anas dan
dikeluarkan oleh al Baihaqi, “Bahwa Nabi saw mengaqiqahkan dirinya
sendiri setelah beliau diutus menjadi
Rasul.” Kalau saja hadits ini shohih, akan tetapi dia
mengatakan,”Sesungguhnya hadits ini munkar dan didalamnya ada
Abdullah bin Muharror dan ia
termasuk orang lemah sekali
sebagaimana disebutkan oleh al
Hafizh. Kemudian Abdur Rozaq
berkata,”Sesungguhnya mereka telah membicarakan dalam masalah
ini dikarenakan hadits ini.” (Nailul Author juz VIII hal 161 – 162, Maktabah Syamilah) Wallahu A’lam

No comments: