Nonton iklan bentar ya...!!!

Sunday 22 May 2011

Remaja, Narkoba danCita-Cita

Sejak masih muda hingga saat ini (26
tahun), sudah puluhan fase yang
dilalui oleh Johni. Jika mengingat fase-
fase itu, Johni mengira bahwa ia
terkena skizofrenia atau penyakit
semacam itu. ?Siapapun pasti setuju bila dikatakan bahwa menjadi orang
muda tidaklah segampang dan
seenak kelihatannya,? ujar Johni. Umur sepuluh tahun Johni bercita-cita
menjadi guru, lalu insinyur. Tapi cita-
cita itu kandas karena kemudian ia
tahu bahwa insinyur pun banyak
yang nganggur. Pada saat duduk di
bangku SMP, Johni bercita-cita menjadi yakuza karena terobsesi tato naga
dan film tembak-tembakan yang
ditonton bersama teman-temannya.
Ketika kelas tiga SMP Johni mulai
berpikir untuk meniti karier menjadi
assasin, karena kedengarannya keren - lagipula pada tahun 1998 ketika
reformasi bergulir, cita-cita menjadi
menteri atau seperti BJ Habibie
tidaklah relevan. Saat kawan-kawannya ditanya
tentang cita-cita, mereka
menjawabnya dengan antusiasme
berlebihan. Guru, presiden, insinyur,
tentara, PNS, dan karier-karier yang
menjanjikan kemapanan. Tapi sepulang sekolah mereka pesta ganja,
ke sekolah aja bawa pil BK, setiap
bulan kena razia. Johni berpikir saat
itu, betapa percumanya punya cita-
cita. Di bangku SMK Johni memutuskan
untuk menjadi anak baik-baik. Tidak
ikut-ikutan merokok, tidak pacaran,
karena masuk Seni Rupa ITB adalah
sebuah impian yang memerlukan
perjuangan maha dahsyat. Kegagalan masuk ITB, membawa Johni ke
petualangan baru yaitu masuk ke
dalam kehidupan jalanan kota
Bandung. Ternyata sangat mudah
mendapatkan satu paket gele (ganja),
beli saja di warung rokok. Minuman keras berkeliaran setiap malam
minggu. Johni masih ingat, waktu itu
topi miring dioplos dengan bir.
Kadang anggur putih atau vodka.
Lucunya, mereka minum di sebuah
lahan kosong tepat di samping Polsek. Kadang anak muda memang seperti
kecoak yang punya indera keenam di
punggungnya. Langsung tahu jika
ada gerakan mencurigakan di seputar
tubuhnya. Johni terjerumus ke dalam pergaulan
jalanan, karena faktor frustasi yang
ditunjang dengan lingkungan dan
pergaulan jalanan. Lingkungan
memang merupakan stimulan
terhebat. Dan remaja adalah bunglon dengan kemampuan meniru paling
jitu. Sayangnya, kemampuan itu tidak
disertai dengan filter yang memadai,
jadinya cuma ilmu sapi. Ngikut doang
tanpa tahu tujuan dan akibatnya. Remaja dianggap sebagai masa rentan
sehubungan banyaknya perubahan
yang terjadi pada dirinya (fisik dan
emosional). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa remaja yang
mampu mengendalikan dirinya (tidak mengikuti dorongan yang meletup-
letup) ternyata lebih bisa terhindar
dari masalah narkoba. Kematangan emosi juga terkait
dengan bagaimana mereka mengatasi
persoalan yang muncul. Mereka yang
mampu menyelesaikan persoalan
dengan kepala dingin ternyata lebih
terhindar dari bahaya narkoba. Membiasakan remaja untuk mampu
mengambil keputusan secara rasional
dan mandiri merupakan salah satu
cara yang sangat disarankan untuk
para orang tua.
Hal yang paling menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah
jawaban responden terhadap apa
yang membuat mereka tidak mau
bereksperimen dengan narkoba.
Mulai dari ?takut masuk neraka? atau ?
takut Tuhan marah? sampai ke keyakinan remaja bahwa ?narkoba itu
kan dosa?. Dasar iman pada diri remaja adalah
salah satu faktor protektif terandal.
Iman diyakini remaja dapat membawa
mereka kepada keluhuran budi dan
moralitas. Remaja mengakui kesetiaan
mereka terhadap iman yang mereka pilih membawa sejahtera dan damai di
hati. Ini adalah hal pribadi yang tidak
dapat dipungkiri. Memang, kebenaran
yang didasari iman itu akan tertanam
dalam hati kita dan kelak menjadi
lentera yang menerangi jalan ketika kita menghadapi tantangan dan
pilihan dalam hidup. Tingkat spiritual ini tentunya menjadi
pedoman bagi remaja untuk membuat
pilihan-pilihan bijaksana mulai dari
dunia online sampai kepada pilihan
mengenai narkoba. Sebagian besar remaja tahu
membedakan yang baik dan buruk
karena mereka memiliki faktor
protektif alami dalam diri mereka.
Selama mereka tidak mengeraskan
hati dan memungkiri kebenaran yang tertulis di hati mereka, harapan untuk
Indonesia bebas narkoba masih ada. Oleh karena itu, Pusat Pencegahan
Badan Narkotika Nasional,
mengembangkan metode
pencegahan yang diimplementasikan
dengan kegiatan alternatif dalam
bentuk olahraga atau berkesenian seperti teater, musik dan tari untuk
mengasah kepekaan jiwa, rasa dan
naluri. Dengan olah raga tentunya bisa
mendorong mereka bergaya hidup
sehat. ?Semua itu merupakan kegiatan
alternatif yang bisa menjadi sarana bagi para remaja untuk tidak terjerat
pada narkoba. Kegiatan alternatif
sangat penting bagi anak-anak
pelajar ataupun mahasiswa. Karena ini
nantinya akan berkaitan dengan
metode komunikasi dan informasi yang efektif tentang anti
penyalahgunaan narkoba

No comments: