Nonton iklan bentar ya...!!!

Saturday 14 May 2011

MENGAPA WANITA INGIN“SETARA” DENGAN LAKI- LAKI???

Wanita adalah manusia juga
sebagaimana laki-laki. Wanita
merupakan bagian dari laki-laki dan
laki-laki merupakan bagian dari
wanita, sebagaimana dikatakan Al-
Qur’an: “… sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain…” (Ali Imran: 195} Manusia merupakan makhluk hidup
yang diantara tabiatnya ialah berpikir
dan bekerja (melakukan aktivitas).
Jika tidak demikian, maka bukanlah
dia manusia. Mengapa wanita menuntut kesetaraan
dengan kaum laki-laki??? dan
anehnya, mereka bahkan tidak
mengerti tentang kodrat mereka
sebagai wanita dalam islam. mereka
menuntut kesetaraan yang sungguh itu semua adalah BERSIFAT DUNIAWI!!!
mereka tidak pernah belajar
bagaimana seharusnya wanita, apa
tugas seorang wanita yang paling
utama dalam ISLAM. WANITA ingin
bekerja melebihi laki-laki dan keluar dari aturan-aturan yang telah
ditetapkan ISLAM. WANITA ingin
belajar, itu baik…namun apa yang dipelajari??? mereka mempelajari hal-
hal yang jauh dari ISLAM, mereka
mendahulukan pelajaran-pelajaran
untuk kepentingan duniawi
ketimbang belajar sesuatu untuk
akheratnya. “Carilah kematian (Akherat), niscaya Kau dapati kehidupan.” (Abu Bakar). Tugas wanita yang pertama dan
utama yang tidak diperselisihkan lagi
ialah mendidik generasi-generasi
baru. Mereka memang disiapkan oleh
Allah untuk tugas itu, baik
secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan
atau diabaikan oleh faktor material
dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada
seorang pun yang dapat
menggantikan peran kaum wanita
dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa
depan umat, dan dengannya pula
terwujud kekayaan yang paling besar,
yaitu kekayaan yang berupa manusia
(sumber daya manusia). Seperti sebuah syair dari Hafizh
Ibrahim Semoga Allah memberi
rahmat kepadanya : Ibu adalah madrasah, lembaga
pendidikan
Jika Anda mempersiapkannya dengan
baik
Maka Anda telah mempersiapkan
bangsa yang baik pokok pangkalnya. Dr. Yusuf Qardhawi Mengemukakan : Diantara aktivitas wanita ialah
memelihara rumah tangganya
membahagiakan suaminya, dan
membentuk keluarga bahagia yang
tenteram damai, penuh cinta dan
kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, “Bagusnya pelayanan seorang wanita terhadap suaminya
dinilai sebagai jihad fi sabilillah.” Namun demikian, tidak berarti bahwa
wanita bekerja di luar
rumah itu diharamkan syara’. Karena tidak ada seorang pun
yang dapat mengharamkan sesuatu
tanpa adanya nash syara’ yang sahih periwayatannya dan
sharih (jelas) petunjuknya.
Selain itu, pada dasarnya segala
sesuatu dan semua tindakan
itu boleh sebagaimana yang sudah
dimaklumi. Berdasarkan prinsip ini, maka saya
katakan bahwa wanita
bekerja atau melakukan aktivitas
dibolehkan (jaiz). Bahkan
kadang-kadang ia dituntut dengan
tuntutan sunnah atau wajib apabila ia membutuhkannya. Misalnya,
karena ia seorang janda
atau diceraikan suaminya, sedangkan
tidak ada orang atau
keluarga yang menanggung
kebutuhan ekonominya, dan dia sendiri dapat melakukan suatu usaha
untuk mencukupi dirinya
dari minta-minta atau menunggu
uluran tangan orang lain. Selain itu, kadang-kadang pihak
keluarga membutuhkan wanita
untuk bekerja, seperti membantu
suaminya, mengasuh
anak-anaknya atau saudara-
saudaranya yang masih kecil-kecil, atau membantu ayahnya yang sudah
tua – sebagaimana kisah dua orang putri seorang syekh yang
sudah lanjut usia yang
menggembalakan kambing ayahnya,
seperti dalam Al-Qur’an surat al-Qashash: “… Kedua wanita itu menjawab, ‘Kami tidak dapat meminumi
(ternak kami) sebelum penggembala-
penggembala itu
memulangkan (ternaknya),
sedangkan bapak kami adalah orang
tua yang telah lanjut umurnya.’” (al- Qashash: 23) Diriwayatkan pula bahwa Asma ’ binti Abu Bakar – yang mempunyai dua ikat pinggang – biasa membantu suaminya Zubair
bin Awwam dalam mengurus
kudanya, menumbuk biji-bijian untuk
dimasak, sehingga ia juga sering
membawanya di atas
kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah. Masyarakat sendiri kadang-kadang
memerlukan pekerjaan
wanita, seperti dalam mengobati dan
merawat orang-orang
wanita, mengajar anak-anak putri,
dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus wanita.
Maka yang utama adalah
wanita bermuamalah dengan sesama
wanita, bukan dengan
laki-laki. Sedangkan diterimanya
(diperkenankannya) laki-laki bekerja
pada sektor wanita dalam beberapa
hal adalah karena dalam
kondisi darurat yang seyogianya
dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah
umum. Apabila kita memperbolehkan wanita
bekerja, maka wajib
diikat dengan beberapa syarat, yaitu: 1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri
disyariatkan. Artinya,
pekerjaan itu tidak haram atau bisa
mendatangkan sesuatu
yang haram, seperti wanita yang
bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi
sekretaris khusus bagi
seorang direktur yang karena alasan
kegiatan mereka sering
berkhalwat (berduaan), atau menjadi
penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk
keuntungan duniawi, atau bekerja
di bar-bar untuk menghidangkan
minum-minuman keras – padahal Rasulullah saw. telah melaknat orang
yang menuangkannya,
membawanya, dan menjualnya. Atau
menjadi pramugari di kapal
terbang dengan menghidangkan
minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram,
bermalam di negeri
asing sendirian, atau melakukan
aktivitas-aktivitas lain
yang diharamkan oleh Islam, baik
yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki,
ataupun untuk keduanya. 2. Memenuhi adab wanita muslimah
ketika keluar rumah, dalam
berpakaian, berjalan, berbicara, dan
melakukan gerak-gerik. “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang
(biasa) tampak daripadanya …’” (an- Nur: 31 ) “… dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan
…” (an-Nur: 31 ) “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang baik” (al- Ahzab 32) 3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya
itu mengabaikan
kewajibankewajiban lain yang tidak
boleh diabaikan, seperti
kewajiban terhadap suaminya atau
anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas
utamanya. Bukankah saat ini Tugas utama
seorang wanita dalam Islam lebih
banyak terabaikan???
wanita-wanita kesekolah…kuliah… mungk in jarang, jika tidak mau dibilang tidak
sama sekali diberi pengertian tentang
tugas utama seorang wanita. hampir
tidak ada perubahan wanita-wanita
dahulu dan sekarang…bahkan semakin PARAH … semakin LATAH … terhadap budaya-budaya KAFIR.
mereka kemudian berkilah …”asalkan kita bisa memilah baik dan buruk…” ijinkan saya tertawa… hahahahahahahahahahaha mana buktinya saudariku???? mana
bukti bahwa kalian mengambil
kebaikan dari budaya-budaya
KAFIR??? lihatlah kenyataan
sekarang…. kehidupan kalian semakin jauh dari agama… kalian bahkan menganggap itu baik-baik
saja….hmmm…. Kalian lebih memilih memperjuangkan
KARIR DUNIA kalian …. Menunda…..dan menolak seorang pria baik-baik yang ingin menikahi
KALIAN … KALIAN lebih memilih BERPACARAN
dengan alasan PENDEKATAN dan
PERKENALAN … KALIAN beralasan umur yang
kurang….padahal ILMU kalianlah yang kurang…. itu semua karena pengaruh BUDAYA-BUDAYA yang KALIAN
ikuti….. jika ISLAM yang kalian pelajari, SAYA …ISAT RIYADI …Ketua RSJ Hampir Sembuh….yakin bahwa kalian akan dengan sangat bahagia menerima
seorang laki-laki yang sholeh,
penyabar dan bijaksana……datang membahagiakanmu…..MasyaAllah…. (kok ke arah sini ya
ngomongnya….hahaa). Saudariku…Sungguh ISLAM sudah mengatur kemuliaan bagimu… pelajarilah… Butuh referensi??? silahkan kunjungi http:// media.isnet.org/islam/Wanita/ Saudariku…Laki-laki bukan untuk disaingi… kami pun adalah manusia lemah tanpa KALIAN … KAMI membutuhkan KALIAN
sebagaimana KALIAN membutuhkan
KAMI … Harapan Kita semua….semoga Wanita mengerti mana yang terbaik yang
telah ditetapkan Allah untuk mereka … Allah-lah yang berkata benar dan Dia-
lah yang memberi petunjuk… dan…semoga berkah selalu ada untuk kita semua…Amien..

No comments: